Mengasihi Orang-Orang yang Dianggap Tidak Layak
Oleh Spridel Hae Tada
Pendahuluan
Saudara-saudara, pada bulan Juli tahun 2008, ada suatu peristiwa eksekusi bagi dua orang terpidana mati yang bernama Sumiarsih dan Sugeng. Mereka ini adalah pelaku pembunuhan terhadap 5 orang anggota keluarga Purwanto pada tahun 1988 di Surabaya. Pembunuhan yang dilatar belakangi oleh masalah utang-piutang ini sungguh kejam dan tidak berperikemanusiaan! Itulah sebabnya, kedua tersangka ini divonis hukuman mati dan baru dieksekusi setelah mereka di penjara selama 20 tahun. Dengan demikian, inilah hukuman yang dianggap setimpal dengan kejahatan mereka. Bahkan, permohonan grasi mereka terus-menerus ditolak oleh presiden. Dan mungkin eksekusi ini adalah saat yang ditunggu-tunggu oleh pihak keluarga korban.
Saudara-saudara, kedua pelaku pembunuhan ini sulit sekali untuk diampuni secara hukum. Namun, tahukah saudara bahwa ibu Sumiarsih ini justru mendapatkan pengampunan yang sesungguhnya ketika ia berada dalam penjara? Ibu Sumiarsih bertobat saat ia berada di penjara. Ibu Sumiarsih ini dianggap tidak layak untuk mendapatkan pengampunan dari hukum manusia, namun ia telah beroleh pengampunan dari Allah. Orang seperti ibu Sumiarsih ini dianggap tidak layak untuk dikasihi oleh siapapun. Namun ternyata Allah mengasihi orang seperti ini sehingga Allah mengampuni dosa-dosanya.
Saudara-saudara, biasanya cukup mudah bagi kita untuk mengasihi orang-orang yang baik kepada kita. Sebaliknya, kita akan cukup sulit untuk mengasihi orang-orang yang berbuat jahat atau yang menyakiti kita. Orang-orang seperti ini dinilai tidak layak untuk kita kasihi. Mungkin kita berkata: “Ngapain saya mengasihi dia, dia kan jahat sama saya!” Saudara, kita tidak boleh lupa bahwa sesungguhnya mengasihi orang-orang yang dianggap tidak layak untuk dikasihi adalah sesuatu yang harus kita lakukan sebagai orang percaya. Saudara-saudara, harus diakui bahwa hal ini seringkali tidak mudah untuk dilakukan. Hal ini juga yang dialami oleh nabi Yunus dalam perikop yang kita baca ini.
I. Kemarahan Yunus atas tindakan Allah yang mengampuni orang-orang Niniwe (3:10-4:5) (Tidak disebutkan)
Penjelasan
Ketika Yunus pergi ke Niniwe, ia berseru: “40 hari lagi Niniwe akan ditunggangbalikkan!” Mendengar berita itu orang-orang Niniwe begitu terkejut dan ketakutan. Itu artinya akan ada malapetaka besar yang akan membinasakan mereka. Setelah itu, mulai dari rakyat jelata sampai raja Niniwe mulai bepuasa. Mereka menyatakan mau berbalik dari segala kejahatan mereka. Para prajurit mungkin berjanji bahwa mereka tidak akan lagi menyiksa tawanan perang dengan sangat kejam. Atau seluruh rakyat mungkin berjanji bahwa mereka tidak akan lagi menyembah berhala. Ketika Allah melihat respons mereka, Allah yang penuh kasih itu menunjukkan belas kasihan-Nya. Allah membatalkan hukuman dan mengampuni dosa mereka.
Yunus tidak senang ketika ia melihat pengampunan Allah bagi orang Niniwe. Dalam hatinya Yunus bertanya-tanya: “Mengapa Yahweh harus mengampuni orang-orang yang jahat itu? Lalu Yunus merasa kesal sehingga ia marah. Kemarahan Yunus ini seperti api yang menyala-nyala.
