Oleh Danny A. Gamadhi
Siapa Tahu Malam Ini Ia Datang
(Gadis Bijak dan Bodoh)
Pendahuluan
Seandainya nanti malam, ketika kita sedang santai, tiba-tiba Tuhan Yesus datang untuk ke dua kalinya, bumi bergetar, gunung-gunung bergoyang, sangkakala dari langit terdengar nyaring, matahari menjadi gelap, bintang-bintang berjatuhan, dan dunia menemui akhirnya, apakah Saudara akan terkejut? Saya rasa kita semua tidak perlu terkejut karena tanda-tanda akhir zaman sudah sangat nyata di depan mata kita.
Lihat mesias-mesias palsu telah bermunculan, mereka menyesatkan banyak orang, terjadi peperangan di sana-sini, bencana kelaparan, pertikaian, gempa bumi. Bukankah itu semua tanda-tanda akhir zaman yang disebutkan dalam Alkitab? Apa yang dinubuatkan dahulu kini dapat kita lihat di layar TV setiap hari. Firman Tuhan juga mengatakan bahwa kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin, tidak mau berdamai, tidak peduli agama, lebih menuruti hawa nafsu daripada menuruti Allah, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, dan ciri-ciri manusia di hari-hari terakhir lainnya (2 Tim. 3:2-4). Rasanya kriteria di atas tidak terlalu asing bagi kita karena kita sudah hidup di dunia yang demikian. Terlebih lagi, manusia akan mengejar uang, mencintai diri, dan melupakan Tuhan. Tidak heran apabila zaman di mana kita hidup disebut zaman akhir (bnd. Ibr. 1:2, 1 Yoh.).
Apabila kita sadar bahwa zaman ini adalah zaman akhir, bagaimana seharusnya kita menjalani hidup? Hari Tuhan akan datang tanpa kita duga-duga, akhir dari dunia ini akan datang tiba-tiba seperti pencuri yang datang di tengah malam. Ada seorang hansip yang mendapat giliran jaga malam. Siang harinya ia mendengar kabar bahwa akan ada gerombolan perampok beraksi malam ini. Ia diminta untuk berjaga-jaga dengan waspada. Ketika malam tiba, ia tidak mengantuk sama sekali. Adrenalin memompa tubuhnya untuk tetap sadar dan waspada. Ia menanti-nanti apabila perampok itu bertindak. Tapi bayangkan Saudara, apabila perampok itu sudah datang, si hansip melihatnya tapi tidak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya memegang senter besar, kain sarung, dan sebuah pentungan kecil, tentu ia akan menjadi bulan-bulanan para perampok.
Itulah mengapa, firman Tuhan mengatakan, “Berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya (Mat. 25:13).” Berjaga-jaga bukan hanya setia menanti tapi juga bersiap sedia. Hansip itu telah menanti dengan sungguh kedatangan perampok, alangkah baiknya jika ia juga telah siap sedia membawa perlengkapan atau squad hansip yang terlatih dan dipersenjatai. Begitu juga dengan akhir zaman, seseorang dapat dikatakan berjaga-jaga jika ia melakukan dua tugas: setia menanti (faithfulness) dan bersiap-sedia (preparedness).
FAITHFULNESS (ay. 1-5)
Penjelasan
Sama seperti hansip yang diberi giliran jaga malam, tugas pertama kita semua yang menantikan kedatangan Tuhan Yesus ialah setia dalam menanti.
Suatu hari Tuhan Yesus tengah duduk di atas bukit Zaitun sendirian, kemudian datanglah murid-murid-Nya untuk ngobrol secara personal dengan-Nya. Mereka menanyakan sebuah misteri yang hanya diketahui oleh Allah Bapa, yaitu misteri kesudahan dunia, “Guru, katakanlah kepada kami, kapan itu terjadi, apa tanda kedatangan-Mu yang ke dua, dan apa tanda kesudahan dunia (Mat. 24:3)?” Tuhan Yesus menjawab mereka dengan lugas, “Waspadalah supaya jangan ada orang menyesatkan kamu. Nanti akan ada banyak mesias palsu yang menyesatkan banyak orang, akan ada deru perang, kelaparan, gempa bumi di berbagai tempat, siksaan pada orang benar, dan hidup manusia mendurhaka Allah. Segera sesudah siksaan pada masa itu, matahari akan menjadi gelap dan bulan tidak bercahaya dan bintang-bintang akan berjatuhan dari langit dan kuasa-kuasa langit akan goncang.”
Murid-murid merinding mendengarkan pengajaran Tuhan Yesus. Rasanya hari itu adalah hari yang paling mengerikan. Kemudian Tuhan Yesus melanjutkan, “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri (24:36).” Setelah menjelaskan keadaan di akhir zaman, Tuhan Yesus menceritakan sebuah perumpamaan.
Ketika akhir zaman tiba, Kerajaan Sorga itu seumpama sepuluh gadis yang pergi menyongsong mempelai laki-laki. Mereka membawa pelita untuk menerangi jalan karena hari telah malam. Pelita itu merupakan sebuah wadah berisi minyak dengan sumbu kain yang dicelupkan dan dinyalakan. Mempelai pria ditemani oleh teman-temannya berangkat ke rumah mempelai wanita diikuti oleh berbagai prosesi sepanjang jalan. Setelah menjemput mempelai wanita, mereka akan kembali ke rumah mempelai pria dan memulai pesta. Kesepuluh gadis ini menanti kedatangan kedua mempelai di depan rumah mempelai pria. Lima di antaranya merupakan gadis yang bijak sedangkan lima lainnya bodoh. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya tapi tidak membawa minyak tambahan, sedangkan gadis-gadis bijaksana membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka (25:3-4). Mereka menanti lama sekali hingga akhirnya mengantuklah mereka semua lalu tertidur.
Kesepuluh gadis ini adalah orang-orang yang menantikan kedatangan mempelai pria. Mereka bukannya tidak membawa apa-apa atau terlambat datang, semuanya hadir sebelum mempelai pria pulang dan membawa pelita. Pelita merupakan benda wajib bagi pengiring pengantin. Tanpa pelita mereka akan dianggap sebagai orang jahat atau perusak pesta. Pelita ini dapat menyala selama beberapa jam dan kemudian minyaknya harus ditambah untuk memperpanjang nyala pelita. Kedatangan mempelai pria tidak dapat dipastikan. Ia dapat datang sebelum tengah malam, tapi dapat juga dini hari menjelang pagi. Karena lamanya kedatangan sang mempelai, maka para gadis pun mengantuk dan tertidur.
Ada teolog yang berpendapat bahwa tidurnya kesepuluh gadis merupakan nubuatan Tuhan Yesus akan keadaan gereja yang juga “tertidur” ketika kelak Tuhan Yesus datang ke dua kalinya (R. T. Kendall, The Parables of Jesus 331). Firman Tuhan dalam bagian lain juga menekankan mengenai kesadaran dan kesiagaan dalam menanti kedatangan Tuhan. Rasul Yohanes, ketika ia dibuang ke pulau Patmos, berkata, “Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos (Why. 1:9).” Kita menantikan langit yang baru dan bumi yang baru, di mana Anak Manusia akan berkuasa atas bumi yang baru di mana terdapat kebenaran. Jadi, jika segala sesuatu ini akan hancur, betapa suci dan salehnya kita harus hidup (2 Pet. 3:11-12), supaya kalau ia tiba-tiba datang jangan kamu didapatinya sedang tidur (Mrk. 13:36).
Dalam perumpamaan ini, kesepuluh gadis mengantuk dan tertidur ketika sedang menanti kedatangan sang mempelai pria.
Ilustrasi
Berbeda dengan kesepuluh gadis yang tertidur ketika menantikan kedatangan sang mempelai, di stasiun Shibuya, Tokyo, ada sebuah monumen kecil yang menyimpan kisah penantian yang mengharukan. Monumen itu dibangun atas kekaguman masyarakat atas kesetiaan seekor anjing yang bernama Hachiko.
Kembali ke musim dingin di bulan Januari 1924, seekor anjing kecil dipungut oleh keluarga seorang profesor yang bernama Hidesaburo Ueno. Profesor Ueno yang waktu itu berusia 53 tahun menamainya Hachi dan mengajarnya melakukan banyak hal baru. Setiap pagi, ketika profesor Ueno berangkat kerja, Hachi selalu mengantar tuannya itu. Awalnya mengantar di pintu rumah, kemudian di pintu gerbang. Sampai suatu pagi, Hachi mengikuti profesor Ueno sampai ke stasiun Shibuya. Profesor terpaksa kembali ke rumah untuk memulangkan Hachiko. Tapi sore harinya, Hachi keluar dari rumah dan menjemput profesor Ueno di stasiun Shibuya. Setiap pukul lima tepat, Hachiko akan berdiri di depan pintu stasiun dan menanti profesor keluar dari stasiun Shibuya. Profesor mulai menikmati dan juga tidak sabar menanti Hachiko di luar stasiun. Apabila profesor keluar, Hachi akan langsung berlari ke arahnya dan profesor akan memeluknya. Hal ini terjadi setiap hari, sepanjang tahun.
Sampai suatu hari, Hachiko tak menemukan kedatangan tuannya di stasiun pk lima sore. Pada 21 Mei 1925, seusai mengikuti rapat di kampus, profesor Ueno mendadak meninggal dunia. Hachi memerhatikan setiap orang yang keluar dari pintu stasiun dan memastikan ia tidak melewatkan tuannya. Tapi hari itu tuannya memang tidak kembali. Ketika malam sudah larut, Hachiko kembali ke rumah dan berharap berjumpa tuannya di sana. Tapi di rumah pun, profesor Ueno tidak ada. Hachiko tidak mau makan selama tiga hari. Ia tidak mengerti bahwa profesor Ueno telah meninggal dunia. Hachiko berkali-kali harus berpindah tangan dan berpindah rumah, tapi setiap sore pukul lima kurang, ia akan sudah menanti dengan sigap di stasiun Shibuya. Orang-orang stasiun yang telah lama mengenal Hachiko berusaha memberi tahu bahwa tuannya tidak akan datang, tapi Hachiko tetap menanti. Berulang kali Hachiko kabur dari rumah dan harus dicari oleh anak dari Profesor Ueno. Bahkan setiap sore Hachiko harus dijemput untuk kembali ke rumah setelah penantian yang sia-sia.
Akhirnya anak profesor Ueno harus merelakan kepergian Hachiko. Hachiko kini tinggal seperti anjing liar yang tak bertuan. Tidak jarang ia menerima perlakuan kasar dari orang-orang dan menderita kesakitan. Tapi para pedagang, pegawai stasiun, dan orang-orang si sekitar stasiun sangat menyayangi Hachiko. Mereka sudah hafal, setiap sore Hachi akan datang ke stasiun dan menanti tuannya. Setiap hari pukul lima sore, sejak tahun 1925 sampai 1935, yaitu hari di mana Hachiko mati.
Dia menanti kedatangan tuannya dengan setia sampai ia mati. Ia hanya bertemu dan bergaul dengan tuannya selama satu tahun, tapi selama sepuluh tahun setelahnya, ia tetap menanti kedatangan tuannya.
Aplikasi
Sudah berapa lama kita mengenal Tuan kita? Apakah kita juga menantikan kedatangan Tuan kita? Kedatangan Tuhan Yesus yang ke dua? Apakah kita tertidur tatkala menanti kedatangan Tuhan Yesus? Apakah gereja Tuhan hari ini tertidur? Saudara, inilah saatnya kita bangun! Setelah 2000 tahun, kedatangan-Nya telah lebih dekat dari yang kita bayangkan. Ia yang berjanji akan datang kembali akan segera menepati janji-Nya. Sudahkah kita menantikan kedatangan-Nya dengan setia? Dengan hidup yang saleh dan ketekunan dalam hati.
PREPAREDNESS (ay. 6-12)
Penjelasan
Tugas ke dua dari seorang yang berjaga-jaga ialah kesiap-sediaan. Siap sedia atau preparedness merupakan suatu sikap yang diwajibkan bagi anggota angkatan bersenjata hampir di seluruh dunia. Di manapun mereka berada mereka diwajibkan untuk mengenakan seragam mereka dan membawa perlengkapan. Mereka ada untuk melayani masyarakat di manapun dan kapanpun mereka berada. Jika ketika berlibur bersama keluarganya, ia melihat suatu kecelakaan, maka dengan sigap ia harus menolong, atau menangkap penjahat, atau melindungi masyarakat. Ia harus siap sedia dalam segala keadaan. Untuk mencapai kesiapsediaan yang demikian dibutuhkan persiapan atas segala sesuatu yang diperlukan sebelum melakukan sesuatu. Inilah juga yang dilakukan oleh sebagian gadis penyongsong mempelai.
Karena lamanya menunggu, kesepuluh gadis tertidur lelap dan terbuai. Mungkin mereka mulai bermimpi seandainya merekalah yang menjadi pengantin wanita. Mereka duduk di dalam rumah menanti kedatangan pangerannya dengan mobil limousine. Setiap lima menit kepalanya menengok ke jalanan, siapa tahu mempelai lelaki telah datang. Saking seringnya menengok, leher menjadi pegal dan meminta salah seorang pembantu untuk menepuk-nepuknya.
“Aduh pembantuku, koq keras amat nepuknya!”
“Hey siapa itu pembantumu? Cepat bangun! Dia sudah datang!”
“Siapa? Mempelaiku, pangeranku? (sambil belum benar-benar sadar)”
“Pangeranmu dari mana, kita kan sedang menunggu mempelai tuan dan nyonya kita. Cepat nyisir, rambutmu mirip ‘mak Lampir.” Dari kejauhan terdengar suara orang berseru, “Mempelai datang! Songsonglah dia!” Mereka bersepuluh pun bersiap-siap. Ada yang pakai lipstik, bedak, minyak wangi, merapikan pakaian, dan yang paling penting mereka membereskan pelita mereka.
Lima gadis yang bijak berdiri dengan anggun dengan senyuman yang manis dan sangat percaya diri bak model iklan produk pelangsing tubuh. Mereka tampak tenang karena mereka telah mengisi pelita mereka dengan minyak cadangan yang mereka bawa dalam buli-buli. Sedangkan kelima gadis yang bodoh tampak kebingungan. Mereka celingak-celinguk, wajahnya kebingungan, kuatir, seperti siswa yang kedapatan menyontek. Ternyata minyak dalam pelita yang mereka bawa hampir habis. Padahal mempelai masih ada di kejauhan. Mereka pun berkata kepada gadis-gadis bijak, “Bagi dong minyakmu dikit, punya kami hampir habis. Sedikit lagi, maka pelita kami akan padam. Kalo pelita kami mati, kami tentu tidak bisa masuk ke pesta. Pleaaseee. . .” Tapi gadis bijak menjawab, “Waduh, sorry sis, bukannya pelit tapi kalo saya bagi, maka minyak itu tidak akan cukup bagimu dan bagiku. Nanti bisa-bisa malah semua pelita kita padam. Mending gini ajah, kalian pergi ke warung di sebelah sana dan beli.” Akhirnya kelima gadis bodoh itu pergi untuk membeli minyak.
Ketika kelima gadis bodoh sedang pergi membeli, rombongan pengantin semakin dekat dan terus mendekat. Sampai akhirnya kedua mempelai benar-benar berdiri di hadapan kelima gadis penyongsong yang tersisa dengan pelita yang menyala terang di tangan mereka. Kelima gadis tersenyum puas dan ikut menyongsong mempelai masuk ke dalam ruang perjamuan kawin. Dan Alkitab mencatat, “Lalu pintu ditutup (25:10).” Mereka yang sudah masuk ke dalam bersukaria dalam perjamuan kawin meriah, sedangkan kelima gadis bodoh masih berada di luar.
Ketika gadis-gadis tersebut sampai kembali di tempat semula, mereka sangat terkejut. Pintu sudah ditutup dan semua orang telah masuk. Mengetahui bahwa perjamuan telah berlangsung di dalam, merekapun menggedor-gedor pintu sambil berteriak sekuat tenaga, “Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! Kami adalah penyongsongmu, kami pelayanmu. Kami hanya pergi keluar sebentar, kami mohon, bukakanlah pintu!” Tapi dari balik pintu itu terdengarlah suara mempelai pria, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu!” Para gadis bodoh pun tetap tinggal di luar. Mereka tidak dapat masuk ke pesta perjamuan kawin itu karena mereka tidak siap sedia ketika akhirnya mempelai tiba.
“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu!” Kalimat ini merupakan sebuah pernyataan yang keras, blak-blakan, dan to the point yang menunjukkan penolakan terhadap orang yang tidak memiliki true relationship (hubungan yang sejati) dengan Yesus. Kepada para nabi palsu yang tidak memiliki hubungan dengan-Nya Tuhan Yesus berkata dalam Matius 7:23, “Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!”
“To know means to have relationship,” kata mengenal dalam Alkitab (Yun.: oida) berarti memiliki hubungan. Memiliki hubungan juga berarti mengenal secara pribadi. Anda mengenal dia dan dia mengenal Anda, itulah relasi. Dengan mengenal Tuhan secara pribadi, kita tahu apa yang Ia mau untuk kita lakukan.
Ilustrasi
Bertahun-tahun yang silam, seorang pemuda dengan kekasihnya datang ke pantai di malam hari untuk saling berpisah. Sang pemuda hendak berlayar ke negeri yang jauh di seberang lautan dan mengadu nasib. Ia mengumpulkan kayu bakar, menyalakan api unggun dan membicarakan rencana mereka. Ia berjanji ketika ia kembali nanti, ia akan mengambil kekasihnya sebagai isteri. Kemudian sang pemuda meminta kekasihnya untuk menyanyikan lagu kesayangan mereka, lagu cinta yang yang amat mereka sukai. Setelah saling berucap janji setia untuk menanti, ia meminta kekasihnya untuk menyanyikan lagu itu satu kali lagi. Ia berkata, “Aku akan kembali untukmu, dan aku akan membawamu ke sebuah rumah yang indah di pulau nan jauh di sana ke mana aku akan pergi. Tapi sementara aku jauh darimu, aku akan kesepian, mungkin putus asa, dan setiap hari di waktu seperti ini, aku akan memikirkanmu dan mengingat kembali malam perpisahan ini. Kemudian aku akan kembali di waktu yang sama seperti sekarang, dan ketika aku melihat api unggunmu dan mendengar nyanyianmu, aku tahu bahwa kamu telah setia dan tekun menanti.” Dengan bercucuran air mata, sang gadis berjanji dan sambil mengucapkan salam perpisahan untuk terakhir kalinya, sang pemuda naik ke kapal dan berlayar di tengah gelapnya malam. Ia pergi jauh untuk mengadu nasib dan entah apa yang akan ia dapat.
Keesokan malamnya, sesuai dengan janji, sang gadis datang ke pantai itu. Ia berdiri di sisi api unggun dan menyanyikan lagu mereka sambil memikirkan dengan lembut kekasihnya yang telah pergi di kejauhan laut. Malam demi malam ia memegang janjinya. Bulan-bulan pun berlalu, kemudian tahun demi tahun, tapi setiap malam ia berdiri di samping api unggun dan menyanyikan lagu cinta mereka. Teman-temannya menasehati agar ia berhenti datang ke pantai dan mencari orang lain. Mereka mengatakan bahwa tentulah sang pemuda telah lupa akan janjinya dan tidak akan pernah kembali. Tapi sang gadis memiliki keyakinan yang kokoh pada kekasihnya. “Ia telah berjanji, maka ia pasti akan kembali untukku,” kata sang gadis. Jumlah tahun yang banyak telah mengukir jejaknya di wajah dan rambut sang wanita, tapi tetap, kekasihnya tak kunjung datang.
Suatu malam, lebih semangat dari biasa, sang wanita datang ke tempat biasa di malam hari. Harapan telah pupus rasanya, tapi dalam hatinya ia tahu bahwa ia harus setia. Api meredup tertiup angin pantai, dan iapun mengumpulkan kayu bakar sekali lagi. Ia menyanyikan kembali lagu yang telah dinyanyikan ribuan kali. Ketika ia hendak pulang ke rumahnya, ia mendengar suara dayuhan kapal di kejauhan. Mungkin seorang nelayan yang pulang malam. Tapi pengharapan cinta wanita ini membuatnya gigih, ia menyalakan api yang baru sekali lagi, dan sekali lagi menanyikan lagu cinta mereka. Kapal itu mendekat dan semakin mendekat. Dan pemuda itu yang juga telah menjadi tua datang. Ia turun dari kapal dan mengenggam tangan kekasihnya, “Aku telah menunggu untuk melihat apimu dan mendengar lagu kita,” ia berkata. “Dan aku tahu, engkau dengan siap sedia senantiasa menanti. Marilah kita pergi ke rumah indah yang telah kubangun untukmu di seberang sana.”
Sang wanita menanti dengan siap sedia, karena ia melakukan apa yang diinginkan oleh kekasihnya. Ia menyalakan api dan menyanyikan lagu mereka. melakukan apa yang diinginkan kekasihnya karena ia mengenal kekasihnya. Sebagai orang Kristen, kita juga sedang menantikan Kekasih kita. Dalam penantian itu, dibutuhkan lebih dari sekadar penantian pasif, yaitu sebuah kesiap-sediaan. Untuk dapat siap sedia, kita harus tahu apa yang Ia inginkan ketika Ia mendapati kita? Demi mengetahuinya, kita harus mengenal Dia.
Aplikasi
Sebelum kita sadar untuk mengenal Allah, Ia telah terlebih dahulu berinisiatif mengenal Saudara dan saya. Ia ingin berelasi dengan kita sebagaimana manusia pertama sebelum jatuh ke dalam dosa. Karena dosa, hubungan itu menjadi rusak. Manusia tidak mencari Allah bahkan membangkang. Tapi, karena kasih-Nya yang besar Allah mengirimkan Anak-Nya yang tunggal, agar hubungan Allah dan manusia dipulihkan. Tuhan Yesus Kristus disalibkan menggantikan hukuman dosa kita, agar kita memperoleh jalan pengampunan dan dapat berelasi dengan Allah.
Melalui karya Kristus ini, kita dapat bersatu dengan Allah, tapi sudahkah kita berusaha mengenal Dia dengan sungguh? Yesaya 55:6-7 berbunyi, “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui, berserulah kepada-Nya selama Ia dekat! Baiklah orang fasik meninggalkan jalannya, dan orang jahat meninggalkan rancangannya; baiklah ia kembali kepada TUHAN, maka Dia akan mengasihaninya, dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi pengampunan dengan limpahnya.” Carilah Tuhan dengan sungguh dan tinggalkan dosa-dosa kita di belakang. Di situlah kita dapat memiliki hubungan yang dalam dengan Tuhan yang juga terpancar dari kehidupan kita.
Penutup
Ada kisah tentang seorang penjelajah Laut Arktik yang bernama Shackleton. Dalam sebuah eksplorasi, ia meninggalkan seorang kapten dan beberapa anak buahnya di sebuah pantai dan pergi untuk membawa kapalnya menjemput mereka. Ia berjanji untuk kembali dalam beberapa hari. Namun karena kabut yang sangat tebal dan es yang keras mencegah ia untuk kembali ke pantai. Membutuhkan waktu berminggu-minggu sampai akhirnya ia dapat kembali dan mendapati bagaimana keadaan anak buahnya.
Ketika angin berhembus cukup kuat untuk meniup kabut tebal dari pantai dan menggeser es di lautan, kapalnya mendekat dan berlabuh di pantai. Shackleton sangat terkejut dan bersukacita ketika mendapati anak-anak buahnya. Dari kejauhan ia melihat anak-anak buahnya telah berdiri sigap dengan semua perlengkapan telah dipak dan siap melangkah masuk ke kapal. Setelah menaikkan mereka ke atas kapal, Shackleton bertanya, “Mengapa kalian bisa sangat siap ketika kami datang, padahal kalian telah menunggu berminggu-minggu dan tidak dapat melihat kami dari kejauhan?” Seorang dari mereka menjawab, “Begini tuan, kapten Wild yang Anda tugaskan berjaga dengan kami tidak menyerah untuk terus menanti kedatangan Anda. Setiap pagi ia akan berseru, ‘Bereskan kantung tidur kalian, anak-anak! Bos mungkin datang hari ini!’ Jadi kami selalu siap setiap saat, menanti kedatanganmu setiap hari.”
Apakah kita siap apabila Tuhan datang malam ini? Apakah Ia akan mendapati kita “siap berangkat” ketika Ia datang untuk membawa kita ke tempat yang telah Ia sediakan? Pada hari ini, jika engkau mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman (Ibr. 3:15). Berjaga-jagalah, nantikanlah kedatangan Tuhan dengan Kesetiaan dan Kesiap-sediaan. Tinggalkanlah dosa-dosa kita dan carilah Tuhan selama Ia berkenan ditemui melalui pembelajaran firman Tuhan yang tekun, doa-doa pribadi kita, dan pertemuan-pertemuan ibadah. Ada waktunya di mana pintu akan ditutup dan sekeras apapun kita berteriak, semuanya akan telah terlambat. Saat ini, ketika masih ada kesempatan, marilah kita mengenal Tuhan dan berusaha sungguh-sungguh mengenal Tuhan, Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi (Hos. 6:3). Tuhan berjanji, apabila kita mencari wajah Allah, kita akan menemukan-Nya.
Berbahagialah kita yang menanti kedatangan-Nya dengan setia dan siap sedia. Sebab Ia akan membawa kita masuk ke dalam perjamuan Anak Domba yang kekal. Amin, datanglah segera Tuhan Yesus.
Amin
Puji Tuhan.tulisan ini sangat memberkati saya
BalasHapusPuji Tuhan.tulisan ini sangat memberkati saya
BalasHapus