Penghujatan Terhadap Roh Kudus Adalah Dosa yang Tidak Terampuni
Oleh Rini Anggraini
PENDAHULUAN
Dalam Markus 3:29 Yesus mengatakan, “Tetapi apabila seseorang menghujat Roh Kudus, ia tidak akan mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal.” Sesungguhnya perkataan ini merupakan suatu pernyataan yang Yesus berikan dan menimbulkan banyak sekali pertanyaan dalam diri orang percaya. Bukankah dalam 1Yoh. 1:7 pernah dikatakan bahwa darah Yesus akan menyucikan kita daripada segala dosa?
Kalau begitu, apa yang dimaksud dengan pernyataan Yesus pada ay. 29? Seperti apakah konsep penghujatan pada saat itu? Mengapa Yesus menganggap bahwa tindakan ahli-ahli Taurat tersebut adalah suatu bentuk penghujatan terhadap Roh Kudus? Apa yang dimaksud dengan dosa yang tidak terampuni? Mengapa tindakan penghujatan ini termasuk ke dalam dosa yang tidak terampuni?
Untuk memahami makna dari perkataan Yesus di dalam perikop ini diperlukan sebuah studi eksegesis. Langkah-langkah eksegesis yang perlu dilakukan, antara lain: mengamati konteks historis, konteks sastra, analisa kata yang bersangkutan, menganalisis perikop dan melihat pula penggunaan perkataan ini dalam konteks Injil lainnya serta dari Alkitab secara keseluruhan.
KONTEKS HISTORIS
Clement dari Alexandria menyatakan bahwa orang Romawi meminta kepada Petrus untuk menulis catatan tentang kehidupan Kristus bagi mereka.[1] Jadi sangatlah mungkin bahwa Markus memenuhi permohonan orang Romawi tersebut. Bukti-bukti internal, dengan adanya terjemahan-terjemahan istilah-istilah Aramik juga turut mengindikasikan bahwa pembaca kitab Markus ini memang orang-orang non-Yahudi.[2] Sifat dari Injil Markus sangatlah singkat, jelas, namun mengena. Sifat-sifat ini rupanya memang sesuai dengan alam pikiran orang Romawi yang tidak begitu telaten dalam menghadapi gambaran-gambaran abstrak dan bahasa sastra yang terlalu tinggi.[3]
Tema keseluruhan dari Kitab Markus adalah untuk menyajikan suatu gambaran yang utuh mengenai diri dan karya Yesus Kristus di dalam dunia ini. Di sini Markus mencoba menggambarkan Yesus sebagai hamba yang datang untuk melayani dan memberikan hidup-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang (Mrk. 10:45).[4] Oleh karena itu, data-data mengenai kehidupan Yesus (seperti asal-usul keturunan, latar belakang lingkungan, kelahiran, pendidikan, atau keluarga) diberikan oleh Markus secara singkat saja namun tetap dalam urutan kronologis yang umum, dan sebagai gantinya ia lebih menekankan kisah mengenai pribadi serta karya-Nya di dalam dunia ini.[5]
KONTEKS SASTRA
Peristiwa mengenai Yesus dan Beelzebul ini sesungguhnya merupakan salah satu bagian dari pelayanan yang Yesus lakukan di Galilea. Satu hal penting yang perlu diperhatikan di sini adalah sisipan peristiwa Yesus dan Beelzebul di tengah kisah hubungan antara Yesus dan keluarganya. Gaya bercerita dengan menggunakan sisipan-sisipan seperti ini, yang dikenal sebagai teknik sandwiching atau bracketing, rupanya banyak terdapat dalam Injil Markus.[6] Tujuan penggunaan teknik ini yaitu sebagai alat literaris dan teologis untuk menunjukkan selang waktu, menarik perhatian, mempertentangkan, menambah ketegangan, dan yang paling penting adalah menggunakan dua cerita untuk saling menafsirkan. Dengan kata lain, fungsi utama dari sandwiching ini adalah untuk tujuan teologis.[7]
Pertama-tama Markus meletakkan terlebih dahulu kisah mengenai orang banyak dan keluarga Yesus (ay. 20-21). Kemudian secara sengaja, Markus menyelipkan kisah mengenai pertentangan Yesus dan ahli Taurat (ay 22-30) diantara kemunculan kembali kisah tentang keluarga Yesus dan orang banyak (ay. 31-35). Jadi, bentuk perikop dari Markus 3:20-35 ini bila diperhatikan dengan seksama akan berbentuk demikian:[8]
A Yesus dan orang banyak (ay. 20)
B Keluarga Yesus muncul (ay. 21)
C Tuduhan para ahli Taurat (ay. 22)
C’ Respons kepada pada ahli Taurat (ay. 23-30)
B’ Keluarga Yesus muncul kembali (ay. 31)
A’ Yesus dan orang banyak (ay. 32-35)
Melalui teknik sandwiching ini, Markus berusaha untuk mengontraskan respon dari pihak-pihak yang melawan Yesus dan pihak-pihak yang mau menerima pengajaran-Nya. Markus juga ingin menunjukkan bahwa penentangan terhadap Yesus justru timbul dari orang-orang yang seharusnya mengenal Dia, dalam hal ini adalah keluarga-Nya serta ahli-ahli Taurat. Saat itu, kaum keluarga Yesus sengaja datang ke Kapernaum untuk membungkam Yesus dan juga untuk menghindari reaksi yang tidak diinginkan dari rakyat serta pemerintah.[9] Mereka memang bermaksud menghindarkan Yesus dari bahaya, namun tampaknya ada pula motif untuk melindungi reputasi keluarga karena mengira Ia telah “tergelincir”.[10] Bagi Markus, perlawanan dari pihak keluarga adalah sama seriusnya dengan perlawanan dari ahli-ahli Taurat meskipun perlawanan dari pihak ini tidak terlalu kelihatan bila dibandingkan dengan perlawanan dari ahli-ahli Taurat.[11] Hal ini kontras sekali bila dibandingkan dengan respon orang banyak terhadap pengajaran Yesus yang justru mencari dan menerima pengajaran dari-Nya.
ANALISA PERIKOP
· Respon ahli-ahli Taurat terhadap pelayanan Yesus
Para ahli Taurat yang ada di Yerusalem pasti telah mendengar rumor yang beredar mengenai Yesus sebagai guru, pengkhotbah, dan penyembuh yang sedang populer saat itu. Banyak sekali orang datang berkerumun untuk mencari Yesus karena Ia dianggap mampu memberikan pengajaran yang luar biasa dan juga dapat melakukan banyak mujizat seperti penyembuhan serta pengusiran setan.[12] Hal ini rupanya mendatangkan ketakutan tersendiri bagi ahli Taurat karena kehadiran-Nya tersebut telah mengancam eksistensi mereka dan membuat mereka kehilangan para pengikut.[13] Oleh karena itu, para ahli Taurat segera mengirimkan utusan untuk menyelidiki dan mencari tahu sumber kuasa Yesus dalam pelayananNya, tetapi semuanya dilakukan dengan itikad yang tidak baik.
Saat bertemu dengan Yesus, ahli-ahli Taurat tidak berusaha terlebih dahulu untuk mempertanyakan dari manakah asalnya kuasa Yesus dalam melakukan mujizat dan mengusir roh-roh jahat. Pada zaman itu, eksorsisme (pengusiran setan) memang merupakan fenomena yang sudah umum terjadi. Banyak praktik-praktik “sihir hitam” yang dilakukan dan itulah yang menurut ahli Taurat tampaknya sedang dipraktikkan pula oleh Yesus.[14] Jadi ketika melihat perbuatan-perbuatan ajaib yang Yesus lakukan, mereka pun langsung melontarkan tuduhan pada-Nya, “Ia kerasukan Beelzebul dan dengan penghulu setan Ia mengusir setan.” Di satu sisi, ahli-ahli Taurat ini mungkin telah mengambil kesimpulan bahwa seseorang yang telah mencemooh tradisi suci (Taurat) dan melawan otoritas mereka pastilah seorang agen Beelzebul yang menyamar. Namun tak dapat dipungkiri bahwa di sisi lain mereka juga memiliki perasaan dengki (Mat. 27:18) sehingga berusaha keras untuk merusak reputasi Yesus dengan cara mengecap Dia sebagai kaki tangan iblis. Dalam kitab Markus, ahli-ahli Taurat ini memang dicatat sebagai lawan utama dari Yesus.[15]
“Beelzebul” yang dimaksudkan di sini adalah nama dewa orang Kanaan yang berarti “Tuhan dari tempat yang tinggi”, tetapi pada zaman dahulu nama ini biasanya digunakan oleh orang-orang Yahudi untuk menunjukkan penguasa neraka, tempat kediaman setan-setan.[16] Sesungguhnya tuduhan yang mereka lontarkan bukanlah dalam pengertian bahwa ada roh jahat yang mendesak Yesus dan mempengaruhi-Nya dari luar, namun roh tersebut dianggap telah berada dalam diri Yesus. Dengan kata lain, mereka menuduh Yesus telah sejak lama dirasuki.[17] Tuduhan-tuduhan negatif yang dilontarkan para ahli Taurat kepada Yesus rupanya tidak hanya dilakukan satu kali. Dalam ayat yang ke-22, Markus menggunakan bentuk imperfek (e;legon) saat menjelaskan kata “berkata”.[18] Hal ini jelas menandakan bahwa dari dulu hingga sekarang ahli-ahli Taurat tersebut telah berulang kali memberikan tuduhan-tuduhan yang negatif pada Yesus (Mrk. 2:7, 2:16, 2:18).
· Respon Yesus terhadap sikap ahli-ahli Taurat
Akhirnya, perdebatan pun tak dapat terhindarkan lagi. Yesus segera memanggil mereka dan menjawab tuduhan-tuduhan tersebut dengan menggunakan perumpamaan. Melalui perumpamaan yang diucapkannya, Yesus sesungguhnya sedang menekankan dua hal, yaitu: (1) Yesus tidak dapat bersekongkol dengan setan; (2) Dia menghancurkan pekerjaan setan, yang berarti Dia lebih berkuasa daripada setan.[19]
Menarik sekali ketika mendapati Yesus menjelaskan perumpamaannya dengan menggunakan tingkatan-tingkatan: kerajaan, rumah, dan iblis. Rupanya hal ini sengaja Ia lakukan untuk menggambarkan bahwa makin kecil persekutuannya maka makin mematikan pula perpecahannya.[20] Ilustrasi paralel yang Yesus gunakan pun terdiri dari dua situasi: makro (“kerajaan”) dan mikro (“rumah tangga”) yang merupakan unit politik dan sosial. Pengalaman akan perang dan konflik domestik memang sengaja disajikan oleh Yesus sebagai bahan yang familiar untuk berargumentasi.[21]
Setelah selesai membicarakan perumpamaan-perumpamaan tersebut, Yesus langsung mengungkapkan sebuah pernyataan amat keras mengenai dosa yang tidak terampuni yaitu menghujat Roh Kudus. Kata ”blasfhme,w” (hujat) sesungguhnya merupakan kata yang sangat penting karena dikatakan dengan jelas bahwa seluruh dosa dan hujat anak-anak manusia akan diampuni, namun apabila menghujat Roh Kudus maka tidak akan mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal. Dalam perikop ini, ditemukan ada tiga kali penggunaan kata blasfhme,w (hujat), yaitu:
· blasfhmi,ai (ay. 28) memiliki bentuk noun nominative feminine plural → reproach, blasphemy
· blasfhmh,swsin (ay. 28) memiliki tense verb subjunctive aorist active 3rd plural → to revile, blaspheme
· blasfhmh,sh (ay. 29) memiliki tense verb subjunctive aorist active 3rd singular → to revile, blaspheme
Kata blasfhme,w memiliki dua buah pengertian, yaitu:[22]
1. In relation to humans slander, revile, defame
2. In relation to transcendent or associated entities slander, revile, defame, speak irreverently/impiously/disrespectfully of or about
Penghujatan dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang melawan Allah Bapa (Why. 13:6, 16:9); melawan Kristus (Mat. 27:39, Luk.23:39); atau melawan Roh Kudus (Mat. 12:32, Mrk. 3:29,30).[23] Namun dalam perikop ini, penghujatan yang Yesus maksudkan secara khusus mengacu pada penghujatan terhadap Roh Kudus.
Akan tetapi, makna dari dosa “menghujat Roh Kudus” di sini harus dimengerti di dalam terang Mrk. 1:7-8, dimana Yohanes Pembaptis pernah berkata: "Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak. Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus." Yesus adalah “orang yang lebih kuat” yang dengan kuasa Roh Allah mengikat iblis dan mengalahkan pengikut-pengikutnya.[24]
Jadi alasan mengapa Yesus menuduh para ahli Taurat itu menghujat Roh Kudus sesungguhnya karena mereka telah mengatakan “Ia kerasukan roh jahat!” (Mrk. 3:30). Pada waktu itu Yesus sedang memberikan kesembuhan bagi yang sakit, yang dikuasai roh jahat, dan ini merupakan tanda bahwa hukum Kerajaan Allah hadir serta aktif dalam pelayanan-Nya. “Jika Aku mengusir setan dengan tangan Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (Luk.11:20; dalam Mat 12:28, kata-kata “tangan Allah” diganti dengan “Roh Allah”). Bila ada orang yang memandang kesembuhan yang Dia lakukan terhadap tubuh dan jiwa manusia, tetapi tetap bertahan pada pendirian bahwa Ia melakukan semua itu dengan bantuan penindas rohani yang kuat yaitu penghulu setan, maka mata mereka tertutup erat-erat terhadap terang. Bagi mereka, terang itu telah menjadi kegelapan dan yang baik pun telah menjadi jahat. Terang memang tersedia bagi mereka yang mau menerimanya, namun bila ada yang menolak terang itu, dari mana lagi mereka dapat berharap memperoleh penerangan?[25]
Akan tetapi ayat ini tentu tidak boleh ditafsirkan hanya dengan menyatakan bahwa sesuatu yang menentang Roh Kudus berarti sama dengan melakukan dosa yang tidak dapat diampuni. Hakikat dari “dosa kekal” ialah sikap hati yang melandasi suatu tindakan. Dipandang dari segi Alkitab secara keseluruhan, sikap semacam itu hanya bisa merupakan keadaan pikiran yang tetap tidak mau bertobat dan terus bersikukuh menolak tawaran Roh Kudus.[26] Kata “dosa” yang dipakai dalam ayat 28 dan 29 pun bukan berasal dari kata “hamartia”, melainkan dari kata “hamartema”. Istilah ini membuat perbedaan antara dosa sebagai perbuatan dan dosa sebagai natur dan motivasi.[27]
Para ahli Taurat sesungguhnya telah mengamat-amati pelayanan Yesus dari sejak awal. Mereka juga telah mendengar pengajaran dan melihat mujizat-mujizatNya dengan mata kepala mereka sendiri, namun mereka tetap saja tidak mau percaya. Ahli-ahli Taurat tersebut sebenarnya masih dapat diampuni kalau hanya menolak kesaksian tentang Yesus (Mat. 12:32a), akan tetapi masalahnya adalah mereka juga telah menolak kesaksian yang terakhir, yaitu kesaksian dari Roh Kudus. Roh Kudus telah berulang kali memberi kesaksian mengenai pekerjaan Yesus sebagai sesuatu yang berasal dari Allah Bapa dan menawarkan anugerah keselamatan di dalam Dia, namun mereka tetap saja mengeraskan hatinya secara sengaja dan terus-menerus serta menganggap hal tersebut sebagai karya setan. Jadi jelaslah bahwa sudah tidak ada kesaksian lain lagi yang dapat diberikan kepada mereka. Kesaksian dari Roh Kudus adalah kesaksian yang paling final. Akibatnya, perbuatan mereka tidak termaafkan dan tidak akan pernah mendapat pengampunan. Mereka pun tidak memiliki kesempatan lagi untuk bertobat. Karena itulah dosa melawan Roh Kudus bersifat kekal.[28]
Oleh sebab itu, apa yang Yesus katakan dalam perikop ini perihal “menghujat Roh Kudus” bukanlah terbatas pada sebuah tindakan saja, namun merupakan sikap hati yang tetap, hasil dari sejarah yang panjang dan berulang-ulang serta tindakan yang disengaja melalui kekerasan hati. Dalam hati yang demikian, penyesalan tidak mungkin terjadi karena hati yang sudah dikeraskan tidak akan dapat mengenal dosa dan bahkan dengan tegas akan menolak anugerah Allah.[29] Maka tidaklah heran bila tindakan menghujat Roh Kudus itu digolongkan sebagai dosa yang tidak terampuni.
Penggunaan Kata ‘Hujat’ dalam Konteks Injil Lukas
Kisah mengenai Yesus dan Beelzebul ini dicatat oleh Lukas dalam ps. 11:14-23 sebagai salah satu rangkaian dari pernyatan yang berhubungan dengan Anak Manusia. Bagi Lukas, konsep menghujat Roh Kudus di sini memiliki pengertian sebagai tindakan penolakan terhadap pertolongan Yesus yang dapat menyelamatkan orang tersebut dari tindakan menyangkal Dia sehingga berbuat murtad. Jadi, tindakan menghujat Roh Kudus dalam konteks ini memiliki pengertian yang sama dengan murtad, yaitu dengan sengaja dan tegas menolak Yesus sebagai Tuhan.[30]
Penggunaan Kata ‘Hujat’ dalam Konteks Alkitab Secara Luas
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih utuh, maka sangatlah perlu untuk memperhatikan penggunaan kata ini dalam konteks Alkitab secara luas. Dalam konteks Alkitab, “menghujat” dikategorikan sebagai suatu tindakan yang tidak menghormati yang diwujudkan dalam tindakan langsung melawan karakter Allah.
A. Kata blasfhme,w di dalam Perjanjian Lama[31]
Kata “menghujat” menggambarkan suatu tindakan kurang ajar manusia yang menghina kehormatan Allah. Obyek kata ini adalah nama Allah, yang dikutuk atau dicemarkan dan tidak dihormati (bnd. ungkapan Alkitabiah para rabi, “Dihormatilah Engkau, ya Tuhan”). Allah menyatakan karakter-Nya dan memulai sebuah relasi pribadi melalui pernyataan nama-Nya. Oleh karena itu, penggunaan nama Allah sesungguhnya memberikan kesempatan kepada bangsa Israel untuk berpartisipasi dalam natur Allah.
Hukuman atas penghujatan yang berlaku pada waktu itu adalah dilempari batu sampai mati. Dalam Imamat 24 ada seorang Israel peranakan yang berbuat dosa demikian, dan umumnya penghujatan dilakukan oleh orang-orang kafir (2Raj. 19:6, 22; Yes. 37:6, 23; Mzm. 44:16, 74:10, 18, Yes. 52:5). Kalau umat Allah jatuh kepada penyembahan berhala, maka mereka dianggap melakukan penghujatan seperti orang kafir (Yeh. 20:27, Yes. 65:7).
B. Kata blasfhme,w di dalam Perjanjian Baru[32]
Konsep “menghujat” dalam Perjanjian Baru jauh lebih luas lagi pengertiannya karena bukan hanya melawan Allah, tetapi termasuk di dalamnya melawan Kristus dan gereja sebagai bagian dari tubuh Kristus. Jadi berdasarkan pandangan dari Perjanjian Baru, yang dimaksud dengan istilah menghujat di sini adalah menyangkali kemesiasan Kristus dan menolak kesatuan Yesus dengan Allah Bapa. Dosa menghujat manusia merupakan sebuah dosa yang masih dapat diampuni. Namun tidak demikian halnya jika menghujat Roh Kudus (Mat. 12:32, Mar. 3:29, Luk. 12:10). Seseorang yang telah menghujat Roh Kudus tidak akan memperoleh pengampunan karena tindakan tersebut sesungguhnya merupakan sebuah pernyataan kekerasan hati yang dilakukannya secara sadar dan dengan keinginannya sendiri menolak kuasa serta anugerah penyelamatan Allah. Orang yang menghujat Roh Kudus pun tidak mungkin akan bisa menyadari dosa-dosanya dan tidak akan memiliki keinginan pula untuk berbalik dari dosa-dosanya itu. Contoh sikap ini ditunjukkan secara jelas oleh orang-orang Farisi, yang mengatakan belas kasihan Yesus berasal dari iblis.
KESIMPULAN
Makna dosa “menghujat Roh Kudus” dalam Mrk. 3:29 sesungguhnya tidak boleh ditafsirkan hanya dengan menyatakan bahwa sesuatu yang menentang Roh Kudus berarti sama dengan melakukan dosa yang tidak dapat diampuni. Dipandang dari segi Alkitab secara keseluruhan, sikap semacam ini hanya dapat diartikan sebagai suatu keadaan pikiran yang tetap tidak mau bertobat dan terus bersikukuh menolak tawaran Roh Kudus. Pada saat itu, Roh Kudus telah berulang kali memberi kesaksian mengenai pekerjaan Yesus sebagai sesuatu yang berasal dari Allah Bapa dan menawarkan anugerah keselamatan di dalam Dia, namun ahli-ahli Taurat tetap saja mengeraskan hatinya secara sengaja dan terus-menerus serta menganggap hal tersebut sebagai karya setan. Jadi jelaslah bahwa sudah tidak ada kesaksian lain lagi yang dapat diberikan kepada mereka. Kesaksian dari Roh Kudus adalah kesaksian yang paling final. Akibatnya, perbuatan mereka tidak termaafkan dan tidak akan pernah mendapat pengampunan. Mereka pun tidak memiliki kesempatan lagi untuk bertobat. Karena itulah dosa melawan Roh Kudus bersifat kekal.
Oleh sebab itu, apa yang Yesus katakan dalam perikop ini perihal “menghujat Roh Kudus” bukanlah terbatas pada sebuah tindakan saja, namun merupakan sikap hati yang tetap, hasil dari sejarah yang panjang dan berulang-ulang serta tindakan yang disengaja melalui kekerasan hati. Dalam hati yang demikian, penyesalan tidak mungkin terjadi karena hati yang sudah dikeraskan tidak akan dapat mengenal dosa dan bahkan dengan tegas akan menolak anugerah Allah.[33] Maka tidaklah heran bila tindakan menghujat Roh Kudus itu digolongkan sebagai dosa yang tidak terampuni.
[7]K. L. Barker dan J. R. Kohlenberger III, The Expositor’s Bible Commentary: New Testament (Grand Rapids: Zondervan, 1994) 151.
[8]Ben Witherington III, The Gospel of Mark: A Socio-Rhetorical Commentary (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans, 2001) 153.
[10]R. T. France, The New International Greek Testament Commentary: The Gospel of Mark (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans, 2002) 167.
[12]Donald English, Bible Speaks Today: The Message of Mark (Illinois: InterVarsity Press, 1992) 87.
[13]James R. Edwards, The Pillar New Testament Commentary: The Gospel According To Mark (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans, 2002) 119.
[14]William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Markus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006) 123.
[17]William Hendriksen, New Testament Commentary: The Gospel of Mark (Grand Rapids: Baker Book House, 1990) 135.
[22]Walter Bauers, A Greek English Lexicon of the New Testament (Chicago: The University of Chicago Press, 1979) 178.
Shalom untuk bapak, ibu, saudara/i semua. Mari kita bersama-sama belajar membaca Shema Yisrael yang pernah dikutip oleh Yesus ( nama IbraniNya Yeshua/ ישוע ) di dalam Injil, yang dapat kita lihat di Markus 12 : 28 yang berasal dari Ulangan 6 : 4. Kalimat Shema Yisrael ini biasa diucapkan oleh orang Yahudi dalam setiap ibadah untuk mengungkapkan iman kepada satu Tuhan yang berdaulat dalam kehidupan mereka dan pada awalnya pun orang-orang yang percaya kepada Yesus dari bangsa-bangsa bukan Yahudi juga ikut serta dalam ibadah orang Yahudi di sinagoga.
BalasHapusTanpa bermaksud untuk menyangkali keberadaan Bapa, Anak dan Roh Kudus yang juga telah berulangkali diungkapkan dalam Perjanjian Baru, berikut ini Shema Yisrael dengan huruf Ibrani dan cara membacanya dengan mengikuti aturan tata bahasa yang ada
Huruf Ibrani, " שמע ישראל יהוה אלהינו יהוה אחד "
Cara membacanya, " Shema Yisrael YHWH ( Adonai ) Eloheinu YHWH ( Adonai ) ekhad "
Dilanjutkan dengan mengucap berkat
Huruf Ibrani, " ברוך שם כבוד מלכותו לעולם ועד "
Cara membacanya, " Barukh Shem kevod, malkuto le'olam va'ed "
( Diberkatilah Nama mulia, KerajaanNya untuk selama-lamanya )
🕎✡️🐟🤚🏻👁️📜🕯️🕍🤴🏻👑🇮🇱🗝️🛡️🗡️🏹⚖️⚓✝️🗺️🌫️☀️🌒⚡🌈🌌🔥💧🌊🌬️❄️🌱🌾🍇🍎🍏🌹🍷🥛🍯🐏🐑🐐🐂🐎🦌🐪🐫🦁🦅🕊️🐍₪