24 Agustus 2011

Eksegese Matius 6:9-13

DOA BAPA KAMI DALAM
OLEH EKA PRAMANA SAKTI WIRYA



PENDAHULUAN
Doa Bapa Kami merupakan salah satu pengajaran yang diberikan Yesus kepada murid-murid-Nya dalam pengajaran mengenai doa.  Dalam kitab Injil, pengajaran Doa Bapa Kami tercatat hanya dua kali, yakni dalam Injil Matius 6:9-13 dan Injil Lukas 11:2-4 dengan struktur yang berbeda.  Doa Bapa Kami dalam Injil Matius ditempatkan dalam rangkaian pengajaran Yesus yang terkenal dengan sebutan Khotbah di Bukit, secara khusus dalam rangkaian pengajaran mengenai ritual ibadah yang benar. 
Dalam merangkai model doa yang diajarkan Yesus ini Matius mengambil penekanan yang berbeda dengan Lukas.  Matius menyusun model doa ini dengan suatu kerangka struktur yang kompleks.[1]  Makalah ini disusun untuk menyelidiki bentuk struktur Doa Bapa Kami ini sebagai model doa yang sempurna melalui studi eksegesis terhadap teks Matius 6:7-14.  Penulis berpandangan bahwa model Doa Bapa Kami memiliki kerangka yang menekankan pentingnya esensi dalam setiap bagian doa orang percaya. 

KONTEKS
Matius menuliskan Doa Bapa Kami dalam rangkaian kritik Yesus terhadap praktik-praktik keagamaan yang tidak lagi berjalan sesuai kebenaran ibadah orang Yahudi.[2]  Praktik-praktik yang dilakukan oleh orang-orang munafik dan orang-orang yang tidak mengenal Allah telah diadopsi menjadi bagian doa-doa orang Yahudi.[3]  Dalam berbagai kesempatan seorang pemimpin doa Yahudi mencoba untuk dapat memimpin doa baik dalam pertemuan ibadah maupun dalam kesempatan doa di depan umum seperti pada hari berpuasa, dan kecenderungannya ialah sebagian orang melakukannya untuk mendapatkan perhatian dari orang lain dan menunjukkan diri mereka lebih baik dalam kehidupan keagamaannya.[4]  Teguran Yesus bukan bertujuan melarang adanya praktik doa di hadapan umum maupun doa dipanjatkan berulang-ulang, melainkan pada motivasi dari doa itu sendiri yang mengarah pada keuntungan diri sendiri.  Doa Bapa Kami sendiri disusun dalam bentuk komunal karena penggunaan bentuk jamak dalam kata “kami”[5] dalam kerangka berpikir Kerajaan Allah yang bersifat luas menekankan orang-orang percaya secara khusus memiliki perhatian terhadap sesama dan bukan untuk kepentingan diri.[6]  Oleh sebab itu Matius menempatkan model doa yang benar dengan penekanan terhadap kehidupan Kerajaan Allah dalam diri orang percaya, yakni doa yang memperkenankan Tuhan.[7]  
Doa Bapa Kami memiliki sifat Yahudi yang begitu kuat, secara khusus dalam hal isi dan bentuk, bahkan banyak ahli meyakini bahwa ada kemungkinan Yesus mengadopsi bentuk doa yang pada masa itu dipakai secara luas oleh orang-orang Yahudi.[8] 
Banyak ahli yang membagi Doa Bapa Kami dalam Injil Matius ini menjadi tiga bagian.[9]  Bagian pertama doa tersebut terdapat pada kalimat “Bapa kami yang di sorga,” bagian kedua pada kalimat “Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga,” dan bagian ketiga terletak pada ayat 11-13.  Bagian kedua dan ketiga dibagi lagi masing-masing menjadi tiga petisi yang saling paralel dalam strukturnya.[10]  Matius menempatkan dua pembagian selanjutnya dalam dua petisi yang seimbang, yaitu: tiga petisi “-Mu” sebagai penghormatan yang diarahkan kepada Allah; dan tiga petisi “kami” yang mengarah pada kebutuhan dari pendoa tersebut.[11] 

Bagian Pertama (Mat. 6:9b)
Kalimat “Bapa kami yang di sorga” mengindikasikan sebuah relasi yang kuat dan intim antara sang pendoa dan Allah Bapa.[12]  Berbeda dengan penekanan pada Injil Lukas, Doa Bapa Kami pada Injil Matius mendapat penambahan “kami” sebagai bentuk kepemilikan yang meskipun mengurangi gema bentuk Abba, tetapi mengimplikasikan akses yang istimewa kepada Allah.  Kata ini juga menjadi bentuk pengajaran Yesus mengenai Allah Bapa bukan hanya sebagai Bapa dari Yesus tetapi juga adalah Bapa dari setiap orang percaya.[13] 
Selain menyatakan kedekatan Allah dan kehormatan dalam relasi tersebut, frasa “Bapa kami” juga memunculkan makna sebagai doa yang dipanjatkan hanya kepada Allah saja.[14]  Konsep ke-Bapa-an Allah dalam doa ini memberikan keyakinan dalam pemahaman orang Yahudi mengenai kasih karunia Allah bahwa Allah adalah penuh kasih dan mendengarkan seruan doa umat-Nya.[15] 

Bagian kedua (Mat. 6:9c-10)
Bagian kedua dari Doa Bapa Kami dalam Injil Matius ini memiliki kesamaan dalam pengulangan penggunaan petisi “-Mu” di sepanjang tiga kalimat ini.  Satu dari tiga petisi itu berbentuk aktif, sedangkan dua berbentuk pasif, dan ketiganya disusun dengan bentuk imperative orang ketiga yang menggambarkan permohonan kepada Allah untuk menyatakan kehendak-Nya.[16]  Bentuk pasif dalam bagian ini merupakan penempatan keberadaan ilahi Allah, yakni mengacu kepada tindakan Allah dalam penggenapan petisi-petisi tersebut.[17] 
Dikuduskanlah nama-Mu. Menguduskan nama Allah berarti menempatkan Allah sebagai yang paling utama di dalam kehidupan seseorang.  Nama Allah sejak semula adalah kudus, dan dengan maupun tanpa usaha manusia kekudusan nama Allah tidak akan mengalami perubahan.[18]  Dalam doa orang Yahudi, menguduskan nama Allah ialah suatu kerinduan atas tibanya waktu ketika hanya nama Allah yang ditinggikan dan dikuduskan di atas segala nama oleh semua umat manusia.  Orang Yahudi memiliki suatu harapan tibanya hari Tuhan dan kedatangan Kerajaan Allah dalam kekudusan nama-Nya.[19] 
Matius menyadari bahwa ketika orang Yahudi mendengarkan doa yang diajarkan Yesus ini, mereka dapat langsung memahami implikasi dari doa yang hadir dalam nilai kekinian doa tersebut.  Menguduskan nama Allah adalah satu etika yang harus dikerjakan oleh orang Yahudi, dan dalam hal tersebut mereka berusaha menghidupi pengudusan nama Allah dalam kekinian.[20] 
Kalimat ini diungkapkan sebagai suatu pengakuan bahwa nama Allah adalah yang tertinggi di dalam hidupnya dan sebagai wujud penghormatannya kepada otoritas Allah.[21]  Kalimat ini juga diungkapkan sebagai suatu kerinduan dari dalam diri seseorang untuk melihat semakin banyak orang yang mengeluarkan pengakuan akan Allah sebagai satu-satunya yang layak disembah dan ditinggikan.[22] 
Datanglah kerajaan-Mu.  Orang Yahudi memiliki pengharapan akan kehadiran Kerajaan Allah secara eskatologis segera terjadi untuk memerdekakan mereka.  Meskipun tradisi Yahudi tidak membicarakan mengenai Kerajaan Allah yang akan “datang”, tetapi kalimat “datanglah kerajaan-Mu” dapat ditangkap oleh pemahaman orang Yahudi sebagai datangnya Allah secara eskatologis untuk memulihkan kerajaan Daud dengan Allah sendiri bertakhta sebagai Raja.[23] 
Matius memiliki kepedulian yang besar terhadap konsep Kerajaan Allah yang dibawa oleh Yesus.  Di dalam Doa Bapa Kami inipun Matius menyusun sedemikian rupa sehingga pengharapan akan Kerajaan Allah hadir dalam kehidupan orang percaya.  Matius mengarahkan konsep kedatangan Kerajaan Allah dalam Doa Bapa Kami ini pada pemulihan tujuan sempurna Allah yang telah dirancang sejak permulaan, yakni ketika orang-orang yang berharap kepada Allah akan hidup di dalam kebenaran Allah.[24] 
Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.  Setelah kalimat “datanglah Kerajaan-Mu,” Matius melanjutkan dengan kalimat “jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.”  Matius memunculkan ide mengenai keberadaan Kerajaan Allah akan datang dalam kepenuhannya, karena kehadiran Kerajaan tersebut akan membawa pemenuhan terhadap kehendak Bapa.[25]  
Memohon kehendak Allah terjadi memberikan kesadaran bahwa orang percaya harus memahami kehendak Allah, yakni dalam ketundukan akan otoritas kebenaran Allah; dan juga mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan kehendak Allah.[26]  Selain itu juga harus ada ketaatan dalam menantikan terjadinya kehendak Allah tersebut.[27]  Dalam penyerahan diri terhadap kehendak Allah ini, Matius menempatkan sebuah teladan sempurna pada pasal 26:42, yakni ketika Yesus berdoa dan menyatakan keinginan-Nya, permohonan-Nya yang sejati ialah terjadinya kehendak Allah atas diri-Nya.[28] 
Bagian kedua dengan petisi “-Mu” ini merupakan panggilan bagi setiap orang percaya untuk terus bergantung pada Allah di dalam ketaatan mereka, bukan untuk menghadirkan Kerajaan Allah melainkan untuk menghidupi kehadiran Kerajaan Allah itu di dalam Yesus Kristus dan Roh Kudus.[29]  Dalam menghidupi Kerajaan Allah tersebut, Matius memberikan penekanan terhadap penyerahan diri yang sepenuhnya untuk mengagungkan nama Allah, mengakui ke-Raja-an Allah, dan melakukan kehendak-Nya.[30] 

Bagian Ketiga (Mat. 6:11-13)
Bagian ketiga dari Doa Bapa Kami dalam Matius ini juga dibagi menjadi tiga kalimat dengan penanda petisi “kami” dalam setiap kalimatnya.[31]  Setelah mengungkapkan kebesaran Allah, perlu disadari juga bahwa  Yesus bukan hanya sekadar menuntut orang untuk hidup dalam kebenaran dan penggenapan Kerajaan Allah, tetapi Ia juga memahami betul kebutuhan manusia yang paling esensial, dan hal tersebut tidak terlepas dari rangkaian Doa Bapa Kami.  Matius merangkaikan bagian doa mengenai kebutuhan orang percaya baik bersifat pribadi maupun sosial setelah menempatkan relasi seseorang dengan Allah pada bagian sebelumnya.[32] 
Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.  Secara unik  Yesus memakai kata evpiou,sion (NIV menerjemahkannya sebagai “daily”; TB: “pada hari ini”; CEV: “for today”; peengertian lain: “roti untuk besok”) yang tidak muncul pada bagian lain di PB selain dalam Doa Bapa Kami.  Kata ini juga jarang dipakai dalam teks-teks sezamannya sehingga menyulitkan penafsiran arti dan konteks pemakaiannya.[33]  Beberapa pandangan menafsirkan bagian ini sebagai roti/makanan yang bersifat eskatologis,[34] sedangkan sebagian lain menempatkan roti/makanan fisik dalam mengartikannya.[35]  Penulis melalui proses eksegesis lebih setuju dengan pengartian “roti yang cukup untuk hari ini”. 
Roti merupakan makanan penting orang Yahudi, dan dalam menafsirkan bagian ini perlu diperhatikan pandangan orang Yahudi mengenai roti, terutama berkaitan dengan roti yang diperuntukkan sehari-hari.  Penggambaran paling jelas bagi orang Yahudi bahwa Allah menyediakan makanan bagi mereka adalah mengenai konsep manna.  Orang Israel memahami benar bagaimana Allah menyediakan bagi leluhur mereka roti dari sorga yang setiap hari turun bagaikan embun, dan orang Yahudi memiliki pengharapan akan hadirnya roti tersebut kembali di antara mereka, yang juga menandakan kehadiran Allah di tengah umat-Nya.[36] 
Matius menyadari bahwa dalam permohonan terhadap kebutuhan sehari-hari, sang pendoa harus memiliki kebergantungan terhadap Allah yang menyediakan makanan tersebut.  Matius menempatkan bagian ini bukan sekadar sebagai permohonan atas kebutuhan fisik (makanan), tetapi juga berkaitan dengan seluruh kebutuhan hidup manusia yang mendasar.  Matius memberi penekanan secara khusus pada kebergantungan manusia terhadap Allah Sang Penyedia.[37] 
Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.  Pengajaran mengenai mengampuni merupakan hal yang dapat langsung dikenali oleh orang Yahudi.  Pengajar-pengajar Yahudi umumnya sependapat bahwa Allah akan mengampuni seseorang apabila orang tersebut mengampuni terlebih dahulu.  Yesus dengan tepat memakai pengajaran yang umum pada masa itu untuk mengajarkan untuk mengampuni sesama.[38]  Yesus menempatkan topik permohonan pengampunan dosa setelah permohonan atas makanan sebagai peringatan bahwa terpenuhinya kebutuhan tanpa adanya pengampunan adalah hal yang sia-sia.[39] 
Matius dengan sengaja memberi penekanan terhadap bagian ini dengan memasukkan penjelasan setelah doa ini (ay. 14-15).  Penekanan yang diberikan Matius mengenai topik ini adalah bagaimana mengampuni seharusnya terjadi secara resiprok.[40]  Pengampunan harus dilakukan bukan atas dasar sekadar mencari pengampunan dari Allah, tetapi sebagai respon terhadap pengampunan yang telah Allah berikan melalui Yesus.  Penekanan Matius ialah permohonan agar Allah memberikan kemampuan untuk mengampuni melalui pertobatan.[41] 
Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat.  Di dalam bagian lain dari Alkitab dikatakan bahwa Allah tidak mencobai (Yak. 1:3).  Pernyataan tersebut tidak berkontradiksi dengan petisi ketiga bagian ketiga ini, karena penekanan yang dilakukan Matius ialah mengenai permohonan agar Allah memimpin umat-Nya pada kebenaran Allah.[42]  Doa ini berbicara mengenai kebergantungan kepada Allah, di mana sang pendoa tidak ingin mengalami keterlepasan dari Allah oleh pencobaan yang dapat menyebabkan kejatuhan dan kematian rohani.[43] 

DOA BAPA KAMI SEBAGAI SATU KESATUAN STRUKTURAL[44]
Doa Bapa Kami merupakan doa model sempurna yang diajarkan oleh Yesus.  Tahap demi tahap disusun dengan pemahaman yang mendalam mengenai kehidupan manusia dan kebutuhannya terutama sebagai masyarakat.[45]  Dalam kesatuan struktural yang seimbang Matius menyusun model doa Yesus dengan tujuan kemuliaan, kerajaan, dan rancangan Allah dinyatakan di dalamnya, baik dalam pengakuan terhadap Allah maupun permohonan manusia.[46]  Doa Bapa Kami memiliki nilai menyeluruh mengenai kepada siapa doa itu dinaikkan dan apa yang harus dilakukan setelah doa tersebut dinaikkan.[47] 

KESIMPULAN
Doa Bapa Kami bukanlah bentuk doa yang baku bagi orang-orang percaya.  Yesus mengajarkan doa tersebut sebagai model agar orang-orang percaya berdoa seturut dengan kehendak Tuhan dengan cara yang mencerminkan Kerajaan Allah.  Matius merangkai doa ini sebagai model sebuah doa dengan pemahaman aspek-aspek kehidupan manusia yang sesuai dengan kehidupan Kerajaan Allah.  Penekanan yang dilakukan Matius ialah terhadap prinsip yang mendasar dalam doa sempurna yang diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri.  Secara struktural Doa Bapa Kami memiliki alur dan pemahaman ke-Yahudi-an yang begitu kompleks.  Inti dari doa yang benar menurut kesatuan struktural Doa Bapa Kami dalam Injil Matius ialah bagaimana kemuliaan Allah dinyatakan dalam seluruh aspek kehidupan manusia, dan doa yang sejati ialah penyerahan penuh kepada Allah dari mulai hal terkecil seperti roti sampai hal terbesar yaitu Allah di dalam kehidupan manusia.  


DAFTAR PUSTAKA


Barclay, W.  The Lord’s Prayer.  Louisville: WJK, 1998.

Carson, D. A.  Jesus’ Sermon on the Mount.  Grand Rapids: Global, 1999.

France, R. T.  The Gospel of Matthew.  NICNT; Grand Rapids, 2007.

Hagner, D. A.  Matthew 1-13.  WBC; Dallas: Word, 1993.

Keener, C. S.  A Commentary on the Gospel of Matthew.  Grand Rapids: Eerdmans, 1999.

MacArthur, Jr., J.  Jesus’ Pattern of Prayer.  Chicago: Moody, 1981.

Mathias, P.  The Perfect Prayer.  Minneapolis: Augsburg, 2005.

Watson, Thomas.  The Lord’s Prayer.  Edinburg: Banner of Truth Trust, 1993.



[1]Kompleks karena penuh dengan berbagai aspek dalam kehidupan seperti relasi dengan Tuhan dan dengan sesama, permohonan terhadap kebutuhan secara personal dan sosial, menyangkut kehidupan masa lalu, kini, dan masa depan, maupun penekanan-penekanan tersendiri terhadap Kerajaan Allah oleh sang Raja sendiri.  (John MacArthur, Jr., Jesus’ Pattern of Prayer [Chicago: Moody, 1981] 19-21.
[2]D. A. Carson, Jesus’ Sermon on the Mount (Grand Rapids: Global, 1999) 59.
[3]Ibid. 64.
[4]Ibid. 62.
[5]C. S. Keener, A Commentary on the Gospel of Matthew (Grand Rapids: Eerdmans, 1999) 226.
[6]Carson, Sermon 66-67.
[7]Philip Mathias, The Perfect Prayer (Minneapolis: Augsburg, 2005) 4-5.
[8]Ibid. 215.
[9]R. T. France, The Gospel of Matthew (NICNT; Grand Rapids: Eerdmans, 2007) 242-243.
[10]Donald A. Hagner, Matthew 1-13 (WBC; Dallas: Word, 1993) 146.
[11]Keener, Matthew 214.
[12]Ibid.
[13]Dalam Injil MatiusYesus memakai empat belas kali pemakaian “Bapa-Ku” dan tidak memakai bentuk “Bapa kami” selain dalam Doa Bapa Kami (France, NICNT 245).
[14]Thomas Watson, The Lord’s Prayer (Edinburg: Banner of Truth Trust, 1993) 2.
[15]William Barclay, The Lord’s Prayer (Louisville: WJK, 1998) 23-24, 32-33.
[16]France, NICNT 245-246.
[17]Hagner, WBC 146.
[18]France, NICNT 246.
[19]Keener, Matthew 219.
[20]Ibid.
[21]Carson, Sermon 70.
[22]Watson, Lord’s Prayer 39.
[23]Keener, Matthew 220.
[24]Ibid.
[25]Carson, Sermon 71.
[26]Ibid. 72.
[27]Watson, Lord’s Prayer 151.
[28]Keener, Matthew 247.
[29]Hagner, WBC 149.
[30]Keener, Matthew 247.
[31]Ibid. 220.
[32]Carson, Sermon 72.
[33]Ibid.
[34]Hagner, WBC 149.
[35]Keener, Matthew 221.
[36]Ibid. 221-222.
[37]France, NICNT 247.
[38]Keener, Matthew 222.
[39]Watson, Lord’s Prayer 210.
[40]France, NICNT 249.
[41]Carson, Matthew 75.
[42]France, NICNT 251.
[43]Hagner, WBC 151.
[44]Penulis tidak memasukkan bagian doksologi di akhir Doa Bapa Kami dalam pembahasan karena bagian tersebut diduga merupakan tambahan.  Dalam teks-teks kuno sebelum abad kedua doksologi tersebut tidak dicatat (Carson, Sermon 76).
[45]Keener, Matthew 226.
[46]France, NICNT 243.
[47]Barclay, Lord’s Prayer 111.

2 komentar:

  1. terimakasih pak Benny... share khotbahnya memberkati orang-orang yang rindu mengembangkan pelayanan khotbahnya.. kemurahan hati pak benny kiranya menjadi berkat bagi orang lain yang membacanya.

    BalasHapus
  2. terimakasih pak Benny... share khotbahnya memberkati orang-orang yang rindu mengembangkan pelayanan khotbahnya.. kemurahan hati pak benny kiranya menjadi berkat bagi orang lain yang membacanya.

    BalasHapus