8 Juni 2011

Khotbah Ulangan 30:11-20

Oleh Pilipus Ferdinand

Tentukan Pilihanmu, Ambil Komitmenmu!

                                                                         

Pendahuluan
Saudara-saudara, beberapa bulan terakhir ini publik di tanah air dihebohkan dengan berita tentang seorang pegawai negeri yang terlibat dalam kasus penyuapan atau mafia pajak. Saya kira kita semua tahu nama orang ini. Hampir setiap hari wajahnya muncul media cetak maupun elektronik. Ya, dialah Gayus Tambunan, pegawai golongan III-A yang bekerja di Kantor Direkrorat Jenderal (Dirjen) Pajak.
Dari hasil kong-kalikong dengan para pengemplang pajak, pundi-pundi kekayaan Gayus meningkat sangat drastis dalam 5 tahun terakhir. Awalnya diduga Gayus menerima suap “hanya” sebesar 24M, namun belakangan diketahui bahwa total uang yang dimiliki Gayus sebesar 99M. Dengan uang sebanyak itu, memiliki rumah mewah dan apartemen seharga milyaran rupiah bukanlah sesuatu yang sulit bagi Gayus. Sesuatu yang tadinya tidak mungkin dapat dibeli dengan gajinya yang sebesar 1,6 juta itu. Akibat perbuatannya ini, Gayus pun dijerat dengan 3 pasal berlapis dengan total ancaman pidana paling lama 20 tahun.
Namun saudara, belum lagi habis publik dibuat terheran-heran dengan besarnya kekayaan yang dimilikinya, Gayus kembali membuat sebuah kejutan. Bayangkan saudara, di tengah-tengah masa tahanan yang sedang dijalaninya di Rumah Tahanan (rutan), Gayus masih bisa berwisata, menginap di hotel bintang mewah dan menonton pertandingan tenis International di Bali. Ternyata semua ini bisa dinikmati Gayus, setelah ia berhasil menyuap beberapa oknum polisi penjaga Rutan di mana ia ditahan.
Terlepas dari lemahnya penegakan hukum di tanah air, jelas tindakan Gayus yang menyuap para petugas Rutan itu menunjukkan bahwa ia tidak belajar dari kesalahannya. Ancaman pidana yang ada di depannya, tidak membuatnya mengintrospeksi diri. Akibatnya, kini ia terancam dengan hukuman pidana yang jauh lebih berat dari yang semula.
Saudara-saudara, mungkin saat ini kita menggeleng-geleng kepala melihat sepak terjang Gayus. Mungkin kita pun setuju Gayus patut dihukum dengan berat. Mungkin kita pun berpikir, mengapa Gayus begitu bodoh mengulang kembali perbuatan yang telah menyeretnya ke dalam tahanan itu. Keledai yang paling bodoh pun tidak akan jatuh ke dalam lubang yang sama. Namun saudara jika mau jujur, terkadang dalam kondisi dan konteks yang berbeda, mungkin kita juga acapkali tergoda untuk jatuh dalam lubang yang sama? Apalagi jika lingkungan dan situasi cukup mendukung dan memberi peluang, bukankah kita juga cenderung untuk mengulangi kesalahan yang sama?
Hal ini juga yang terjadi pada bangsa Israel. Alkitab mencatat, setelah bangsa itu dipimpin keluar dari tanah Mesir, bangsa itu terus menerus, memberotak kepada Tuhan. Mereka berulangkali jatuh dalam dosa yang sama, persungutan, penyembahan berhala dan lain sebagainya. Mereka berkali-kali menyakiti hati Tuhan dengan tidak taat pada perintah-perintah-Nya. Akibatnya, Tuhan menghukum bangsa itu, 40 tahun mengembara di padang. Selain Yosua dan Kaleb, seluruh generasi pertama dari bangsa itu dibinasakan di padang gurun. Mereka tidak diizinkan masuk ke Tanah Perjanjian.
Berkaca pada kesalahan dan kegagalan para pendahulunya, kini ketika bangsa itu telah sampai di dataran Moab, dan tengah bersiap untuk masuk dan menduduki tanah Kanaan, melalui perikop ini Musa kembali mengingatkan mereka untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Di seberang sungai Yordan itulah, Musa kembali menantang bangsa itu untuk taat kepada Tuhan. Bagi, Musa ketaatan pada perintah Tuhan bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dilakukan. Ada dua hal yang membuat ketaatan itu mungkin untuk dilakukan:
Pertama, karena perintah yang tertulis dalam hukum Taurat itu bukanlah sesuatu yang terlalu sukar. Memang perintah Tuhan yang tertulis dalam hukum Taurat bukanlah sesuatu yang dengan mudah dapat dilakukan, namun itu juga bukan berarti hukum Taurat tidak dapat dilakukan sama sekali.
Selain itu, melalui pernyataan ini, Musa juga hendak mengatakan bahwa ketaatan dalam melakukan perintah Tuhan bukan semata-mata berkaitan dengan persoalan apakah bangsa itu mampu melakukan perintah itu, tetapi yang terpenting adalah apakah mereka mau melakukannya. Penekanannya bukan pada kapasitas, namun lebih pada loyalitas mereka, yaitu komitmen mereka untuk mau taat kepada Tuhan.
Hal yang kedua, ketaatan itu dimungkinkan karena perintah itu sendiri bukanlah sesuatu yang terlalu jauh, tidak di langit atau di seberang laut tempatnya. Saudara, frasa “tidak di langit tempatnya” berarti perintah itu adalah sesuatu yang dapat diakses oleh mereka. Perintah Tuhan itu bukan sesuatu yang tersembunyi di langit dan masih menjadi misteri bagi mereka. Firman itu telah disampaikan kepada mereka. Di gunung Sinai, Allah sendiri telah turun menjumpai mereka dan menyatakan isi hati-Nya kepada mereka. Sedangkan frasa “tidak di seberang laut tempatnya” menunjukkan bahwa perintah Tuhan itu  bukanlah sesuatu yang tidak realitis dan tidak dapat dilakukan.
Perintah Tuhan itu tidak jauh dari mereka. Sebaliknya,  perintah itu ada di tengah-tengah mereka, perintah itu berada sangat dekat dengan mereka, yaitu di dalam mulut dan hati mereka. Saudara, frasa “di dalam mulutmu” dan “di dalam hatimu” ini berkaitan dengan firman Tuhan dalam Ulangan 6:6-7,
 
Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.

Artinya, firman itu telah familiar bagi mereka. Bahkan, ketika mereka mengajarkannya berulang-ulang dan terus-menerus, maka firman itu bukan saja ada di dalam mulut mereka, bukan hanya di dalam pikiran mereka, namun firman itu juga telah menjadi bagian dari hidup mereka. Firman itu bukan sesuatu yang asing bagi mereka.
Saudara, di satu sisi, pernyataan Musa ini menjadi sebuah jawaban yang menguatkan di tengah-tengah keraguan yang mungkin ada di antara bangsa Israel, yaitu apakah mereka sungguh dapat melakukan perintah Tuhan itu atau tidak. Namun di sisi lain, karena firman itu tidaklah terlalu sukar dan terlalu jauh, maka sesungguhnya tidak ada ruang untuk sebuah excuse atas ketidaktaatan. Artinya, taat atau tidak taat bukan disebabkan karena sulitnya perintah itu, melainkan ada tidaknya komitmen mereka untuk melakukan perintah itu. Keputusan itu ada di tangan mereka. Pilihannya cuma 2, kehidupan atau kematian, berkat atau kutuk.
 Saudara-Saudara, di dalam perjanjian yang diikat Tuhan dengan Israel, Tuhan berjanji akan memberkati dengan berkat-berkat jasmani (earthly blessing) yang berkaitan dengan eksistensi mereka sebagai sebuah bangsa. Berkat itu akan diterima jika mau melakukan hukum Taurat yang telah diberikan kepada mereka. Dengan kata lain, berkat itu akan tercurah ketika pengetahuan akan firman itu mereka realisasikan dalam praktek hidup mereka. Saudara, inilah yang tidak dilakukan oleh generasi pertama bangsa itu. Pengetahuan mereka akan firman Tuhan tidak diikuti oleh komitmen untuk melakukannya dengan sungguh-sungguh. Inilah yang menyebabkan mereka dihukum Tuhan.
Itulah sebabnya saudara, sebagai seorang yang begitu mengasihi bangsanya, Musa kembali menasihati bangsa itu. Ia tidak ingin bangsanya itu mengulangi kesalahan pendahulu mereka. Musa tidak ingin firman itu hanya ada di mulut mereka saja. Ia juga tidak ingin firman itu berhenti di dalam pikiran bangsa Israel, ia tidak ingin perintah itu hanya menjadi pengetahuan atau hafalan mereka saja. Itulah sebabnya di ayat 16 Musa berkata kepada mereka

16Pada hari ini aku memerintahkan kepadamu untuk mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada perintah, ketetapan dan peraturan-Nya, supaya engkau hidup dan bertambah banyak dan diberkati oleh TUHAN, Allahmu, di negeri ke mana engkau masuk untuk mendudukinya.

Saudara-Saudara, 6 tahun lalu, ketika saya masih berlayar, tepatnya Mei 2004 terjadi sebuah kecelakaan kapal di selat Singapura. Kecelakaan itu adalah tubrukan antara sebuah kapal Penganggut Mobil dengan sebuah kapal Super-tanker. Tubrukan itu terjadi tengah malam sekitar jam setengah 12 malam. Kapal pengangkut mobil itu sedang membawa 4100 mobil mewah dan sedang berlayar dari Jepang menuju Jerman. Sebaliknya kapal Super-Tanker dengan muatan penuh minyak mentah dari Arab menuju Jepang.
Kecelakaan itu terjadi karena kapal Super-tanker itu salah masuk jalur. Sebagai gambaran, kalau kita bawa mobil atau motor di jalan raya kita aturannya harus di sebelah kirai kan? Nah sama saudara, dalam aturan pelayaran, jika sebuah kapal sedang berlayar di selat atau perairan sempit, maka harus berlayar di sisi sebelah kanan. Saudara, ternyata kapal Super-tanker yang seharusnya berada di sisi kanan ternyata masuk sisi yang berlawanan sehingga tubrukan pun tidak terelakkan. Akibatnya, kapal pengangkut mobil itu tenggelam bersama dengan semua muatan yang dibawanya. Sedangkan Super-tanker itu sendiri mengalami kerusakan parah di bagian depannya.
Saudara, mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah kapten kapal itu tidak tahu peraturan ini? Tidak saudara, sebelum seseorang menjadi perwira kapal seseorang harus dididik 4 tahun di Akademi Pelayaran, dan tentunya harus lulus ujian mata kuliah tentang Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut. Itu berarti kapten ini pasti tahu aturan itu. Bahkan, sebelum kecelakaan itu terjadi, ia pun telah diperingati berulangkali oleh Menara Kontrol di Singapura. Saudara, tubrukan itu terjadi karena kapten kapal itu tidak bertindak sesuai dengan aturan yang telah diketahuinya dan mengabaikan peringatan dari menara Kontrol itu.
Saudara-Saudara, perintah Musa kepada bangsa Israel untuk mengasihi Tuhan  dengan melakukan apa yang perintah-Nya, jelas menunjukkan bahwa pengetahuan bangsa itu akan firman saja tidak ada artinya, jika hal itu tidak diikuti oleh komitmen untuk melakukan firman itu. Saya kira hal ini juga yang diingatkan dalam Yakobus 1:22,Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja.
Selain tidak bisa membuat bangsa itu diberkati, ternyata pengetahuan akan firman saja tanpa disertai komitmen untuk menghidupinya, adalah juga merupakan pelanggaran serius terhadap firman itu sendiri. Artinya,  sikap hidup seperti ini bukan saja merupakan sebuah kemunafikan namun juga merupakan sebuah kekejian di mata Tuhan. Itulah sebabnya di dalam Perjanjian Baru, Yesus sangat mengecam sikap hidup orang-orang Farisi dan Ahli-ahli Taurat, yang senantiasa mengisi hidup mereka dengan firman Tuhan, namun tidak mau menghidupi firman itu. Mereka senantiasa berusaha untuk menguasai firman Tuhan, namun mereka tidak pernah membiarkan firman itu menguasai hidup mereka.
Saudara-Saudara, suatu kali di sebuah gereja, seorang pendeta dan para majelis mengadakan rapat bulanan, salah satu hal yang dibahas dalam rapat kali ini adalah tentang efektifitas program-program pelayanan di gereja itu. Pelayanan yang dianggap kurang berhasil dan kurang diminati jemaat dievaluasi kembali, apakah akan tetap dilakukan atau tidak. Salah satu indikator yang dipakai untuk mengukur tentunya adalah jumlah kehadiran jemaat dalam pelayanan tersebut.
Dari beberapa pelayanan yang dievaluasi, yang paling mendapat sorotan adalah pelayanan persekutuan doa. Saudara, sebagaimana fenomena yang umumnya terjadi di beberapa gereja, persekutuan doa di gereja ini pun sangat sedikit pesertanya. Tidak seperti pelayanan paduan suara, dan persekutuan rumah tangga yang cukup banyak pesertanya, persekutuan doa di gereja itu hanya dihadiri oleh 3-5 orang jemaat lansia.
Saudara, dengan alasan jumlah peserta yang sedikit, dan demi efisiensi anggaran karena penjemputan jemaat yang ikut persekutuan doa itu dilakukan dengan mobil gereja, maka akhirnya rapat itu memutuskan untuk meniadakan persekutuan doa tersebut. Saudara keputusan ini tentu saja ditentang oleh mereka yang selalu hadir di persekutuan doa itu. Seorang ibu tua yang telah puluhan tahun mengikuti persekutuan doa itu melakukan protes, namun sang pendeta dan majelis tetap pada keputusan mereka.
Sekalipun persekutuan doa itu telah ditiadakan, namun ibu itu tetap saja selalu datang ke gereja untuk berdoa. Sekalipun ia tidak lagi diantar oleh mobil gereja, namun ia tetap setia datang berdoa untuk gerejanya dan untuk jemaat lain yang sedang bergumul dengan hidup mereka. Sekalipun ia berdoa seorang diri, ia tetap yakin Tuhan pasti mendengar doanya. Beberapa bulan kemudian, berita tentang kesetiaan ibu tua ini pun tersiar di kalangan jemaat yang lain. Akhirnya sedikit demi sedikit, beberapa jemaat mulai bergabung dengan ibu tua ini untuk berdoa. Akhirnya, persekutuan doa itu kembali diadakan.
Saudara, ibu tua adalah seorang ibu rumah tangga biasa, ia juga bukan seorang berpendidikan tinggi. Tidak seperti pendeta dan mejelis gereja, ibu tua ini juga tidak memiliki pengetahuan teologi yang cukup. Ia mungkin juga tidak pernah tahu apa Amanat Teks (AT) dari Matius 6:5-15. Namun sikapnya yang tulus berdoa bagi orang lain, membuktikan firman itu sungguh dihidupinya.

Saudara-Saudara, ketika merenungkan perikop ini, saya mengingat kembali saat-saat di mana saya pertama kali masuk ke seminari ini. Saya ingat saat itu, saya datang dengan semangat yang besar untuk mempelajari firman Tuhan. Datang dengan sebuah kerinduan untuk mendalami firman Tuhan. Datang dengan sebuah tekad “Tuhan saya mau mengenal-Mu lebih dalam melalui firman-Mu.” Saudara, saya kira kita semua tentu datang dengan semangat dan tekad yang sama. Dan saya yakin kita semua setuju, bahwa melalui pembelajaran di tempat ini, melalui buku-buku yang kita baca, dan melalui interaksi di kelas, pengetahuan teologi kita pun semakin bertambah.
Saudara, mungkin kita pernah mendengar kisah tentang seorang anak ketika ujian matematika ia dapat nilai 100, namun ketika ia disuruh ibunya belanja ke warung ia tidak bisa menghitung uang kembalian. Saudara, seringkali kita seperti anak kecil ini di hadapan Tuhan. 
Saudara-Saudara, firman Tuhan hari ini mengingatkan kita, bahwa hidup yang berkenan di hadapan Tuhan itu tidak ditentukan oleh berapa banya pengetahuan teologi yang kita miliki. Hidup yang berkenan di hadapan Tuhan itu berawal ketika kita sendiri mau berkomitmen untuk melakukan firman yang telah kita pelajari itu di dalam kehidupan kita.

Penutup
Sebagai orang percaya kita memiliki kedudukan yang istimewa di hadapan Tuhan. Namun tahukah saudara, dibalik kedudukan yang istimewa itu kita juga dituntut untuk memiliki hidup yang berbeda dengan orang dunia. Firman ini diberikan bukan dipelajari saja, Firman ini diberikan bukan untuk diperdebatkan. Firman ini diberikan untuk dilakukan.
Memang firman Tuhan bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan, namun bukan berarti tidak dapat dilakukan sama sekali. Ketika kita membuka hati kita, dan berkomitmen dengan sungguh di hadapan Tuhan, Sang Penolong itu yakni Roh Kudus yang akan memampukan setiap kita untuk melakukan firman Tuhan itu dalam hidup kita. 
Oleh karena itu, tentukan pilihanmu sekarang, dan ambil komitmenmu, maka hidup kita akan diberkati oleh Tuhan. 

Amin


Tidak ada komentar:

Posting Komentar