Kemudian ia berdoa: “Ya TUHAN, aku tahu bahwa Engkau adalah Allah yang pengasih dan penyayang. Aku tahu bahwa Engkau mengasihi umat-Mu.” Yunus tahu benar siapa Allah yang ia layani. Lalu apa masalahnya? Kemudian Yunus berkata lagi: “Mengapa sekarang Engkau juga menunjukkan kasih-Mu kepada orang-orang Niniwe itu? Mereka itu tidak pantas dikasihani, seharusnya mereka dihukum karena kejahatan mereka! Aku tidak ingin melihat mereka diperlakukan sama seperti Engkau memperlakukan umat-Mu. Kalau begini jadinya, lebih baik aku mati daripada hidup!”
Setelah itu, Allah kemudian bertanya kepada Yunus: “Layakkah engkau marah?” Yunus tidak menjawab pertanyaan Allah. Mungkin Yunus merasa dia berhak marah kepada Allah karena menurutnya Allah telah salah bertindak. Namun sebenarnya Yunus tidak mempunyai hak untuk marah. Kalau Yahweh adalah Allah yang pengampun dan Yunus hanyalah hamba-Nya, apa haknya untuk marah terhadap tindakan Allah?
Ilustrasi
Saudara, pada waktu SMP, saya mempunyai seorang teman yang menganggap saya ini sebagai saingannya dalam hal akademis. Pada saat kelas 3 kami mengikuti tes beasiswa. Singkat cerita saya mendapatkan beasiswa itu sedangkan dia gagal. Kemudian untuk menutupi rasa malunya, teman saya ini akhirnya menyebarkan suatu berita bahwa saya bisa memperoleh beasiswa itu karena “belas kasihannya.” Ia mengatakan bahwa sebenarnya dialah yang lulus tes beasiswa sedangkan saya gagal. Keluarganya tidak mengizinkannya untuk sekolah di Surabaya, sehingga dia memberikan haknya itu kepada saya. Ia juga menyebabkan terputusnya kerjasama antara pemberi beasiswa saya dengan lembaga yang membantu proses seleksi beasiswa di kota kami.
Ketika menjelang lulus SMA, saya mendengar bahwa teman saya inipun berhasil mendapatkan beasiswa di kampus yang sama dengan saya. Saya juga mendengar bahwa ia telah bertobat ketika SMA. Saya bertanya-tanya kepada Tuhan: “Kok bisa dia bertobat?” Atau “Mengapa dia memperoleh berkat yang sama dengan saya?” Saya memaknai beasiswa ini sebagai anugerah Tuhan, tetapi “Mengapa Tuhan juga memberikan anugerah yang sama kepada dia?” Tanpa saya sadari, saya sudah protes terhadap kasih Tuhan yang telah mengampuni dosa teman saya. Saya juga protes karena Tuhan memberikan beasiswa yang sama kepada teman saya. Sesungguhnya saya tidak berhak sama sekali untuk komplain kepada Tuhan atas segala kebaikan dan kasih Tuhan kepada teman saya. Seharusnya saya bersyukur bahwa akhirnya teman saya ini bertobat dan memperoleh beasiswa seperti saya.
Aplikasi
Saudara-saudara, pernahkah kita protes kepada Tuhan karena Ia juga mengasihi orang-orang jahat, musuh-musuh kita, atau orang-orang yang telah menyakiti kita? Atau setidaknya pernahkah kita bertanya: “Mengapa Tuhan memberkati dia?” Atau “Mengapa Tuhan baik sama dia?” Tanpa kita sadari, dibalik pertanyaan ini terkandung makna bahwa kita sudah melakukan penilaian pantas atau tidaknya seseorang menerima kasih Tuhan!
Sebagai anak-anak Tuhan, mungkin kita merasa bahwa wajar jika Tuhan mengampuni dosa atau memberkati kita. Namun ternyata Tuhan mengasihi orang lain juga. Bagaimana respons kita? Apakah kita akan bersyukur? Atau sebaliknya kita protes karena merasa orang-orang itu tidak pantas mendapat kasih Allah? Jangan lupa saudara, bahwa Tuhan berhak melakukan apapun yang Ia kehendaki. Dengan demikian kita tidak berhak marah, protes, atau mempertanyakan kasih Tuhan yang diberikan kepada orang lain!
Saudara-saudara, lalu apa yang terjadi dengan Yunus selanjutnya?
II. Pelajaran dari Allah bagi Yunus (ay 6-11) (Tidak disebutkan)
Penjelasan
Yunus tidak tahu bahwa Allah, Sang Pencipta sedang mempersiapkan suatu pelajaran bagi dirinya. Allah akan memakai ciptaannya-Nya supaya Yunus bisa memahami kasih Allah kepada orang Niniwe. Allah menumbuhkan sebatang pohon jarak di dekat pondoknya. Yunus terkejut dan sangat gembira melihat ada sebatang pohon jarak yang sangat rindang. Yunus sudah membayangkan betapa sejuknya ketika ia berada di dalam naungan pohon itu khususnya di siang hari yang sangat panas.
Keesokan harinya, ternyata ada dua buah kejutan bagi Yunus. Ketika fajar menyingsing, Allah mengirimkan seekor ulat kecil untuk merusak batang maupun akar pohon itu. Memang pohon jarak ini tampak kokoh dan sangat rindang. Namun ternyata pohon ini mudah patah bahkan rusak walaupun oleh kerusakan ringan pada batangnya. Pada akhirnya daun dan pohon itu layu sebelum matahari terbit.
Belum hilang rasa terkejut dan kebingungan Yunus, datanglah kejutan berikutnya. Allah mengirimkan angin timur dari arah gurun. Angin timur atau sirocco ini terkenal dengan temperatur panasnya yang menyengat. Sungguh Yunus begitu tersiksa dengan kondisi ini. Ia menjadi sangat dehidrasi, lemas, dan lesu. Lalu kemarahan itu berkobar kembali seperti api yang menyala-nyala dalam hati Yunus. Yunus merasa ia tidak sanggup lagi bertahan hidup. Ia berharap supaya ia mati saja.
Pada saat itu, untuk yang kedua kalinya Allah bertanya “Layakkah engkau marah karena pohon jarak itu?” Kali ini dengan sisa-sisa kekuatannya Yunus menjawab: “Selayaknyalah aku marah sampai mati.”
Kemudian Allah berkata kepada Yunus: “Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?”
Saudara, memang Alkitab tidak mencatat apa reaksi Yunus terhadap perkataan Allah ini. Namun tidaklah berlebihan jika kita menduga bahwa perkataan Allah ini seperti anak panah yang menancap tepat di hati Yunus. Kalau dirinya saja begitu sayang pada pohon jarak, apalagi Allah, Sang Pencipta tentunya lebih lagi menyayangi ciptaan-Nya. Rupanya Yahweh tidak hanya mengasihi Israel sebagai umat pilihan-Nya, tetapi Ia juga mengasihi semua manusia dari bangsa manapun.
Saudara, bukankah Yesus juga mengasihi semua orang? Sesungguhnya, tidak ada seorangpun yang layak untuk dikasihi oleh Tuhan Yesus karena semuanya adalah manusia berdosa. Namun, Ia datang ke dunia ini untuk mencari orang-orang berdosa (Luk. 5:31-32). Karena kasih-Nya, Yesus rela mati untuk orang-orang yang sebenarnya tidak layak untuk dikasihi ini. Justru karena ketidaklayakkan itulah maka Ia menganugerahkan kasih-Nya kepada manusia berdosa. Allah tidak ingin Yunus terjebak dalam pemahamannya yang salah sehingga Allah menggunakan cara yang tepat untuk mengajari hamba-Nya ini.
Ilustrasi
Saudara, ibu saya meninggal ketika saya berumur 6 tahun. Dua tahun kemudian ayah saya menikah lagi dan pindah ke kota lain. Akhirnya saya diasuh oleh kakak sulung saya. Papa saya lebih memperhatikan keluarga barunya sehingga mau tidak mau kami harus mandiri. Sejak saat itu, muncullah kekecewaan saya terhadap papa saya.
Pada saat awal kuliah, papa saya begitu marah kepada kakak sulung saya karena ia menjual sebidang tanah untuk biaya awal kuliah saya. Peristiwa ini membuat saya semakin kecewa lagi dengan papa saya. Saya merasa papa saya lebih sayang dengan hartanya daripada saya. Padahal, sejak saya diasuh kakak saya, papa saya tidak pernah memberikan uang satu rupiah untuk biaya hidup saya. Namun, perlahan-lahan Tuhan mulai mengingatkan saya supaya saya belajar mengasihi papa saya.
Pada bulan Desember 2007, saya bertemu dengan papa saya setelah 7 tahun kami tidak bertemu. Kemudian, sehari setelah pertemuan itu, papa saya memutuskan untuk pulang. Hal ini kembali melukai hati saya, karena ternyata papa saya lebih memilih merayakan Natal-tahun baru bersama dengan mama tiri dan saudara-saudara tiri saya daripada dengan anak-anak maupun cucu kandungnya. Padahal sudah 15 tahun kami tidak pernah merayakan Natal bersama papa. Rasa kecewa saya yang telah tertimbun bertahun-tahun semakin mendalam. Saya merasa tidak ada gunanya saya belajar mengasihi papa saya, karena ia sendiri tidak terlalu peduli kepada kami. Hati saya sudah terlalu sakit sehingga saya tidak bisa memberikan pengampunan kepada papa saya! Namun, oleh anugerah Tuhan yang perlahan-lahan melembutkan hati saya, akhirnya setelah 2,5 tahun kemudian baru saya bisa mengampuni papa saya. Tuhan mengajari saya untuk mengasihi seseorang tanpa syarat seperti cara Tuhan mengasihi saya, walaupun orang itu berulang kali menyakiti hati saya.
Aplikasi
Saudara, Allah rindu supaya kita juga mengasihi orang lain sama seperti cara Dia mengasihi kita. Kita harus belajar untuk mengasihi orang-orang yang dianggap tidak layak untuk dikasihi. Pertanyaannya sekarang adalah siapakah orang-orang yang menurut kita tidak pantas untuk kita kasihi? Mungkin orang itu adalah ayah atau ibu yang kurang bertanggung jawab dan telah menyakiti kita. Ataukah orangtua yang selalu mengkritik atau memarahi kita ketika kita berbuat salah dan tidak pernah memuji kita kalau kita berprestasi atau berkelakuan baik. Mungkin juga orang itu mantan kekasih atau sahabat yang telah mengkhianati kita. Ataukah orang itu adalah kakak tingkat atau adik tingkat yang pernah menyakiti kita dengan perkataan atau perbuatan mereka. Mungkin orang itu adalah teman kita yang paling menyebalkan! Saudara, memang hal ini tidak mudah, tetapi marilah kita belajar mengasihi seperti cara Tuhan mengasihi kita.
Penutup
Saudara-saudara, Allah adalah kasih. Kasih Allah ini diberikan kepada semua orang. Ini bukan karena kebaikan kita sehingga kita layak untuk dikasihi-Nya. Allah berhak menyatakan kasih dan menunjukkan belas kasihan-Nya kepada siapapun yang Ia kehendaki. Itulah sebabnya kita tidak berhak protes apalagi marah terhadap kasih Allah yang diberikan kepada orang lain. Allah juga mau kita mengasihi orang-orang yang kita anggap tidak layak untuk dikasihi. Mungkin hal ini tidak mudah, tetapi Allah mau mencari orang-orang yang mau meneladani kasih-Nya. Ia menantang saudara dan saya untuk mengasihi orang-orang yang telah menyakiti kita, musuh kita, bahkan orang-orang yang jahat kepada kita. Bila kita mau belajar dari Tuhan sendiri bagaimana caranya mengasihi orang-orang seperti itu, maka Roh Kudus sendiri yang akan memampukan kita untuk melakukan hal itu. Jika kita bisa mengasihi orang-orang yang menurut kita tidak layak untuk dikasihi, maka kasih Allah itu telah nyata di dalam diri kita.
Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar