16 Mei 2011

Khotbah Markus 9:38-41

Satu Komunitas Kerjaan Allah
Oleh Sherly Pratiknyo



Pendahuluan
Saudara, pernahkah anda mendengar kisah sejarah kelabu orang kulit hitam di Amerika?  Ada banyak kisah sedih yang dialami oleh orang kulit hitam di sana.  Mereka pernah mengalami diskriminasi ras.  Karena warna kulit yang berbeda, mereka ditolak dan diperlakukan tidak adil oleh orang kulit putih, komunitas yang lebih superior.  Di tempat-tempat umum seperti restoran, dipasang tulisan ”Restoran ini hanya untuk orang kulit putih.”  Dalam angkutan umum, juga ada pembagian area, orang kulit hitam harus duduk di belakang, terpisah dari orang kulit putih.  Semuanya serba dibedakan.  Kedai minum dibedakan, WC dibedakan, sekolah dibedakan, bahkan di gereja pun, mereka juga dibedakan.  Orang kulit hitam yang pergi ke gereja orang kulit putih tidak diperbolehkan masuk.  Mereka hanya boleh berdiri di pintu luar gereja.  Kalau mereka melanggar, maka akan ada polisi kejam yang siap menangkap mereka, siap memukul dan membunuh mereka.  Betapa saat itu, orang kulit hitam diperlakukan dengan tidak adil.  Bahkan, ada orang kulit putih Kristen yang berkata demikian, ”Semua manusia diciptakan sesuai dengan gambar Allah.  Tapi, Allah tidak berkulit hitam.  Jadi, orang kulit hitam bukanlah manusia!”  Sungguh mengenaskan, bukan?  Seorang Kristen dapat begitu membenci orang lain, hanya karena perbedaan warna kulit. 
Syukurlah, dalam sejarah kelam mereka, Tuhan menghadirkan seorang pendeta kulit hitam, yang berani berjuang melawan diskriminasi ras di Amerika.  Dia bernama Martin Luther King.  Ada sebuah statement Martin Luther King yang terkenal, berbunyi demikian, ”I have a dream.  Aku bermimpi, suatu hari, akan terwujud kebenaran, bahwa semua orang diciptakan sama.  Aku bermimpi, suatu hari, semua anak-anak Allah, baik kulit hitam atau kulit putih, Yahudi atau non Yahudi, Protestan atau Katolik akan bergandeng tangan bersama, berdoa bersama, dan bekerja bersama.  Aku bermimpi dengan imanku ini, suara-suara tidak harmonis diubah menjadi simfoni persaudaraan yang indah.”
Saudara, impian Martin Luther seharusnya juga menjadi impian setiap anak-anak Tuhan.  Seharusnya kita merindukan terwujudnya satu komunitas kerajaan Allah, di antara saudara seiman.  Namun, sayangnya ada begitu banyak anak Tuhan yang mengeksklusifkan diri, merasa komunitas mereka lebih benar dan lebih superior.  Tanpa disadari, banyak gereja juga melakukan rasisme, merasa bahwa Allah paling pas dimuliakan dengan pendekatan budaya tertentu, dengan cara ibadah dan musik tertentu, dengan arsitektur tertentu, atau dengan pola pikir teologi tertentu.  Gereja-gereja, yang seharusnya adalah sesama anggota tubuh Kristus, seringkali malah saling mengejek, dan melihat satu sama lain dengan negatif.  Mungkin kita sering mendengar selentingan seperti, ”Gereja kami dipenuhi Roh Kudus, gereja itu tidak” atau ”Gereja kami pengajarannya biblikal, gereja itu sesat.”  Selentingan itu seringkali dilontarkan tanpa melihat apakah memang benar begitu. Begitu mudahnya sesama saudara seiman, ketika diperhadapkan pada perbedaan, mengembangkan apriori negatif satu sama lain.  Itukah yang Tuhan kehendaki?  Saudaraku yang kekasih di dalam Tuhan, ketahuilah Allah menghendaki setiap kita, di dalam keberbedaan yang ada, belajar menerima saudara seiman sebagai satu komunitas dalam kerajaan Allah.
Dengan cara bagaimanakah kita dapat menunjukkan penerimaan terhadap saudara seiman kita?  Dari perikop yang kita baca, paling tidak ada dua cara yang seharusnya kita lakukan.
I.     Dengan Cara Memandangnya Sebagai Rekan Kita (ay 39-40)
Saudara, biasanya seseorang memilih rekan dengan melihat faktor kesamaan.  Makin banyak kesamaan, makin enak dijadikan teman.  Dari kesamaan, seringkali muncullah sebuah komunitas.  Misalnya, komunitas futsal, komunitas pecinta barang antik.  Bahkan, di kota-kota besar, ada komunitas pria metroseksual.  Anggotanya adalah para pria, yang punya kesamaan, seperti: selalu modis, wangi, rapi, dan memakai perhiasan.  Kita bisa lihat, betapa identitas sebuah komunitas, biasanya dibangun berdasarkan kesamaan, yang akhirnya membuat komunitas itu jadi eksklusif, dan seringkali sulit terbuka pada komunitas lain yang berbeda. 
Saudara, para murid juga memiliki komunitas yang eksklusif, yaitu komunitas murid Yesus.  Komunitas ini begitu istimewa, unggul dan bergengsi.  Identitasnya dibangun dengan kesamaan.  Anggotanya sama-sama murid pilihan, dipilih oleh Yesus sendiri.  Tidak hanya itu, anggotanya juga sama-sama diutus dan diberikan kuasa oleh Yesus, untuk melakukan pekerjaan Allah dalam nama-Nya.  Siapa sih yang tidak tahu nama Yesus?  Saat itu, tentulah banyak orang yang telah mengetahui betapa berkuasanya nama Yesus.  Semua orang takjub melihat banyaknya mukjizat yang dilakukan Yesus.  Saking takjubnya, banyak orang yang mengatakan Yesus adalah nabi Elia, Yohanes Pembaptis.  Ada pula yang berharap bahwa Yesus adalah Mesias, yang akan membebaskan bangsa Yahudi dari penjajahan Romawi, memulihkan kembali kerajaan Israel.  Coba bayangkan betapa bangganya murid Yesus, menjadi komunitas orang-orang yang selalu berada di dekat Yesus, yang mendapat kesempatan berelasi secara personal dengan Yesus.
Namun saudara, suatu hari, para murid terganggu oleh kehadiran seorang yang tidak termasuk dalam komunitas mereka.  Saya bayangkan, saat itu para murid tentu protes, “Hei, siapa orang itu?  Ia tidak termasuk dalam komunitas kita.  Beraninya orang itu memakai nama Yesus secara ilegal!  Hanya kita yang diberikan copyright untuk mengusir setan dalam nama Yesus.  Ini tidak bisa dibiarkan.  Kita harus cegah orang itu.”  Saudara, para murid merasa harus menjaga kehormatan komunitas mereka.  Mereka tidak mengijinkan seorang yang bukan komunitas mereka, menggunakan nama Yesus secara ilegal.  Itulah sebabnya, para murid segera bertindak.  Mereka mencoba menghentikan orang itu.  Namun, rupanya mereka tidak berhasil.  Ketidakberhasilan mereka membuat Yohanes, salah satu murid yang dekat dengan Yesus, segera menghampiri Yesus.  Ia memberitahu Yesus apa yang baru saja terjadi, “Guru, kami lihat ada seorang yang bukan pengikut kita, mengusir setan demi nama-Mu.  Kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.” 
Saudara, coba perhatikan beberapa kata menarik yang ditekankan oleh Yohanes (ay 38), “Kami lihat…bukan pengikut kita…kami cegah…karena ia bukan pengikut kita.”  Berkali-kali Yohanes menekankan kata kami atau kita.  Ia membuat perbedaan yang jelas antara komunitas murid Yesus dengan orang itu.  Orang yang mengusir setan dalam nama Yesus itu bukan termasuk dalam komunitas murid Yesus, yang dipilih dan diberi kuasa oleh Yesus.  Yohanes memberikan alasan yang jelas kepada Yesus, mengapa ia dan para murid mencegah orang itu.  Saya pikir, saat itu Yohanes tentunya berharap bahwa Yesus akan membenarkan tindakan mereka.  Atau saya bayangkan, Yohanes mungkin berharap Yesus memuji mereka, “Yah, kalian memang murid-Ku yang sejati, yang menjaga kehormatan nama-Ku dan menjaga otoritas yang Kuberikan pada kalian.”
Namun saudara, Alkitab mencatat, Yesus justru melarang mereka mencegah orang itu.  Yesus malah menunjukkan sikap pro terhadap orang yang tak dikenal itu, yang bukan termasuk dalam komunitas murid Yesus.  Sebenarnya apa yang menjadi alasan Yesus?  Siapa sebenarnya orang itu di mata Yesus?  Saudara, untuk mengetahuinya, kita perlu mengkaitkan perikop ini dengan perikop sebelumnya.  Karena sebenarnya, dalam terjemahan asli, perikop ini diawali dengan kata ‘dan’, yang artinya, perikop ini terkait dengan perikop sebelumnya. 
Mari kita lihat ayat 33-37, di sana diceritakan bahwa, Yesus baru saja mengajar para murid tentang arti menjadi yang terbesar, dalam perspektif kerajaan Surga.  Yesus mengambil seorang anak kecil, meletakkannya di tengah dan memeluk anak itu.  Lalu Ia berkata, “Barangsiapa menyambut seorang anak dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.”  Saat itu, Yesus mengajar para murid tentang prinsip komunitas dalam kerajaan Allah.  Barangsiapa hendak menjadi yang terbesar, harus mau menyambut dan menerima yang terkecil, yang dianggap rendah, maupun yang baru bertumbuh imannya. 
Saudara, dari sini, saya meyakini bahwa sebenarnya alasan utama mengapa Yesus melarang para murid mencegah orang tak dikenal itu, karena Yesus melihat bahwa orang itu baru memiliki iman percaya kepada-Nya.  Memang, orang itu bukan termasuk dalam komunitas murid Yesus, yang punya relasi personal dengan Yesus.  Namun, beberapa ahli Alkitab meyakini, bahwa orang tersebut adalah orang yang baru percaya, yang sebelumnya terus-menerus mendengar tentang Yesus, sehingga iman percaya timbul dalam hatinya.  Orang itu percaya bahwa nama Yesus berkuasa untuk mengusir setan.  Jadi saudara, orang tersebut adalah orang yang baru percaya, yang imannya baru bertumbuh, yang seharusnya disambut dan diterima sebagai bagian dari komunitas pengikut Yesus.
Namun sayangnya, para murid tidak mengerti prinsip komunitas dalam kerajaan Allah.  Itu sebabnya, Yesus memberikan prinsip yang logis bagi para murid, agar mereka dapat memahami.  Prinsipnya, yaitu dengan melihat apa yang dilakukan oleh orang itu, apakah ia mengatakan yang jahat tentang Yesus, apakah ia jelas-jelas melakukan tindakan yang melawan Yesus.  Jika orang itu melakukan apa yang baik bagi kemuliaan Allah, maka ia adalah rekan, bukan lawan.  Dengan kata lain, Yesus mengajar para murid untuk menerima orang yang tak dikenal itu dan memandangnya sebagai rekan, di dalam satu komunitas kerajaan Allah. 
Saudara, prinsip komunitas dalam kerajaan Allah, yang Yesus ajarkan, tidak mudah dilakukan oleh orang percaya di sepanjang zaman.  Gereja mula-mula di Korintus juga tidak memahami prinsip tersebut.  Mereka terbagi dalam kelompok.  Ada yang menyebut diri mereka sebagai golongan Paulus, golongan Apolos, golongan Kefas, bahkan ada yang secara eksklusif, menyebut diri mereka sebagai golongan Kristus.  Mereka sama-sama orang yang percaya pada Kristus, namun karena perbedaan, mereka terpecah-pecah.  Pertanyaannya, adakah Kristus terbagi-bagi?
Sebelum Yesus disalib, Ia pernah berdoa kepada Bapa, bagi murid-murid-Nya dan juga bagi setiap orang yang percaya dalam nama-Nya (Yoh 17: 11, 20-21).  Ia berdoa demikian, ”Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita.”  Saudara, saya percaya bahwa Yesus sampai hari ini terus-menerus berdoa bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya.  Ia terus-menerus mendoakan satu hal ini, yaitu supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya menjadi satu, satu komunitas dalam kerajaan Allah, yang belajar menerima satu sama lain sebagai rekan, bukan lawan.
   
Ilustrasi
Saudara, ketika saya kuliah, saya pernah mendengar cerita tentang seorang mahasiswa Kristen, yang aktif melayani Tuhan, di sebuah gereja dengan denominasi tertentu.  Mahasiswa ini tidak suka dengan sebuah denominasi, yah anggap saja denominasi A.  Yang membuat mahasiswa ini tidak suka adalah doktrin dan cara ibadah dari gereja berdenominasi A.  Saking tidak sukanya, mahasiswa ini sengaja datang ke KKR seorang hamba Tuhan dari denominasi A.  Saudara tahu, apa yang dilakukan mahasiswa ini?  Ia berdoa agar KKR tersebut tidak berhasil.  Sungguh menyedihkan, bukan?  Seorang yang percaya pada Kristus, mendoakan yang buruk kepada sesama orang percaya, yang sama-sama melakukan pekerjaan Allah, yang seharusnya menjadi rekan, bukan lawan.  Mahasiswa ini belum mengerti tentang prinsip komunitas dalam kerajaan Allah.  Ia tidak mengerti kerinduan Kristus, yaitu agar setiap orang percaya, menjadi satu rekan, di dalam satu komunitas kerajaan Allah.

Aplikasi
Saudara, mari kita mengevaluasi relasi kita dengan saudara seiman.  Apakah dalam relasi tersebut, kita sudah mewujudkan kerinduan Kristus?  Lebih mudah bagi kita untuk berelasi dan menjadi satu dengan orang-orang yang memiliki banyak kesamaan dengan kita.  Lebih gampang bagi kita untuk mewujudkan kerinduan Kristus dalam komunitas kita sendiri.  Namun, bagaimanakah sikap kita terhadap mereka, saudara seiman yang berbeda dengan kita?  Entahkah itu, perbedaan dalam hal pengajaran doktrin, cara beribadah, pola pikir, atau apapun itu.  Apakah kita dapat memandang mereka sebagai rekan, dalam satu komunitas kerajaan Allah?  Atau mungkin, selama ini, kita malah memandang sesama saudara seiman sebagai lawan, bahkan mungkin, seringkali kita langsung menjudge mereka melakukan hal-hal yang sesat, mengelompokkan diri kita sebagai kelompok yang lebih superior dibanding mereka.   Saudara, bukankah kita satu di dalam Kristus?  Mari kita mengingat prinsip yang Yesus ajarkan, untuk melihat apakah seseorang berada di pihak kita atau tidak.  Selama orang itu tidak mengatakan yang jahat tentang Yesus, tidak jelas-jelas melakukan tindakan yang melawan Yesus, namun memberitakan Kristus dan melakukan apa yang baik bagi kemuliaan Allah, maka orang itu adalah rekan kita, orang itu ada di pihak kita.  Saudaraku, kiranya kita senantiasa memohon hikmat dan pertolongan Tuhan.  Biarlah di tengah perbedaan yang ada, kita selalu mengingat kerinduan Kristus, yaitu agar setiap orang percaya menjadi satu.  Marilah kita belajar menerima saudara seiman kita yang berbeda, dengan cara memandangnya sebagai rekan, bukan lawan.

Yang kedua saudara, dengan cara bagaimanakah kita menunjukkan penerimaan terhadap saudara seiman yang berbeda?
II.  Dengan Cara Menghargai Setiap Tindakan Iman yang Dilakukannya Demi Kristus. (ay 41)
Saudara, dunia memberikan penghargaan untuk tindakan yang wow, keren, dan yang heboh, yang dilakukan oleh seseorang.  Bagi orang-orang yang berhasil membuat dunia tercengang dengan kelebihan dan kehebatan mereka, wah mereka akan dihargai, bahkan nama mereka mungkin akan tercatat dalam Rekor Muri, seperti orang-orang ini (gambar orang-orang yang tercatat dalam Rekor Muri).  Namun, dunia seringkali tidak memandang orang-orang yang biasa saja, yang tidak punya sesuatu untuk dibanggakan, yang dianggap remeh dan rendah. Kecil kemungkinannya, dunia dapat menerima dan menghargai mereka.
Namun saudaraku, konsep penghargaan dalam komunitas kerajaan Allah tidak sama dengan konsep penghargaan di dunia.  Pada ayat 41, Yesus mengajarkan konsep penghargaan dalam kerajaan Allah kepada para murid-Nya.  Ia berkata demikian, ”Barangsiapa memberi kamu minum secangkir air, oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya.”
Saudara, apa istimewanya tindakan ”Memberi minum secangkir air”?  Tindakan memberi minum hanyalah tindakan yang remeh, hanya kebaikan yang paling mendasar dalam budaya Timur Kuno saat itu.  Tidak ada yang istimewa.  Namun dikatakan, Yesus menghargai, bahkan menjamin orang tersebut pasti akan mendapat upahnya. 
Saudara, bila kita memperhatikan ayat 41 dengan cermat, ada sebuah frasa penting yang tidak boleh diabaikan, yaitu frasa ’oleh karena kamu adalah pengikut Kristus’.  Jika frasa ini dihilangkan, maka maknanya akan menjadi berbeda.  Frasa ini menunjukkan dasar motivasi mengapa seseorang melakukan sesuatu.  Frasa ini mengandung pengertian yang lengkap bahwa, Tuhan Yesus memang menghargai tindakan iman seseorang, yang paling kecil dan sederhana, namun jika tindakan tersebut dilakukan dengan sebuah motivasi, yaitu demi Kristus.
Saudara, saat menyiapkan Firman Tuhan ini, ada sebuah pertanyaan dalam benak saya.  Mengapa sih kok Tuhan Yesus malah mengajar para murid tentang penghargaan terhadap tindakan paling sederhana, seperti memberi minum?  Apa hubungannya dengan larangan Yesus kepada para murid untuk tidak mencegah orang yang mengusir setan dalam nama-Nya?  Saudara, yuk, saya ajak kita berandai-andai.  Kalau seandainya, orang yang bukan komunitas murid Yesus itu tidak mengusir setan, tapi hanya memberikan air putih kepada para murid, apakah para murid akan protes?  Apakah mereka akan terganggu?  Saya pikir tidak.  Saya yakin, bahwa para murid tidak akan terganggu, jika orang itu hanya melakukan sesuatu yang sederhana, seperti memberikan minum.  Para murid tidak akan menghalangi-halangi orang itu.  Mengapa saudara?  Karena, saya duga, para murid saat itu mempunyai konsep yang keliru tentang siapa yang terbesar dalam kerajaan Allah.  Boleh dong kalau saya simpulkan demikian, karena sebelum perikop ini, para murid baru saja mempertengkarkan tentang siapa yang terbesar.  Saya yakin para murid sebenarnya tahu bahwa orang yang bukan komunitas mereka itu melakukan hal-hal yang besar bagi kerajaan Allah, yang ajaib dalam nama Yesus, melakukan mukjizat, yaitu mengusir setan.  Itulah yang membuat para murid terganggu.  Apalagi jika kita membaca perikop sebelumnya, yaitu dalam Markus 9:14-19,  di sana diceritakan para murid tidak berhasil mengusir roh jahat yang merasuki seorang anak.    
Saudara, Yesus mengerti apa yang ada dalam hati para murid-Nya.  Itu sebabnya Yesus mengajar para murid untuk melihat prinsip komunitas dalam kerajaan Allah.  Jika saya boleh membahasakan kembali apa yang dikatakan Yesus dalam bahasa saya, kira-kira Ia berkata demikian, ”Murid-Ku, seharusnya kalian tidak perlu terganggu, tidak perlu mencegah orang itu, karena ia melakukan hal-hal yang besar bagi kerajaan Allah, melakukan mukjizat dalam nama-Ku.  Dia adalah rekanmu, bukan lawan.  Terimalah dia sebagai satu komunitas dalam kerajaan Allah.”  Lalu, Yesus melanjutkan, ”Bahkan seandainya dia hanya melakukan hal yang sederhana, seperti memberikan air kepadamu, namun jika ia melakukan hal itu demi Aku, sebagai wujud imannya kepada-Ku, maka Aku pasti menghargainya.  Aku menjamin bahwa orang itu akan mendapatkan upahnya.”
Saudara, Tuhan ingin para murid belajar untuk tidak menghalang-halangi tindakan iman seseorang yang dilakukannya demi Kristus, entahkah itu tindakan iman yang sederhana atau pun yang besar.  Tuhan ingin para murid belajar menghargai tindakan iman orang lain, belajar memikirkan kepentingan kerajaan Allah, bukan kepentingan diri mereka sendiri.  Tuhan Yesus saja menghargai setiap tindakan iman seseorang, bahkan menjamin akan memberikan upah.  Bukankah seharusnya para murid juga berlaku demikian?  Namun sayangnya, ambisi para murid untuk menjadi yang terbesar dalam kerajaan Allah menghalangi pandangan mereka untuk melihat keluasan pekerjaan Allah.  Memang mereka memiliki keistimewaan, karena dipanggil secara khusus oleh Yesus.  Namun, untuk memajukan kerajaan Allah, Tuhan dapat memakai semua orang yang dikehendaki-Nya.  Tuhan menghargai pelayanan terkecil apapun yang dilakukan seseorang demi nama-Nya.  Tuhan tidak pernah menolak, atau menghina orang yang beriman kepada-Nya, yang rindu mencari dan mengenal Dia, yang ingin melakukan kehendak-Nya.
Saudara, jika saja para murid tahu betapa Tuhan Yesus pun menghargai mereka.  Tuhan Yesus membimbing dan mengajar para murid dengan sabar.  Ia tetap menerima para murid yang berkali-kali gagal untuk memahami prinsip komunitas dalam kerajaan Allah.  Bahkan, Yesus tetap memberi kesempatan bagi mereka untuk terus bertumbuh di dalam iman.  Jika kita melihat, setelah kejadian ini, para murid masih belum bisa melihat seseorang dari kacamata kerajaan Allah.  Mereka marah ketika ada orang yang membawa anak-anak kecil kepada Yesus.  Yesus berkata kepada mereka, ”Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang yang seperti merekalah yang empunya kerajaan Allah.”  Saudara, Yesus menghargai tindakan iman dari anak-anak ini, yang mau datang kepada-Nya.  Yesus menyambut mereka.  Bahkan, Yesus memeluk anak-anak itu dan memberkati mereka.
Tuhan Yesus rindu para murid juga belajar menyambut orang yang beriman kepada-Nya sebagai satu komunitas dalam kerajaan Allah, menghargai tindakan iman yang dilakukannya demi Kristus.  Ketika para murid berkali-kali gagal, Tuhan Yesus tetap menerima mereka, tidak menolak dan membuang mereka.  Malahan Yesus berdoa agar semua orang yang percaya kepada-Nya menjadi satu komunitas dalam kerajaan Allah.  Yesus rindu setiap orang percaya belajar menerima sesama orang percaya, dengan cara menghargai tindakan iman yang dilakukannya demi Kristus. 

Ilustrasi
Saudara, pada saat mama saya sedang mengandung anak ke-4, saya sangat berharap mendapat adik laki-laki.  Saat itu, saya masih berumur kira-kira 5 tahun.  Saya pernah dengar di Sekolah Minggu, kata seorang guru, ”Kalau kita ingin sesuatu, kita harus berdoa kepada Tuhan, dan percaya bahwa Tuhan pasti mengabulkan doa kita.”  Wah, sejak saat itu, saya mulai berdoa kepada Tuhan.  Doa seorang anak kecil yang sangat sederhana.  Saya berdoa demikian, ”Tuhan, aku mau adik laki-laki.  Aku percaya Tuhan pasti bisa memberiku adik laki-laki. Amin”  Saya masih ingat, saat itu setiap malam, sebelum tidur, saya selalu berlutut di dekat ranjang untuk berdoa.  Saya meniru posisi doa, persis seperti gambar anak berdoa yang saya sering lihat di Sekolah Minggu.  Saat itu, saya bukan berdoa untuk tidur, tapi berdoa minta adik laki-laki.  Saya selalu mengulang doa yang sama, dari malam ke malam. 
Mama saya sampai heran, karena memang sebelumnya saya tidak pernah berdoa.  Suatu kali, mama saya bertanya kepada saya, ”Apa sih yang kamu doakan?”  Saya pun memberitahu isi doa yang selama ini saya doakan setiap malam.  Saya melihat mama saya tersenyum, sambil berkata, ”Teruslah berdoa, anakku.”  Saudara, saya bersyukur, di dalam keterbatasan pengenalan saya akan Tuhan saat itu, mama saya tidak menghalang-halangi saya untuk berdoa kepada Tuhan.  Saya bersyukur mama saya tidak bilang begini, ”Anakku, jangan berdoa seperti itu.  Jangan mengatur Tuhan.  Kamu harus menerima apa pun yang Tuhan berikan, entah itu adik laki-laki atau perempuan.”  Saya bersyukur mama saya tidak bilang begitu, saudara.  Saya bersyukur karena justru dengan membiarkan saya berdoa seperti itu, saya mendapatkan pengalaman bertumbuh dalam iman.  Mama saya menunjukkan penghargaan terhadap tindakan iman dari seorang anak kecil, yang masih terbatas dalam pengetahuan dan pengenalan akan Tuhan.  Saudara tahu, Tuhan pun menghargai tindakan iman saya saat itu.  Ia menjawab doa seorang anak kecil yang sederhana.  Tuhan benar-benar memberi seorang adik laki-laki kepada saya.  Betapa saat itu, saya sangat bersukacita.  Saya mengalami sendiri bahwa Tuhan itu ada dan hidup.  Rasanya saat itu, saya ingin memberitahu semua temanku, ”Hei, teman...Tuhan itu hidup.  Dia sungguh mendengar doaku.”  Momen itu menjadi momen yang berkesan dalam hidup saya, momen pertama dimana saya merasakan bahwa Tuhan itu nyata.

Aplikasi
Saudara, tingkat pengenalan seseorang akan Tuhan tentu berbeda-beda.  Ada yang baru percaya, ada yang sudah bertahun-tahun percaya, atau ada yang sedang dalam proses untuk percaya.  Tentunya orang yang baru percaya akan menunjukkan tindakan iman yang sederhana, sesuai dengan pengenalannya akan Tuhan yang belum lama.  Berbeda dengan, orang yang telah lama percaya, yang seharusnya menunjukkan tindakan iman yang lebih dewasa, karena telah mengenal Tuhan lebih lama.  Kita harus memahami perbedaan ini.  Sekalipun sama-sama percaya kepada Kristus, namun setiap kita punya tingkat pengenalan akan Tuhan yang berbeda-beda.  Jika kita memahami hal ini, kita akan belajar untuk menerima saudara seiman kita yang berbeda.  Kita akan belajar untuk memberikan kesempatan agar iman orang lain bertumbuh.  Kita tidak akan menghalang-halangi tindakan iman yang dilakukannya demi Kristus.  Kita tidak akan dengan mudahnya menjudge tindakan saudara seiman kita terlalu cepat, dengan berkata, ”Ini salah.  Yang benar seperti ini.”  Sebaliknya, kita akan belajar melihat saudara seiman kita dari kacamata kerajaan Allah.  Apakah ia melakukan tindakan iman itu bagi Kristus?  Jika ya, maka kita harus belajar menghargainya, karena Allah pun juga menghargainya.  Mungkin kita bertanya, bagaimana cara kita mengetahui, apakah seseorang melakukan suatu tindakan demi Kristus atau tidak?  Memang sulit bagi kita untuk mengetahuinya, karena hanya Allah yang dapat melihat, apakah seseorang melakukan suatu tindakan demi Dia atau bukan.  Namun, justru karena kita tidak mengerti, maka kita tidak boleh sembarangan menilai seseorang.  Ketika kita melihat saudara seiman kita melakukan tindakan iman yang kita lihat kurang tepat, jangan terlalu cepat menilai dia begini dan seharusnya begitu.  Jangan melakukan sesuatu yang menghalangi pertumbuhan imannya.  Sebaliknya, sebagai saudara seiman, kita harus menerimanya, bahkan berdoa baginya, agar imannya bertumbuh, agar ia makin mengenal Kristus dengan sempurna.  Kita harus membimbing dia dengan sabar.  Berikan kesempatan agar imannya bertumbuh.  Hargai setiap tindakan iman yang dilakukannya demi Kristus, sekecil apapun itu.  Lihatlah dia dari perspektif komunitas kerajaan Allah.

Penutup
Saudara, di dalam keberbedaan yang ada, Tuhan menghendaki saudara dan saya untuk belajar menerima saudara seiman sebagai satu komunitas dalam kerajaan Allah. 
Marilah kita belajar memandang saudara seiman kita sebagai rekan, bukan lawan.  Hargai setiap tindakan iman yang dilakukannya demi Kristus.  Terimalah saudara seiman kita sebagai satu komunitas dalam kerajaan Allah.
Jika kita melakukannya, maka kita akan melihat doa dan kerinduan Kristus terwujud, yaitu setiap orang yang percaya kepada-Nya menjadi satu dalam tubuh Kristus, satu komunitas dalam kerajaan Allah.  Oh, sungguh betapa indahnya bila hal itu terjadi.  Kiranya Tuhan menolong setiap kita untuk mewujudkan kerinduan Kristus ini. 

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar