17 Mei 2011

Khotbah 1 Samuel 18:1-4

Persahabatan Sejati di dalam Tuhan

Oleh Sepridel H.T.



Pendahuluan
          Ada dua orang pria yang bersahabat.  Mereka bernama Albert Durer dan Hans.  Mereka ingin sekali masuk ke sekolah seni lukis dan pahat.  Masalahnya, mereka tidak mempunyai uang.  Kemudian Hans mempunyai ide untuk mengatasi masalah tersebut.  Hans akan bekerja untuk membiayai kuliah Albert.  Nanti setelah Albert lulus dan menjadi pelukis, maka Albert yang akan membiayai kuliah Hans.  Hans bekerja sebagai kuli bangunan.  Lalu Albert masuk ke sekolah seni lukis dan pahat.  Tahun demi tahun pun berlalu.  Akhirnya Albert lulus dari sekolahnya.  Dengan penuh semangat, ia pergi ke rumah Hans.
          Ketika tiba di rumah Hans, ia mengetuk pintu berulangkali, namun tidak ada jawabannya.  Lalu Albert mengintip dari jendela.  Apa yang dilihatnya?  Ternyata Hans sedang berlutut.  Kedua belah tangan sahabatnya itu mengarah ke atas.  Hans sedang berdoa sambil menangis: “Oh Tuhan, tanganku ini.  Tanganku sudah menjadi kaku dan kasar.  Tanganku sudah tidak bisa dipakai untuk melukis.  Biarlah Albert saja yang menjadi pelukis.”  Ternyata pekerjaan Hans sebagai seorang kuli bangunan telah membuat tangannya menjadi kaku dan kasar.  Ia tidak mungkin menjadi pelukis lagi.  Apa yang dilakukan Hans ini tentunya tidak bisa dilupakan Albert seumur hidupnya.  Itulah sebabnya, Albert mengabadikan kasih dan pengorbanan sahabatnya ini dengan membuat suatu lukisan yang diberi nama “Tangan Berdoa” atau Praying Hand yang sangat terkenal itu.
          Saudara-saudara, tentunya kita ingin memiliki sahabat seperti Hans.  Seorang sahabat yang penuh kasih dan rela berkorban bagi kita.  Mungkin kita juga ingin supaya kita menjadi sahabat yang terbaik bagi sahabat kita.  Persahabatan antara Albert dan Hans adalah satu dari sekian banyak contoh persahabatan sejati yang kita dambakan.  Namun, bagaimana caranya agar persahabatan ini dapat kita miliki?  Persahabatan sejati membutuhkan dasar yang kokoh.  Itulah sebabnya, kita perlu tahu bahwa persahabatan sejati dalam hidup orang percaya adalah persahabatan yang berdasarkan kasih dan kesetiaan.  Saudara-saudara, perikop yang baru saja kita baca ini juga merupakan kisah persahabatan sejati dalam Alkitab.  Mari kita melihat dasar persahabatan Daud dan Yonatan.

I. Kasih (ay 1-2)
Penjelasan
          Saudara, pada umumnya orang bersahabat karena ada kesamaan hobi, minat, sifat, suku, status sosial, tujuan, atau karena saling menguntungkan, dan lain sebagainya.  Hal ini tidaklah salah.  Namun, hal ini tidak boleh dijadikan dasar utama dari sebuah persahabatan.  Persahabatan Daud dan Yonatan tidaklah dibangun di atas dasar yang rapuh ini.
Setelah Daud mengalahkan Goliat, ia dibawa oleh Abner untuk menghadap Saul.  Daud berbicara dengan Saul tentang pertarungannya melawan Goliat.  Yonatan tampaknya juga hadir mendengarkan cerita Daud.  Yonatan tentunya sangat kagum dengan iman Daud.  Kemudian berpadulah jiwa Yonatan dengan jiwa Daud.  Kata “berpadulah” berasal dari bahasa Ibrani niqserah yang berarti “melekat erat kepada sesuatu atau seseorang.”  Kata ini juga yang dipakai untuk menunjukkan kasih Yakub yang sangat mendalam terhadap Benyamin (Kej.44:30).  Sedangkan kata “jiwa” merupakan terjemahan dari bahasa Ibrani nepes, yang berarti bagian terdalam dalam diri seseorang.  Dengan demikian, berpadu jiwa di sini dapat diartikan sebagai adanya ikatan yang sangat kuat antara jiwa atau roh Yonatan dan Daud seperti seorang saudara.
Tidak cukup sampai di situ, Yonatan juga mengasihi Daud seperti jiwanya sendiri.  Kata “mengasihi” ini berasal dari bahasa Ibrani ahav.  Kata ahav biasanya dipakai untuk menggambarkan kasih serta kemurahan Allah dalam hubungan perjanjian dengan umat-Nya.  Selain itu, kata ini juga dipakai untuk menunjukkan kasih yang mendalam dari orangtua kepada anaknya, misalnya kasih Abraham kepada Ishak dan kasih Yakub kepada Yusuf (Kej. 22:2, 37:3).  Dengan demikian, kasih Yonatan kepada Daud adalah kasih persaudaraan.  Kasih ini timbul karena adanya kualitas iman dalam diri Daud yang dilihat oleh Yonatan.  Baik Daud maupun Yonatan, mereka adalah adalah orang-orang yang mengasihi Allah.  Kasih Allah dalam diri mereka inilah yang menyatukan hati mereka.
Saudara-saudara, kita melihat bahwa betapa dalamnya kualitas kasih antara Daud dan Yonatan.  Namun demikian, ada orang yang menyalahartikan kedalaman kasih ini.  Seorang penafsir yang bernama Tom Horner, mengatakan bahwa kasih antara Daud dan Yonatan ini menunjukkan relasi homoseksual.  Namun, sebenarnya kata ahav tidak pernah dipakai untuk mengekspresikan keinginan atau aktifitas homoseksual.  Dalam Perjanjian Lama, biasanya memakai kata yada (“to know”) dalam pengertian hubungan seksual (Kej. 19:5, Hak. 19:22) dan kata yada ini tidak pernah dipakai dalam relasi antara Daud dan Yonatan.  Dengan demikian, kasih antara Yonatan dan Daud ini adalah murni kasih persahabatan yang mendalam.  
Saudara-saudara, ternyata setelah Daud mengalahkan Goliat, Saul menahan dia di istana.  Ini berarti bahwa sejak saat itu Daud mempunyai tempat dan posisi khusus di istana sehingga ia tinggal di situ.  Dalam pasal 16:21, dikatakan bahwa Saul sangat “mengasihi” Daud.  Saul tetap mengasihi Daud sampai sebelum ia mulai merasa iri hati dan takut kalau jabatan raja akan jatuh ke tangan Daud (ay.8).  Inilah perbedaan antara Yonatan dengan Saul.  Yonatan mengasihi Daud walaupun dia tahu bahwa Daud kelak akan menjadi raja Israel.  Padahal, Yonatan punya alasan yang kuat untuk membenci Daud karena kehadiran Daud membahayakan posisi Yonatan sebagai putra mahkota.  Namun, yang terjadi justru Saul yang merasa terancam dengan kehadiran Daud.  KalauYonatan mengasihi Daud seumur hidupnya, Saul justru membenci Daud seumur hidupnya.  Kasih Yonatan ini terbukti dengan berbagai usaha yang ia lakukan untuk melindungi Daud dari rencana ayahnya untuk membunuh Daud (1 Sam. 19-20).  Daud juga menyatakan bahwa kasih Yonatan lebih baik daripada kasih seorang perempuan.  Dia juga menyebut Yonatan sebagai saudara laki-lakinya ketika ia meratapi kematian Yonatan (2 Sam. 1:26).
Saudara-saudara, dalam Amsal 17:17 dikatakan bahwa “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.”  Ayat ini mau mengatakan bahwa sahabat sejati adalah seseorang yang terus-menerus mengasihi sahabatnya dan menjadi orang terdekat yang mendukung ketika mengalami kesusahan.  
Saudara-saudara, Yesus juga mengatakan bahwa tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.  Ia juga menyebut kita adalah sahabat-sahabat-Nya (Yoh. 15:13-14).  Oleh karena Kasih-Nya yang begitu besar bagi kita, Yesus rela mati di kayu salib.  Bahkan, Yesus mengasihi kita sampai selama-lamanya.  Kasih Allah yang ada di dalam diri setiap orang percaya yang akan menyatukan ikatan persahabatan.  Inilah dasar yang kokoh dalam sebuah persahabatan.

Ilustrasi
          John dan Andy bersahabat sejak kecil.  Saat mereka remaja, pecahlah perang dunia kedua.  Mereka berdua harus ikut wajib militer.  Mereka ditugaskan di garis depan medan perang.  Pada suatu pagi yang berkabut, kapten mereka memimpin mereka untuk menyerang markas musuh.  Namun, sinar matahari telah menghapus kabut itu sebelum mereka sampai di dekat markas musuh.  Mereka pun langsung terlihat oleh musuh.  Musuh segera menembak mereka secara membabi buta.  Mereka kemudian berusaha lari menyelamatkan diri, termasuk John dan Andy.  Sesampainya di markas, ternyata John tidak ada.  Andy segera meminta ijin kepada kaptennya untuk mencari Andy di daerah musuh.  Tentu saja kapten itu menolak karena itu sangat berbahaya.  Bisa jadi John juga telah meninggal.  Namun, Andy tidak menghiraukan larangan kaptennya.  Ia pergi mencari John.
          Setengah jam kemudian Andy kembali dengan berlumuran darah.  Sang kapten pun marah besar dan berkata: “Apa kubilang, John sudah mati dan kau pun tertembak.  Sungguh sia-sia”  Andy berkata: “Tidak sia-sia, karena aku mendengar kata-kata terakhirnya”  Karena penasaran, sang kapten bertanya lagi” “Memangnya apa yang ia katakan sampai kau rela mempertaruhkan nyawamu?”  John berkata: “Saya tahu kau pasti akan kembali mencariku, aku mengasihimu sahabatku”  Dia mengatakannya sambil tersenyum puas.  Oleh karena kasihnya kepada John, Andy rela mempertaruhkan nyawanya untuk mencari sahabatnya ini.  Memang usaha Andy ini tampaknya sia-sia karena Andy tertembak dan John meninggal.  Namun, sebenarnya hal ini tidak sia-sia karena sampai akhir hidupnya, John melihat bahwa Andy, sahabatnya ini tetap mengasihi dia.

Aplikasi
          Saudara-saudara, apakah kasih yang murni ini telah menjadi dasar dari persahabatan kita?  Kualitas kasih ini akan terlihat melalui tindakan kita.  Kasih ini yang bisa membuat kita memaafkan sahabat kita ketika dia menyakiti hati kita, bersukacita ketika dia berbahagia, menangis ketika dia menangis, kagum dan bangga dengan prestasi atau kesuksesannya tanpa membuat kita iri hati, menerima kelemahannya, memberi semangat ketika dia lemah, mendorong dia untuk terus bertumbuh dalam Tuhan, rela memberikan waktu untuk mendengarkan keluhan-keluhannya, memberikan tenaga ketika ia butuhkan, bahkan memberikan uang kita ketika ia mengalami kesulitan keuangan.  Kasih jugalah yang membuat kita berani menegur sahabat kita ketika ia melakukan kesalahan!  Janganlah kita bersahabat demi memperoleh keuntungan pribadi!
Saudara-saudara, lalu apa dasar selanjutnya dari suatu persahabatan?

II. Kesetiaan (ay 3-4)
Penjelasan
          Saudara, Les & Leslie Parrot dalam bukunya yang berjudul Relationships memaparkan hasil survei tentang sifat yang paling dihargai orang dalam sebuah persahabatan.  Hasil survey ini cukup mengejutkan.  Ternyata, kesetiaan menempati posisi paling atas.  Kalau kesetiaan itu tidak ada lagi, maka yang ada hanyalah pengkhianatan!  Kesetiaan ini juga yang kita lihat dalam persahabatan Daud dan Yonatan.
Yonatan sendiri yang berinisiatif mengikat perjanjian dengan Daud karena kasihnya kepada Daud.  Mereka mengikat janji persahabatan di hadapan Allah. (1 Sam. 20:23, 42).  Perjanjian ini menjadi tanda kesetiaan dalam persahabatan mereka.
Seperti Abraham yang memberikan binatang kepada Abimelekh (Kej. 21:27 dst) sebagai tanda kesetiaannya, demikian pula Yonatan memberikan sesuatu kepada Daud.  Ketika Yonatan memberikan jubah, baju perang, pedang, panah, dan ikat pinggangnya, ini menunjukkan bahwa secara resmi ia dengan rela hati menyerahkan hak takhtanya kepada Daud.  Di sisi lain, di dalam Alkitab, ada beberapa bagian yang menggambarkan bahwa perpindahan jubah adalah tanda perpindahan otoritas.  Misalnya: pakaian Harun kepada anaknya, yaitu Eleazar (Bil. 20:24-28) atau jubah Elia kepada Elisa (1 Raj. 19:19-21)  Dengan kata lain, Yonatan menyadari bahwa Daud adalah raja yang diurapi oleh Allah untuk menggantikan Saul.  Yonatan tidak merasa tersaingi oleh Daud karena ia tahu bahwa Allah sendiri yang telah memilih Daud sebagai raja.
Lebih jauh lagi, kesetiaan persahabatan mereka sungguh terbukti.  Yonatan berusaha menolong Daud dari rencana pembunuhan yang dirancangkan Saul (1 Sam. 19-20).  Bahkan Yonatan hampir di bunuh oleh Saul karena ia membela Daud.  Nantinya, karena janji persahabatan inilah, Daud memberikan tanah Saul kepada Mefiboset, anak Yonatan yang cacat kakinya dan Daud membiarkan dia hidup sebagai anak raja serta lolos dari tragedi yang menimpa keluarga Saul (2 Sam. 9; 21:7).  Daud terus setia pada janji persahabatan mereka walaupun Yonatan telah mati.  Dengan demikian, baik Yonatan maupun Daud sama-sama menunjukkan kesetiaan yang tak lekang oleh tantangan maupun waktu.
Saudara-saudara, Edgar De Witt Jones mengatakan: “Sahabat adalah seseorang yang tetap ada bersama kita ketika semua orang pergi meninggalkan kita.”  Hal ini menunjukkan bahwa sahabat sejati adalah seseorang yang terus setia bersama kita dalam keadaan apapun.  Sahabat tidak meninggalkan kita saat kita susah, gagal atau jatuh.  Kalau ada sahabat yang pergi meninggalkan kita saat kita susah, itu berarti bahwa ia bukanlah sahabat sejati kita.
          Saudara-saudara, Yesus adalah sahabat kita yang setia.  Bahkan ketika kita tidak setia kepada-Nya, Ia tetap setia (2 Tim. 2: 13).  Dia tidak pernah meninggalkan kita.  Dia selalu menyertai kita.  Kesetiaan menjadi dasar yang kokoh dalam sebuah persahabatan.  Kesetiaan ini akan teruji ketika ada kesulitan atau tantangan.
Ilustrasi
          Saudara-saudara, Dean Acheson adalah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat pada masa pemerintahan Presiden Harry Truman.  Acheson membuat kegemparan di Amerika Serikat ketika ia mengunjungi sahabatnya Alger Hiss di penjara.  Hiss adalah seorang pengkhianat yang dijatuhi hukuman penjara.  Apa yang dilakukan Acheson ini dinilai bisa membahayakan posisinya.  Namun, ketika para politisi menyalahkan Acheson di depan umum, Acheson hanya berkata: “Seorang sahabat tidak meninggalkan sahabatnya hanya karena ia berada di penjara.”  Sahabat yang setia tidak meninggalkan sahabatnya yang jatuh atau gagal.  Ia tetap mendukung sahabatnya meskipun ia mungkin dikritik oleh banyak orang atau tindakannya itu bisa membahayakan karir politiknya.

Aplikasi
          Saudara, bagaimana dengan persahabatan kita?  Apakah kita setia menemani sahabat kita ketika ia gagal atau tertekan?  Ataukah kita malu mengakui dia sebagai sahabat kita lalu meninggalkan dia?  Ketika sahabat kita sedih karena nilai ujiannya jelek, kita bisa menguatkannya dengan tepukan lembut di pundaknya supaya dia merasakan bahwa kita tetap mendukung dia.  Ketika sahabat kita melakukan kesalahan sehingga ia di cela oleh banyak orang, mungkin kita bisa terus berada di sisinya untuk menolong dia menyelesaikan masalah itu.  Ketika sahabat kita jatuh dalam dosa, kita bisa menegur dia dan terus mendorong dia untuk bangkit dan bertumbuh di dalam Kristus.  Kesetiaan kita bukan teruji ketika kondisi baik-baik saja, tetapi ketika salah satu diantaranya mengalami kesulitan atau kegagalan.  Sahabat sejati akan tetap setia berada bersama kita dalam kondisi apapun. 

Penutup
          Dasar dari persahabatan sejati adalah kasih dan kesetiaan.  Hal ini bisa terwujud jika kedua orang yang bersahabat ini sama-sama mengasihi Tuhan sehingga kasih Tuhan inilah yang menyatukan persahabatan mereka.  Lebih jauh lagi, Yesus adalah sahabat sejati kita.  Kasih dan kesetiaan-Nya terbukti dalam hidup kita.  Selain itu, Ia juga mau supaya kita menjadi seorang sahabat sejati bagi sahabat kita.  Hal ini berati bahwa kasih dan kesetiaan yang menjadi dasar persahabatan itu bukan sekedar diucapkan.  Namun, semua itu harus nampak dalam setiap tindakan kita bahkan hal tersebut teruji ketika masing-masing mengalami kesulitan atau kegagalan.  Hal ini tidak mudah, karena itu berarti kita harus membuang egoisme kita.  Namun, Ia menantang saudara dan saya untuk belajar dari Dia.  Jika kita mau belajar, maka Roh Kudus akan menolong kita sehingga kita boleh menjadi sahabat sejati bagi sahabat kita. 

Amin.

1 komentar: