Oleh Titus
Pendahuluan
Saudara-saudara, saya yakin bahwa kita tahu semboyan yang satu ini: “Bhinneka Tunggal Ika.” Tentu semua masih ingat artinya: Berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Para bapak bangsa, ketika menelurkan semboyan ini, tentu tahu betul bahwa bangsa Indonesia memiliki keragaman suku, bahasa, budaya, agama, dll. Meskipun demikian, ada cita-cita dalam diri mereka agar bangsa ini menjadi bangsa Indonesia yang bersatu.
Namun kalau kita melihat keadaan saat ini, bisakah dikatakan bahwa bangsa Indonesia sudah bersatu? Dahulu para pejuang kemerdekaan bahu-membahu mengusir penjajah, tetapi generasi sekarang ini justru sering bahu-membahu untuk menyerang kelompok lain yang tidak sepaham, meskipun sama-sama saudara sebangsa. Jika demikian, di manakah semangat untuk bersatu? Semangat untuk bersatu seolah-olah hanya menjadi kata-kata yang tercetak dalam dokumen yang telah usang dan lapuk dimakan usia; terasa kuno dan tidak relevan.
Ketika saudara mendengar ini, mungkin ada yang berpikir, “Ah, itu bukan urusan saya. Urusan saya adalah jemaat-jemaat yang saya layani. Persatuan dan kesatuan bangsa adalah urusan pemerintah.” Tetapi jika kita renungkan lebih dalam, sesungguhnya keadaan gereja seringkali tidak berbeda dengan keadaan bangsa ini. Kita sering menjumpai jemaat Tuhan yang terpecah belah akibat berbagai macam perselisihan, padahal semua orang percaya sudah dipersatukan dalam satu tubuh Kristus. Jika demikian, di manakah kesatuan itu? Mengapa perpecahan itu sampai terjadi?
Saudara-saudara, Firman Tuhan yang kita baca mengajarkan bahwa bahwa sebagai orang percaya yang merupakan satu tubuh Kristus, hendaknya kita memelihara kesatuan tersebut. Firman Tuhan mengajarkan bagaimana orang percaya dapat memelihara kesatuan tersebut.
I. Kesatuan tubuh Kristus dapat dipelihara jika orang percaya seia sekata dan sehati sepikir (ay. 10-11)
Penjelasan
Dalam perikop sebelumnya (ay. 5-6) dikatakan bahwa jemaat Korintus adalah jemaat yang kaya dalam segala hal, baik dalam perkataan maupun pengetahuan (ay. 5). Di ayat 7 dikatakan: “Demikianlah kamu tidak kekurangan satu karuniapun...” dan Paulus sangat mengucap syukur akan semua ini (ay. 4). Sayangnya, di dalam segala kelebihan yang dimiliki oleh jemaat Korintus, ada borok yang jika dibiarkan dapat menjadi infeksi yang menyebar dan membahayakan kesatuan tubuh Kristus, yakni perpecahan.
Saudara-saudara, di ayat 7 Paulus memberikan nasihat kepada jemaat Korintus dengan memakai bentuk paralelisme antitesis. Paulus memakai frasa-frasa “seia sekata” (a)—“jangan ada perpecahan” (b)—“erat bersatu” (b’)—“sehati sepikir” (a’). Dengan bentuk demikian, kita tahu bahwa Paulus menghendaki supaya jemaat Korintus dapat bersatu dan tidak terpecah dengan cara seia sekata dan sehati sepikir.
Untuk memelihara kesatuan tubuh Kristus, rasul Paulus di dalam nama Yesus Kristus menasihatkan dengan tegas agar jemaat seia sekata dan sehati sepikir (Baca ayat 10). Perhatikanlah bahwa nasihat ini disampaikan dengan sungguh-sungguh! Paulus tidak meminta jemaat seia sekata hanya untuk menghormati dia, melainkan karena Kristus. “Seia sekata” yang dimaksudkan Paulus adalah kesatuan jemaat dalam pemberitaan dan pengajaran Injil yang murni, yaitu Injil yang tidak terkontaminasi oleh hikmat manusia (2:1-5). Selanjutnya, Paulus menggunakan frasa “sehati sepikir” dengan maksud agar jemaat Korintus memiliki kesatuan dalam mind-set mereka bahwa karunia-karunia berbeda yang dimiliki harus dipakai untuk saling melengkapi sebagai sesama anggota tubuh Kristus.
Namun saudara, bukan hanya perbedaan karunia saja yang mengancam kesatuan tubuh Kristus di Korintus, tetapi juga perselisihan tajam di antara kelompok-kelompok yang ada. Hal ini dilaporkan oleh anggota keluarga Kloe, yang dikenal oleh jemaat Korintus. Berdasarkan laporan tersebut, tampaknya perselisihan antar kelompok sudah tidak wajar lagi. Pemicu utamanya adalah tidak adanya sikap yang “seia sekata” dan “sehati sepikir.” Akibatnya terjadi perselisihan di dalam pengajaran (ps. 1-4), percabulan (ps. 5-6), masalah dalam pernikahan (ps. 7), perdebatan tentang makan persembahan berhala (ps. 8), penyimpangan dalam Perjamuan Kasih dan Perjamuan Kudus (ps. 11), kekurangan kasih (ps. 13), ketidaktertiban dalam ibadah (ps. 14), bahkan keraguan akan kebangkitan Kristus (ps. 15). Bagian pembuka yang sederhana ini Paulus tuliskan untuk meneropong panorama kitab 1 Korintus secara utuh dan menunjukkan bahwa jemaat ini sedang dalam masa kritis dan harus segera diobati. Karena itu, dengan yakin Paulus menasihatkan bahwa kalau saja setiap orang percaya dapat seia sekata dan sehati sepikir, maka kesatuan tubuh Kristus sudah pasti akan tetap terpelihara.
Ilustrasi
Saudara-saudara, gambaran setiap orang percaya yang seia sekata dan sehati sepikir dapat dibandingkan dengan penampilan sebuah orkestra. Gesekan dawai biola dipadukan dengan tiupan saxophone, petikan harpa, pukulan drum, dan ditambah dengan choir nan merdu, yang semuanya dipadukan menjadi sebuah harmoni yang begitu indah di bawah komando sang conductor. Hasilnya adalah alunan musik dan lirik yang sangat mengagumkan. That’s amazing. Inilah kesatuan itu, yaitu harmoni. Dari perbedaan peran masing-masing pihak, tercipta sebuah harmoni yang indah. Jika masing-masing pihak bermain semaunya sendiri, hasilnya tidak akan indah, tetapi kacau. Di sinilah ada kesatuan di dalam keragaman: unity in diversity.
Aplikasi
Saudara-saudara, sebuah orkestra dapat menjadi gambaran dari tubuh Kristus. Setiap bagiannya memiliki peran, karunia, dan keunikan masing-masing. Allah memang menciptakan kita berbeda dan unik satu sama lain, dengan berbagai macam latar belakang budaya, karunia, talenta, karakter, kepribadian, dan minat. Tentunya Allah tidak menghendaki perbedaan yang ada membuat kita terpecah belah, tetapi supaya kita dapat menciptakan kesatuan untuk kemuliaan-Nya. Dapat dikatakan bahwa kita adalah bagian dari orkestra agung yang Allah ciptakan sehingga dengan perbedaan itu, kita seharusnya menciptakan sebuah harmoni yang indah di bawah arahan sang Conductor Agung kita, yaitu Yesus Kristus.
II. Kesatuan tubuh Kristus dapat dipelihara jika orang percaya tidak terjebak dalam semangat favoritisme (ay. 12-17)
Penjelasan
Saudara-saudara, orang Korintus pada umumnya sangat bangga akan kemampuan intelektual yang mereka miliki. Kalau kita perhatikan 1Kor. 1:18 dan seterusnya, maka kita akan melihat bahwa semakin tinggi kemampuan intelektual seseorang, dia akan semakin dihargai oleh masyarakat. Kalau saja kejadiannya di zaman sekarang, mungkin orang akan datang berbondong-bondong untuk mendengarkan orang tersebut berbicara. Bahkan, tidak sedikit di antara mereka yang mungkin rela merogoh kocek lebih dalam hanya untuk selembar tiket yang dijual para calo tiket. Pemberitaan media pun akan menambah semarak dari penyelenggaran ceramah tersebut. Akan ada banyak stasiun TV yang berlomba-lomba untuk mendapatkan hak tayang ceramah tersebut secara live. Orang-orang “pintar” tersebut tentu akan menjadi magnet yang memiliki daya tarik yang luar biasa bagi orang-orang Korintus pada masa itu karena memang itulah yang menjadi kesukaan dan hiburan mereka.
Dengan latar belakang budaya masyarakat yang demikian itu, hampir dapat dipastikan bahwa jemaat Korintus adalah jemaat yang memiliki kebudayaan yang tinggi dan kritis. Dapat dipastikan juga bahwa telinga mereka tidak hanya terbiasa untuk mendengarkan khotbah-khotbah mingguan, tetapi juga ceramah-ceramah dari filsuf-filsuf tersebut. Dan sama seperti kebanyakan orang di Korintus, para jemaat pun nge-fans berat kepada pemimpin-pemimpin gereja yang memberi kesan khusus bagi mereka. Sikap itulah yang akhirnya menimbulkan penggolongan-penggolongan dalam jemaat Korintus, tetapi penggolongan seperti inilah yang dilihat Paulus sebagai benih perpecahan jemaat. Mari kita lihat sejenak penggolongan itu.
Golongan pertama menyebut diri mereka Paulmania. Mereka ini adalah supporter fanatik Paulus, yakni orang yang mendirikan jemaat Korintus dan menjadi bapa rohani mereka. Sebagian besar member dari kelompok ini adalah orang-orang non-Yahudi yang terkesan dengan khotbah Paulus tentang kebebasan Kristiani dan berakhirnya hukum Taurat. Kelompok ini berusaha untuk mengubah kebebasan menjadi lisensi dan menggunakan kekristenan mereka yang baru sebagai sebuah alasan untuk bertindak sesuka hati. Mereka lupa bahwa mereka diselamatkan bukan supaya mereka merdeka untuk berbuat dosa, melainkan supaya merdeka untuk tidak berbuat dosa. Mereka mungkin adalah kelompok yang melakukan percabulan dan memakan persembahan kepada berhala.
Golongan kedua menyebut diri mereka AU (Apolos United). Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang memiliki intelektual yang cukup tinggi dan menyukai hal-hal yang berbau filsafat. Mereka sangat suka kalau Injil itu dibumbui dengan pemikiran-pemikiran filsafat terkenal. Mereka kagum akan kemampuan berkhotbah dan retorika dari seorang Apolos. Mereka mengatakan bahwa Apolos-lah yang berperan penting dalam pertumbuhan jemaat Korintus karena dia yang mengajar dan membuat jemaat menjadi tumbuh berkembang sampai sebesar ini. Mereka mungkin adalah kelompok yang melakukan penyimpangan terhadap perjamuan Kudus dan melanggar ketertiban dalam ibadah.
Yang ketiga adalah mereka yang tergabung dalam PC (Peter’s Community). Anggotanya kebanyakan adalah orang-orang Yahudi. Mereka suka dengan ajaran yang mengatakan bahwa orang percaya harus tetap patuh kepada hukum Taurat. Mereka adalah kaum legalis yang mengagung-agungkan hukum, namun sekaligus meremehkan karunia dan yang menganggap bahwa pemberitaan tentang salib adalah sebuah kebodohan.
Dan yang terakhir adalah mereka yang menamakan diri sebagai CFC (Christ Fans Club). Dengan nama itu saja, orang bisa langsung melihat bahwa mereka adalah kumpulan orang-orang yang sombong, menganggap diri mereka lebih benar dari kelompok lain karena memiliki hubungan khusus dengan Kristus. Dengan berani mereka mengatakan bahwa “Kristus adalah milikku dan bukan milikmu.” Mungkin kelompok inilah yang meragukan kebangkitan tubuh karena memandang Kristus dari sisi manusia saja.
Saudara-saudara, tokoh-tokoh yang disebut di atas bukan pemimpin atau pendiri dari kelompok-kelompok tersebut. Mereka justru tidak tahu-menahu akan kelompok-kelompok tersebut. Jemaatlah yang membentuk kelompok-kelompok itu karena kekaguman mereka kepada tokoh-tokoh tersebut. Memang semua tokoh tersebut memiliki kualifikasi yang mumpuni, kemampuan yang hebat, dan berkharisma, tetapi justru hal tersebutlah yang membuat jemaat terjebak dalam pengultusan pribadi dan merendahkan kelompok yang lain. Inilah yang dinamakan dengan semangat favoritisme.
Apa yang telah dilakukan oleh para tokoh tersebut sebenarnya tidak sebanding dengan apa yang telah dilakukan Kristus bagi jemaat. Dalam bagian ini, Paulus mengungkapkan kewaspadaannya agar sebagai pemimpin ia tidak mencuri kemuliaan Tuhan. Memang Paulus punya banyak fans. Ia telah membaptis beberapa orang dan bisa saja ia menjadi pujaan di antara jemaat, namun ia mengatakan bahwa tujuannya bukan itu. Tujuannya hanyalah untuk memberitakan Injil supaya salib Kristus tidak menjadi sia-sia.
Tentang hal ini, Paulus memberikan contoh dirinya sendiri. Paulus sangat sadar bahwa ia hanya alat yang dipakai Tuhan untuk memberitakan Injil. Ia tidak disalibkan seperti Kristus; Apolos dan Petrus juga tidak. Kristuslah yang telah melakukan segalanya untuk jemaat, maka sudah seharusnya jemaat hanya setia mengikut Kristus, dan bukan berpaling kepada para pemimpin rohani. Para pemimpin itu hanya alat yang dipakai Allah untuk memberitakan salib Kristus bagi penebusan dosa. Kalau begitu, maka jelaslah bahwa sebenarnya saat itu jemaat Korintus bukan mengutamakan berita firman Tuhan, tetapi justru mengutamakan pemberitanya. Mereka telah berpaling dari Tuhan kepada hamba-hamba-Nya sehingga tidak heran kalau akhirnya timbul perselisihan di antara mereka. Inilah akibat dari perangkap semangat favoritisme.
Aplikasi
Saudara-saudara, setiap orang tentu memiliki figur pemimpin yang dikagumi. Kekaguman adalah hal yang sangat manusiawi dan wajar dimiliki. Kita kagum pada sosok hamba Tuhan tertentu, teolog tertentu, tokoh tertentu, atau doktrin tertentu. Semuanya masih wajar, tetapi kalau kita sampai terjebak ke dalam semangat favoritisme, itu menjadi sesuatu yang tidak wajar. Kita membeda-bedakan orang-orang yang tidak sepaham dengan kita. Kita mengatakan, “Aku aliran Reformed,” “Kamu aliran Karismatik, itu salah dan sesat.” Kita saling menjelek-jelekkan kelompok-kelompok lain. Saudara-saudara, itu berbahaya. Itulah benih perpecahan dan dapat menjadi bom atom yang meledak sewaktu-waktu sehingga merusak kesatuan tubuh Kristus. Karena itu, sejak sekarang, marilah kita sadar akan bahaya semangat favoritisme tersebut. Mari kita selidiki hati kita masing-masing, apakah semangat favoritisme ini juga ada pada diri kita. Mari sedini mungkin kita kikis semangat itu untuk dapat memelihara kesatuan tubuh Kristus.
Penutup
Saudara-saudara, entah sekarang atau kelak, mungkin kita menjadi pemimpin di gereja atau lembaga Kristen. Mungkin akan ada jemaat atau orang Kristen yang mengagumi dan sangat terkesan dengan kita, bahkan nge-fans berat sama kita. Mereka mungkin akan memuja-muja kita. Kita mungkin bisa mengatakan bahwa hal itu wajar karena kitalah yang merintis atau membesarkan suatu pelayanan. Tetapi, waspadalah! Itu adalah godaan dari si Iblis supaya kita mencuri kemuliaan Kristus sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan perpecahan di kalangan orang yang kita pimpin. Seberapapun hebatnya kita, siapakah sesungguhnya diri kita? Ingatlah bahwa kita hanyalah alat dan posisi kita sama dengan orang Kristen lainnya, yaitu anggota tubuh Kristus. Bukan kita kepalanya, tetapi Kristus. Dalam Kol. 1:18, “Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu.” Kristus harus menjadi yang terutama dalam kehidupan orang yang kita layani, bukan kita. Memandang kepada Kristus, dan bukan diri kita, adalah hal yang dapat membangun kesatuan dalam tubuh Kristus.
Inilah pesan hari ini, yaitu bahwa sebagai orang percaya kita ini satu tubuh. Karena itu, kita harus saling memelihara kesatuan. Mari kita ciptakan satu harmoni yang indah di dalam Kristus! Dengan demikian, semua orang dapat menjadi saksi Kristus yang hidup dan akhirnya nama Kristuslah yang dimuliakan. Solus Christus. Soli Deo Gloria.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar