Tuhan Turun Tangan dalam Ketidaktaaatan Hamba-Nya
Oleh Rudi Setiono
Oleh Rudi Setiono
Pendahuluan Saudara, ada seorang hamba Tuhan muda, yang telah tiga tahun melayani di sebuah gereja. Suatu hari, datanglah Gembala Sidang gereja tersebut kepada hamba Tuhan muda ini. Dia berkata, ”Engkau akan ditempatkan ke tempat lain, agar kamu dapat dipakai Tuhan lebih lagi.” Mendengar hal itu, hamba Tuhan ini gembira. Terbayang di pikirannya, ia akan melayani di kota yang lebih besar dari tempatnya sekarang. Tetapi, betapa terkejutnya hamba Tuhan muda ini, setelah mengetahui bahwa dirinya ternyata ditempatkan di sebuah desa yang kecil. Ia pun marah kepada Tuhan,”Tuhan, Mengapa Kau tempatkan aku di desa?” Di dalam kekecewaannya, hamba Tuhan muda ini berpikir untuk pindah pelayanan ke gereja lain. Ia menghubungi beberapa temannya, siapa tahu mereka punya info pelayanan yang lebih menarik, yang sesuai dengan harapannya. Di tengah-tengah usahanya tersebut, Tuhan mengijinkan hamba Tuhan ini jatuh sakit dan harus diopname selama satu bulan di rumah sakit. Ia merasa sedih, karena ia tidak dapat beraktivitas, tidak dapat melayani seperti biasanya. Suatu malam, ia merenung dan Tuhan bicara dalam hatinya, “Anak-Ku, mengapa engkau memilih-milih pelayanan? Bukankah jika Aku mau memakaimu, itu adalah anugerah?” Hal itu membuat hamba Tuhan ini sadar bahwa ia adalah seorang hamba, yang seharusnya taat kepada Tuannya. Melalui sakit, Tuhan membawa hamba Tuhan ini kembali taat melakukan panggilan pelayanan yang Ia berikan. Saudara, bukankah kerapkali, kita seperti hamba Tuhan muda ini? Kita berharap mendapatkan tempat pelayanan yang sesuai dengan harapan kita, yang nyaman, aman, sesuai dengan impian kita. Bahkan, kita sudah menetapkan rencana kita ke depan, akan melayani di manakah kita. Mungkin kita tahu prinsip yang mengatakan, ”Jadi hamba Tuhan itu harus taat pada kehendak Tuhan. Ke mana saja Tuhan pimpin, kita harus taat.” Tapi, bukankah pada prakteknya susah? Seringkali ketika kita diperhadapkan pada pelayanan yang tidak sesuai dengan harapan, kita sulit untuk taat pada Tuhan. Mungkin kita menerima pelayanan itu, namun sambil mengomel, melayani dengan setengah hati, atau bahkan tidak sedikit dari kita yang menolak pelayanan itu, mengabaikannya, seolah-olah pelayanan itu bukanlah kehendak Tuhan. Saudara, sering kali kita menyangka bahwa kita dapat mengingkari panggilan pelayanan Tuhan, namun ketahuilah bahwa Tuhan sanggup menggunakan berbagai cara untuk membawa kita kembali taat melakukan panggilan pelayanan tersebut. Itu artinya, ketidaktaatan kita tidak dapat menggagalkan rencana Tuhan. Penjelasan Bukankah kita sering mendengar kesaksian dari para hamba Tuhan, atau teman kita yang dulunya juga menolak panggilan Tuhan dalam pelayanan mereka? Namun pada akhirnya, mereka tidak dapat lari dari panggilan Tuhan. Saudara, dalam perikop yang kita baca, Yunus juga pernah menolak panggilan pelayanan dari Tuhan, namun ia mengalami tangan Tuhan yang kuat, yang membawanya kembali melakukan panggilan pelayanan yang Tuhan berikan. Suatu kali datanglah firman Tuhan kepada Yunus, ”Bangun, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, serukanlah berita pertobatan kepada mereka.” Saudara, frasa ”datanglah firman Tuhan” ini menunjukkan komunikasi ilahi, dari Allah kepada orang pilihan-Nya. Allah adalah Allah yang berinisiatif, Allah yang menggerakkan orang pilihan-Nya untuk melakukan sesuatu. Dan kali ini, Allah memerintahkan Yunus untuk pergi ke kota Niniwe. Namun saudaraku, bagaikan disambar petir, Yunus sangat terkejut, ketika Allah menyuruhnya ke Niniwe. Tidak hanya itu, hatinya mendidih, ketika mendengar nama Niniwe. Saya bayangkan, Yunus bertanya-tanya dalam hatinya, ”Mengapa harus Niniwe, bangsa Asyur yang terkenal sebagai bangsa yang kejam dan sadis, yang layak untuk dibinasakan? Aku lebih senang jika Tuhan menghukum mereka.” Saudara, itulah harapan Yunus, harapan yang wajar, sama halnya seperti kita berharap, agar pemerintah Indonesia menghukum para penjahat dengan hukuman yang setimpal atas kejahatan mereka. Tentu kita tidak bisa terima bukan, jika pemerintah tidak memberikan hukuman apapun pada penjahat? Namun saudaraku, kita harus menyadari sebuah kebenaran, bahwa rencana Tuhan bukanlah rencana manusia. Rancangan Tuhan pada Niniwe sungguh berbeda 180˚ dengan harapan Yunus. Tuhan merancangkan, agar bangsa Niniwe yang jahat dan pantas untuk dihukum itu, mendapat kasih karunia dan bertobat. Namun Yunus tidak ingin Tuhan mengampuni mereka. Itulah sebabnya, Yunus memilih untuk tidak mau taat pada Tuhan. Ia tahu bahwa Tuhan yang Pengasih itu pasti akan mengampuni bangsa Niniwe, dan ia sungguh tidak rela. Dengan segera, Yunus melarikan diri jauh dari hadapan Tuhan. Ia lari ke Tarsis, kota yang letaknya jauh, di sebelah barat Israel. Yunus memilih untuk kabur sejauh-jauhnya. Mungkin ia berpikir, ”Ah, lebih baik Tuhan pilih orang lain saja, lebih baik aku melarikan diri, supaya aku bebas dari panggilan pelayanan yang menyiksaku ini.” Yunus menyangka bahwa dengan melarikan diri jauh dari Tuhan, ia akan bebas dari tugas. Yunus lupa bahwa Tuhan adalah Allah yang berdaulat, yang sanggup melakukan intervensi. Dan memang benar, Tuhan intervensi dalam pelarian Yunus. Tuhan menurunkan angin ribut, yang menyebabkan badai besar, yang membuat kapal yang ditumpangi Yunus hampir tenggelam. Semua penumpang kapal dilanda rasa takut. Mereka berdoa kepada allah mereka. Namun saudara, di manakah Yunus saat itu? Rupanya Yunus sedang berbaring tidur dalam ruangan kapal yang paling bawah. Saudara, sungguh tindakan Yunus ini kontras dengan tindakan para penumpang kapal yang bangun dan berseru kepada allah mereka. Yunus malah merasa tenang, padahal dia sedang melarikan diri dari Allah. Namun saudaraku, apakah Yunus bisa melarikan diri dari Allah? Tentu tidak bukan. Melalui undian, tak lama kemudian, seisi kapal tahu bahwa Yunuslah penyebab datangnya badai yang besar itu. Yunus pun diinterogasi, ”Katakan pada kami, apa pekerjaanmu, dari negeri mana kamu datang?” Lalu Yunus menjawab, ”Aku seorang Ibrani. Aku takut akan Tuhan, Allah yang empunya langit, yang telah menjadikan lautan dan daratan.” Mendengar jawaban Yunus, seisi kapal jadi takut. Mereka tahu bahwa Allah Yunus adalah Allah yang hidup dan hebat, lebih hebat dari allah-allah mereka. Sungguh ironi Saudara, di satu sisi, Yunus bersaksi bahwa ia adalah seorang yang takut akan Tuhan, namun di sisi lain, Yunus sedang tidak menaati Tuhan dan berusaha kabur dari Tuhan. Yunus sebenarnya tahu bahwa dialah penyebab datangnya badai besar itu. Ia sadar bahwa Tuhan sedang mengingatkan dan memanggilnya untuk kembali taat pada perintah Tuhan. Namun, Yunus tetap mengingkari panggilan Tuhan. Ia malah meminta seisi kapal untuk mencampakkan dia ke dalam laut, supaya laut jadi reda.” Ia lebih memilih untuk mati, daripada taat pada perintah Tuhan. Awalnya, permintaan Yunus ditolak oleh para awak kapal. Namun, badai makin besar, makin bergelora. Tidak ada jalan lain. Dalam ketakutan yang besar, akhirnya Yunus dilemparkan ke dalam laut. Sungguh aneh, begitu Yunus masuk ke dalam air, badai langsung berhenti seketika. Laut jadi tenang kembali. Saudara, apa yang terjadi dengan Yunus? Apakah ia mati? Kita telah mengetahuinya, bukan? Tuhan tidak tinggal diam, Ia bertindak. Tuhan kirim seekor ikan besar untuk menelan Yunus. Saya percaya bahwa saat itu Tuhan sedang mengajar Yunus, hamba-Nya, untuk taat pada perintah-Nya, melakukan tugas pelayanan yang Tuhan tetapkan. Tuhan dapat menggunakan berbagai macam cara untuk mengajar setiap hamba-Nya. Saudara-saudara, Tuhan juga pernah mengajar Musa untuk taat melakukan perintah-Nya. Musa diminta untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir, namum Musa menolaknya. Tuhan meyakinkan Musa dengan tiga cara, melalui tongkat yang berubah menjadi ular, melalui tangan Musa yang terkena kusta. Dan ketika Musa tetap menolak, Tuhan menggunakan cara ketiga, yaitu menyuruh Harun untuk menemani Musa menjalankan tugasnya itu. Ketika manusia pilihan-Nya tidak taat, Tuhan sanggup menggunakan berbagai cara untuk mengajar dia taat. Bahkan, Tuhan mengajar manusia untuk taat, dengan memberikan teladan yang sempurna melalui Kristus. Di taman Getsemani, Tuhan Yesus berdoa, ”Ya Bapa, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” Saudara, di tengah ketakutan dan kegentaran-Nya untuk memikul salib, Kristus memilih untuk taat kepada kehendak Bapa. Jika Kristus sedemikian taat, tidakkah seharusnya setiap orang yang menyebut dirinya hamba Tuhan juga taat? Ingatlah, Tuhan sanggup gunakan berbagai cara, untuk membentuk hamba-Nya yang tidak taat menjadi taat kembali, karena rencana Tuhan tidak dapat digagalkan oleh manusia. Ilustrasi Saudara, saya teringat ketika pertama kali saya mendengar Tuhan memanggil saya menjadi hamba-Nya. Saat itu saya masih SMA. Saya menolak panggilan itu, karena saya punya sejuta rencana, sejuta impian dan cita-cita yang ingin saya diraih. Saya sengaja memilih kuliah yang lain. Saya bilang sama Tuhan, ”Tuhan, please panggil orang lain saja untuk menggantikanku. Aku tidak mau jadi hamba Tuhan fulltimer. Aku maunya jadi hamba Tuhan di dunia kerja saja.” Setelah lulus kuliah, saya langsung bekerja. Saya berusaha menepati perkataan saya pada Tuhan. Di dunia kerja, saya berusaha menjadi berkat, menceritakan kasih dan perbuatan Kristus kepada orang di sekitar saya. Namun, panggilan Tuhan itu datang kembali. Tuhan terus mengingatkan saya untuk mempersiapkan diri menjadi hamba-Nya secara fulltime. Namun, saya terus menolak-Nya, bahkan mengabaikan-Nya. Saya mengeraskan hati. Namun tahun 2007, panggilan itu semakin menguat. Tuhan memakai berbagai macam cara untuk meluluhkan hatiku yang keras. Waktu itu, saya sudah bertunangan. Saya berpikir “Oh, Tuhan, pasti Tuhan sedang bercanda kan? Aku akan menikah dan membentuk keluarga. Kalau aku harus kuliah Teologi, itu akan mengacaukan rencana dan masa depanku. Please Tuhan, jangan memintaku melakukan hal yang sulit.” Berulang kali saya mengabaikan panggilan Tuhan itu, namun panggilan itu datang lebih kuat, lebih kuat, dan lebih kuat lagi. Sempat saya marah kepada Tuhan, mengapa Tuhan begitu mengusik kehidupan pribadi saya dan mengganggu rencana-rencana saya, ”Tuhan, bukankah aku sudah melayani Engkau? Bukankah cukup jika aku menjadi hamba-Mu di dunia kerja? Tuhan, tolong jangan ganggu aku dengan panggilan ini!” Saudara saat itu, saya punya banyak ketakutan, yang membuat saya begitu sulit menjawab ’ya’ pada panggilan Tuhan. Saya takut akan masa depan, apakah saya mampu memenuhi kebutuhan finansial keluarga? Saya takut melepaskan semua yang sudah kuraih dan kumiliki selama ini. Saya mencoba kembali berargumen dengan Tuhan, “Tuhan, please biarkan aku menjalani hidup sesuai dengan rencanaku. Aku berjanji jika aku memiliki anak nanti, aku akan didik mereka, supaya merekalah yang akan menjadi hamba Tuhan fulltimer.” Namun saudara, dari hari ke hari, Tuhan terus berbicara kepada saya melalui berbagai hal. Tuhan memakai banyak cara untuk menegur, menguatkan dan menghibur saya. Bahkan, Tuhan juga meneguhkan melalui tunangan saya, yang ternyata menjawab ‘ya’ pada panggilan Tuhan. Saudaraku, Tuhan menggunakan semua cara, agar saya akhirnya menjawab ’ya’ pada panggilan Tuhan. Di awal tahun 2008, akhirnya saya tidak dapat berkata “tidak” pada Tuhan. Saya menjawab ”ya” dan bersedia menjalani panggilan Tuhan. . Saudara, saya belajar bahwa Tuhan adalah Tuhan yang berdaulat penuh atas hidup kita. Ketidaktaatan kita tidaklah dapat menggagalkan rencana-Nya dalam hidup kita. Tuhan akan membentuk kita yang tidak taat menjadi taat. Ia akan membawa kita kembali melakukan tugas pelayanan yang Tuhan kehendaki untuk kita lakukan. Aplikasi Saudara, kita semua adalah hamba-hamba Tuhan. Kita diciptakan untuk melayani dan memuliakan Dia. Kita dipanggil untuk taat pada kehendak-Nya. Jika kita tidak mau taat, Tuhan bisa saja memakai orang lain. Tuhan bisa `membuang` kita yang tidak taat. Karena sesungguhnya, Tuhan tidak membutuhkan kita. Justru kitalah yang membutuhkan Tuhan. Namun, puji syukur kepada Tuhan, karena kita masih dipakai dan diberi kesempatan untuk melayani Tuhan. Sungguh itu adalah sebuah anugerah. Bukankah sebenarnya kita adalah orang-orang yang tidak layak untuk melayani Tuhan? Namun, suatu hari Allah memanggil dan melibatkan kita dalam melakukan pekerjaan-Nya di dunia. Kita diberi kehormatan untuk menjadi kawan sekerja Allah. Jika demikian, masih pantaskah kita mengatur Tuhan, memilih-milih pelayanan mana yang kita suka, sementara Tuhan memiliki rencana-Nya yang khusus atas hidup kita? Masih layakkah kita menggolong-golongkan pelayanan, ”Pelayanan di sini lebih sulit, lebih enak’an pelayanan di sana.” Saudaraku, sebagai hamba Tuhan, sudah sepatutnya kita taat sepenuhnya pada kehendak Tuhan. Sadarilah, bahwa Tuhan berdaulat penuh atas hidup kita. Rencana Tuhan tidak dapat digagalkan oleh ketidaktaatan kita. Oleh sebab itu, marilah kita belajar untuk selalu taat pada panggilan pelayanan yang Tuhan berikan pada kita, apapun itu, entah sesuai harapan kita atau tidak. Pada saat Tuhan memberikan pelayanan di sekolah minggu, kita taat. Pelayanan weekend, kita juga taat. Ataupun pelayanan satu tahun, kita juga tetap taat. Pelayanan apapun yang Tuhan berikan untuk kita kerjakan, kita tetap taat, karena kita tahu bahwa kehidupan kita sebagai hamba Tuhan sepenuhnya berada di dalam tangan Tuhan. Penutup Apapun usaha kita untuk mengingkari panggilan Tuhan atas hidup kita, tidak akan menggagalkan rencana Tuhan. Bahkan, sekalipun kita menghindar dari panggilan Tuhan, ketahuilah bahwa Ia sanggup membawa kita kembali melakukan panggilan-Nya, dengan cara-Nya yang tidak kita mengerti. Oleh sebab itu saudaraku, sebagai hamba-Nya, taatlah pada kehendak-Nya, pada panggilan pelayanan yang Tuhan berikan. Biarlah kita berkomitmen menjadi hamba Tuhan yang taat di sepanjang umur hidup kita. Memang itu tidak mudah. Namun percayalah, bila kita belajar taat kepada perintah Tuhan, Ia akan memampukan kita melakukan kehendak-Nya, sesulit apapun itu. Dan lihatlah, Tuhan akan mengerjakan pekerjaan yang luar biasa melalui hidup kita, yang mungkin belum pernah kita bayangkan sebelumnya. Saudaraku, maukah kita berkomitmen untuk menjadi hamba Tuhan yang selalu taat pada panggilan pelayanan yang Ia berikan? Amin. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar