Mengatasi sisi gelap dari Narsistic Leader
Oleh Elizabeth Natallina
Pendahuluan
Saudara, ketika Saudara mendengar kata narsis, mungkin bayangan Saudara
adalah selalu berkaitan dengan seseorang yang suka cekrag-cekreg foto, bergaya, dan memajang banyak potretnya
dimana-mana. Ada benarnya sih, tapi kepribadian Narsistik memiliki
ciri lebih dari itu. Ia memiliki pandangan yang terlalu tinggi terhadap dirinya
sendiri lebih dari realitanya. Ia juga banyak menuntut orang lain mengakui kehebatan
dan kemampuannya. Ia akan marah kalau orang tidak memberi penghargaan bahkan
lebih marah lagi kalau direndahkan.
Baru-baru ini, saya mempelajari teori Mclinton dan Samuel D. Rima
mengenai salah satu sisi gelap pemimpin yaitu ‘Narsistic leader’. Saya
menemukan ciri-ciri selanjutnya yaitu: sepintas
kelihatan mandiri, takut dilihat lemah oleh orang lain, menggunakan segala cara untuk kuat, orangnya sangat ambisius, selalu
berusaha untuk berada di atas orang lain,
memiliki fantasi-fantasi yang megah atau tinggi-tinggi, punya perasaan inferior dan bergantung kepada penghargaan,
kekaguman, kebanggaan, dan tepuk tangan orang lain.
Seorang Narsistic memiliki kombinasi dari ciri-ciri di atas. Ciri sentral
dari kepribadian ini adalah haus akan penghargaan orang lain. Harga atau citra dirinya sangat dilukis oleh
apa yang orang katakan tentang dirinya.
Namun, Saudara, berbicara mengenai hal ini, bukankah memang penghargaan
itu adalah kebutuhan semua orang? Bahkan dalam piramid kebutuhan manusia yang
digambarkan oleh A. Maslow, kebutuhan akan penghargaan itu diletakkan lebih
tinggi dari kebutuhan fisik, keamanan, dan cinta.
Setiap orang tidak lepas dari kebutuhan akan penghargaan ini termasuk
hamba Tuhan. Dan kabar buruknya,
seringkali orang Kristen berusaha memenuhi kebutuhan ini dengan cara
menampilkan kesalehan, pelayanan, persembahan, dlsb. Segala tindakan kebenaran kita yang berbau
rohani ini dipakai sebagai kendaraan untuk mendapatkan kemuliaan diri, bukan
kemuliaan Allah. Saudara-saudara,
kesalehan seperti ini adalah kesalehan yang palsu. Motivasi untuk mencari kemuliaan diri itu adalah motivasi yang
keliru.
I.
Allah
tidak berkenan bila kita menuruti sisi gelap ‘Narsistic Leader’
Penjelasan
Saudara, jauh sebelum para ahli
psikologi merumuskan teori ini, Yesus, Tuhan kita yang tahu setiap kedalaman
hati manusia sudah tahu akan sisi gelap manusia yang haus akan penghargaan dari
orang lain. Hal ini terlihat ketika Dia
memperingatkan para pengikut-Nya dalam ayat yang kita baca tadi. Yesus membuka bagian ini dengan kata “ingatlah”,
artinya “hati-hati, awas!” Hati-hati
untuk apa? Yesus melanjutkan “jangan melakukan kewajiban agamamu di hadapan
orang supaya dilihat mereka” (ay. 1).
LAI memakai kata “kewajiban agama” untuk menerjemahkan kata δικαιοσύνην (dikaiosune) yang
seharusnya artinya adalah kebenaran. Dalam
terjemahan Alkitab bahasa Inggris, ayat pertama dituliskan dengan practicing your righteousness (ESV),
atau acts of your righteousness
(NIV). Dengan kata lain, yang dimaksud dengan dikaiosune disini adalah segala tindakan kebenaran yang berhubungan
dengan kehidupan kerohanian seseorang.
Ayat ini merupakan tesis dari tiga contoh spesifik yang diberikan Tuhan ketika berbicara tentang
kemunafikan yaitu 6 ayat 1-18.
Tiga contoh yang diberikan Tuhan Yesus adalah kebiasaan yang paling akrab
dan menonjol dengan kehidupan orang Yahudi, yaitu memberi sedekah, berdoa, dan
berpuasa. Matius menulis tiga contoh
yang diucapkan Yesus secara paralel (ay.2-4; 5-6; 16-18). LAI sudah membantu kita dengan pembagian
perikopnya. Setiap orang Yahudi pasti
diharapkan melakukan ketiga hal ini, Yesus pun ingin murid-Nya melakukan
kesalehan ini. Tetapi, bukan dengan cara
dan motivasi yang salah seperti yang dilakukan oleh orang munafik.
Saudara, Tuhan Yesus menyebut kata “munafik” ini 3 kali, yaitu di setiap
tindakan kesalehan yang ditampilkan oleh mereka (ay. 2, 5, dan 16,
bacakan). Kata “munafik” berasal dari
kata ὑποκριταί
yang artinya adalah aktor alias pemain sandiwara, biasanya dalam konteks pentas
seni. Jadi, sebutan munafik ini
ditujukan bagi setiap mereka yang memperlakukan dunia ini sebagai panggung
sandiwara dan ia memerankan suatu karakter yang ingin ia tampilkan. Maka tidak heran, ketika Ahmad Albar
melantunkan lagu “dunia ini panggung sandiwara,” banyak orang menyenanginya.
Seorang munafik menanggalkan jati dirinya yang asli dan mengenakan jati
diri palsu. Kalau ia ingin dikenal sebagai orang yang saleh maka ia akan
berdoa, berpuasa, melakukan disiplin rohani, dll. Kalau ia ingin dikenal sebagai orang baik,
maka ia akan banyak menolong orang, memberi, seakan punya belas kasihan yang
besar. Kalau ia ingin dikenal sebagai
orang yang pandai maka ia tampil begitu smart
dan memukau.
Saudara-saudara, pertanyaannya adalah mengapa sih orang munafik harus bermain sandiwara? Tuhan Yesus memberi
jawabannya di ayat 1b, 2b, 5b, 16b (tampilkan PPT), yaitu untuk memuaskan
kebutuhan mereka akan kemuliaan diri: penghargaan dan pujian kekaguman dari
orang. Kata dipuji berasal dari kata doksazo artinya to glorify, Bahasa Inggris lebih tepat menerjemahkan frasa dipuji
dengan that they may have glory from men
(NKJ). Inilah yang menjadi kebutuhan
mereka dan tujuan utama mereka, goal-nya
adalah pujian dari orang lain. Siapakah
orang munafik itu? Dalam konteks ini, Matius memang tidak menyebutkan dengan
jelas tapi dari pasal 23:1 orang munafik ini dirujuk kepada orang-orang Farisi
dan ahli-ahli taurat yang tidak lain adalah para pemimpin “rohani”. Mereka adalah Narsistic leader itu.
Lalu bagaimana caranya mereka mencapai tujuan ini? Gampang! Yaitu dengan memamerkan
tindakan kerohanian mereka di hadapan publik.
Apa yang mereka lakukan? Kalau mereka memberi sedekah atau berdoa,
mereka melakukannya di tempat ibadah, di keramaian orang, di tikungan jalan
raya, dll. Intinya adalah mereka
melakukan semua tindakan kesalehan itu di tempat di mana semua mata terpana
kepada perbuatan mereka. Atau jika
mereka berpuasa, mereka tampil dengan muka masam dan kelihatan lemas sehingga
orang lain tahu bahwa mereka berpuasa.
Mereka melakukan segala cara supaya bibir orang yang melihat perbuatan
mereka akan berkata, “Luar biasa, sungguh baik dan saleh orang ini.” Atau mungkin yang satu berkata kepada yang
lain, “Hei lihat, kita harus mencontoh perbuatan pemimpin kita ini.” Atau mungkin salah seorang yang lain ketika
melihat perbuatan mereka akan berespon dan berkata kepada mereka, “Pak, perbuatan
bapak telah menjadi berkat buat saya, terimakasih ya atas teladannya.” Atau bila mungkin, semua orang berdiri dan
bertepuk tangan memberikan sorakan atas kekaguman mereka atas kesalehan yang
ditampilkan.
Saudara, memang hal-hal itulah yang dicari oleh para Narsistic Leaders itu dan Tuhan Yesus berkata itulah upah mereka (ay.
2c, 5c, 16c). Tapi sayangnya, penilaian
dari orang lain yang begitu tinggi dan excellent
itu tidak berimbang dengan penilaian di mata Tuhan. Tuhan memandang perbuatan itu tidak ada
artinya alias sia-sia. Saudara, ketika
seseorang menampilkan segala tindakan kerohanian hanya untuk mendapat
penghargaan dari orang lain, ada satu hati yang dikorbankan, yaitu hati Allah,
karena Ia tahu perbuatan itu tidak lahir dari kasihnya terhadap Allah melainkan
dari kasihnya terhadap dirinya sendiri.
Ilustrasi
Saudara, di suatu persekutuan pemuda
di sebuah gereja ada seorang pemuda yang menjalin cinta dengan seorang gadis. Suatu kali pemuda tsb ingin memberikan surprise kepada kekasihnya di hari ulang
tahunnya. Sang pemuda menyiapkan
rancangan dan hadiah yang terbaik. Tepat pada hari ulang tahun kekasihnya, si
pemuda melaksanakan rancangan kejutannya di depan semua teman-teman mereka. Ia menyanyikan sebuah lagu yang khusus
diperuntukkan kepada kekasihnya. Setelah itu, ia memberikan sebuah hadiah yang
cukup mahal, sambil berkata, “Darling,
this is special just for you, I love you.” Dan tak lupa ia memberi pelukan
dan ciuman di kening sang kekasih. Saudara, bisa bayangkan, gadis mana yang nggak suka diberi perhatian seperti itu? Wajah sang gadis
berbinar-binar bercampur bingung. Mengapa? Karena biasanya pacarnya itu tidak romantis.
Bahkan mereka sering bertengkar karena sikap cueknya itu. Apakah pacarnya ini telah berubah?
Ternyata, tidak! Setelah kejutan itu berlalu, sang pemuda kembali pada
wajah aslinya: cuek, dingin, dan seenaknya. Ternyata, apa yang dilakukannya di
hadapan teman-temannya pada waktu itu, hanyalah untuk mendapat pujian dari
mereka. Fokus pemuda itu bukanlah pada kekasihnya, tetapi dirinya. Ia ingin
disebut pemuda yang romantis, gentle walaupun untuk itu ia mengorbankan
perasaan kekasihnya. Betapa sakitnya hati si gadis mengetahui bahwa semua itu
hanyalah sebuah sandiwara belaka.
Aplikasi
Saudara, kalau manusia bisa sakit
hati ketika kita menerima kasih yang pura-pura,
apalagi Allah
yang kudus yang tahu setiap kedalaman, tujuan dan motivasi kita? Ingat, ketika
kita melakukan segala tindakan yang kelihatannya benar dan rohani namun hanya
untuk tujuan kemuliaan diri kita sendiri, ada satu hati yang luka, yaitu hati
Allah. Kita perlu waspada dengan sisi gelap dari Narsistic Leader, yaitu haus akan penghargaan. Kita perlu memeriksa diri kita untuk apakah
kita beribadah, berdoa, memberi persembahan, atau melayani Tuhan. Untuk
kepuasan Tuhan atau sekadar mau dianggap sebagai orang baik?
Samuel D. Rima mengatakan bahwa
seringkali Narsistic leader tumbuh
subur justru dalam pelayanan Kristen.
Banyak sekali pemimpin Kristen menggunakan segala kecakapan
kepemimpinannya hanya untuk meningkatkan citra diri. Banyak khotbah yang dikhotbahkan oleh para
Narsistic leader ini ditujukan untuk pengakuan para pengikut. Bahkan, seorang pemimpin seperti ini bisa saja mengeksploitasi orang lain demi
memuaskan hasratnya untuk penaikan citra diri.
Bukankah banyak gereja hancur karena pemimpin dengan kepribadian seperti
ini? Bahkan, parahnya seringkali orang lain tertipu dengan segala pelayanan
pemimpin seperti ini, mereka mengira bahwa semua itu dilakukan untuk Allah
sehingga mereka akan merasa tidak nyaman bila harus menentang pemimpin
mereka. Saudara, mari mengoreksi
motivasi hati kita? kita perlu mengatasi
sisi gelap kita yang satu ini.
Lalu mungkin kita bertanya, bagaimana caranya mengatasi dosa ini? Tuhan Yesus memberi tahu kita,
II. Terus
menjaga motivasi hati yang benar dengan menyadari bahwa segala tindakan kita
harus God-center bukan self center
Penjelasan
Saudara, Tuhan Yesus mengajari para pengikutnya bagaimana harus melakukan
tindakan kebenaran dengan motivasi yang benar.
Kalau boleh disederhanakan Yesus berkata, “kalau engkau berdoa, masuk ke
kamar dan tutup pintu, jika engkau mau berpuasa minyakilah kepalamu dan cucilah
mukamu !” Dari ketiga contoh yang diberikan Yesus, ada kata yang selalu diulang,
yaitu “lakukanlah dengan tersembunyi” (ay. 4, 6, 18). Apa maksud ayat ini?
Mungkin sampai di sini di antara kita bertanya bukankah Tuhan Yesus
memerintahkan kita untuk menjadi garam dan terang dunia? Dalam 5:16, Tuhan Yesus berkata, “Hendaknya
terangmu bercahaya di depan orang supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik
dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”
Lalu apakah perintah Tuhan kontradiksi? Tentu jawabannya adalah tidak! Tuhan Yesus disini sedang berbicara mengenai
dua dosa yang berbeda. Pertama, sikap pengecut orang Kristen yang tidak
menjadi terang sehingga Tuhan tidak dimuliakan. Kedua, dosa kecongkakan yang membuat Tuhan juga resah. Jadi pusatnya adalah kemuliaan dan perkenan
dari Tuhan. Jika kita mengartikan arti “tersembunyi”
secara literal, maka akan terlihat bertentangan, Namun, tidak dalam
hakekatnya. Esensinya adalah tidak perlu
memamerkan kebaikan kita agar bukan diri sendiri yang dimuliakan, tetapi Tuhan. Jadi, penekanannya bukan pada ketersembunyian
perbuatan kita, melainkan pada motivasinya yang harus God-center bukan Self-center.
Saudara-saudara, Tuhan Yesus tahu betapa rawan hati para pengikutnya
untuk mendapat pujian. Untuk menjaga hati mereka itu Tuhan Yesus berkata,
“lakukan dengan tersembunyi, rahasiakan perbuatan baikmu supaya motivasimu
tulus hanya untuk kemuliaan Tuhan!” Jika
memang dengan melakukan tindakan kerohanian di depan umum akan menggoda hati kita
untuk mendapatkan pujian, maka sebaiknya tidak usah kita lakukan di depan
umum. Bahkan di ayat 4 Tuhan
berkata, “Jika tangan kananmu memberi
sedekah, tangan kirimu tidak usah tahu.” Tuhan Yesus menggunakan istilah
‘tangan kiri’ yang adalah anggota tubuh kita sendiri, ini menunjukkan bahwa
sebetulnya bukan saja orang lain yang tidak usah tahu tetapi kita juga tidak
perlu pamer kepada hati kita sendiri sehingga kita menganggap diri baik dan
memuji diri sendiri. Sisi gelap dari Narsistic Leader ini hanya dapat diatasi
ketika setiap anak Tuhan terus menjaga motivasinya yang God-center bukan self center. Citra Tuhan itulah yang menjadi fokus bukan
citra diri.
Ilustrasi
Ada seorang hamba Tuhan yang punya
masa lalu yang pahit, yaitu pernah mengalami penolakan pada waktu ia duduk di
bangku SD. Ketika itu, ia ditinggalkan oleh teman-temannya dan dianggap anak
yang kuper. Penolakan teman-teman sekelasnya itu, membuatnya menjadi anak yang sangat
minder dan merasa tidak dihargai. Tidak
heran, anak itu bertumbuh menjadi anak haus akan penghargaan orang lain. Kalau ada orang yang lebih dari dirinya maka
ia sangat resah dan ia selalu berusaha untuk melabur citra dirinya supaya
kelihatan baik dan tidak kalah dengan orang lain.
Namun sungguh kemurahan Allah itu besar, anak itu dipanggil Tuhan menjadi
hamba-Nya. Semasa kuliah, sisi gelap ini
hadir mewarnai dirinya. Kadang sangat
bangga kalau ia dicap pintar oleh temannya, kadang sangat bangga kalau ia
disebut baik oleh orang lain, kadang sangat bangga ketika orang mengakui
kelebihannya. Hanya dia dan Tuhan yang
tahu betapa sering motivasi pelayanannya terfokus pada dirinya sendiri, bukan
pada kemuliaan Tuhan. Tapi, sekali lagi Allah itu begitu baik, maka diajarnya
ia. Dalam suatu pelayanan yang dilakukannya, ia diizinkan gagal oleh Tuhan
bahkan dikritik oleh banyak orang. Saat
itulah hatinya hancur dan merasa tidak berharga lagi. Saat itulah Tuhan berkata
kepadanya, “Mengapa engkau sangat
memikirkan perkataan orang lain terhadap dirimu? mengapa engkau sangat sedih ketika
orang lain mengecapmu buruk? mengapa sangat resah dirimu ketika orang tidak
menghargai dirimu?” Pertanyaan Tuhan
itu menyadarkannya untuk terus memerangi sisi gelap seorang Narsistic Leader di
dalam dirinya. Melalui konseling yang dijalaninya dan pimpinan Roh Kudus yang
membimbingnya, sedikit demi sedikit Tuhan memulihkan dirinya.
Suatu kali sebelum ia berkhotbah, perasaan narsis itu muncul lagi. Ini
membuatnya gentar dan merasa tidak layak
dengan isi Firman Tuhan yang akan ia khotbahkan. Ketika itulah ia berdoa, “Bapa, tanpa aku berkhotbah pun Roh Kudus-Mu
bisa bekerja. Karena itu sadarkan aku, apapun hasil dari pelayanan ini, baik
itu pujian maupun kritikan, itu tidak penting bagiku. Yang kurindukan adalah
namu-Mu dimuliakan.” Doa itu telah
menolongnya untuk lebih fokus dalam menyampaikan firman. Tuhan memurnikan
motivasinya.
Aplikasi
Saudara, keinginan untuk mendapat
pujian, penghargaan dari orang lain, itu wajar. Tetapi tidak wajar bila
penghargaan yang seharusnya diperuntukkan kepada Tuhan, dialihkan kepada diri
kita dengan sandiwara rohani yang kita jalankan. Biarlah, Tuhan yang patut kita
muliakan dan senangkan setiap saat dari setiap tindakan kita.
Saya kagum dengan komitmen “The
Modesto Manifesto” yaitu komitmen yang dibuat oleh Billy Graham Evengelism Association (BGEA). Komitmen pertama dari BGEA ini adalah mereka
tidak akan melebih-lebihkan atau membesar-besarkan pelayanan BGEA ini di media
masa demi BGEA nampak lebih baik. Billy
Graham memandang komitmen ini sangat serius.
Dan biar kita belajar dari apa yang baik ini.
Saudara, jangan biarkan kemuliaan Allah dikorbankan demi kemuliaan
kita. Perlu ada komitmen yang serius
yang berasal dari hati kita untuk memuliakan Allah senantiasa. SS, jangan sampai kita keluar dari sini
sebagai pemimpin dan sisi gelap yaitu mencari kemuliaan diri ini masih dengan
subur bekerja dalam diri kita. Allah
tidak berkenan atas hal itu. Sdr, mari
kita terus menjaga hati dan motivasi kita supaya tetap fokus untuk memuliakan
Allah saja. Mungkin itu dengan cara
konseling, membuat commitment statement
pribadi, berdoa secara khusus sebelum melakukan tindakan tertentu. Apapun itu, biarkan hanya citra dan kemuliaan
Allah yang senantiasa menjadi hasrat dan tujuan kita.
Saudara, hari ini firman Tuhan mengingatkan bahwa Allah kita tidak
berkenan kita memiliki motivasi hati mencari kemuliaan diri dari setiap
tindakan kesalehan kita. Untuk itu, kita
perlu menyadari bahwa Allah lah dan kemuliaan-Nya yang seharusnya menjadi pusat
bukan kemuliaan kita. kita perlu terus
meminta Tuhan memurnikan motivasi dari setiap perbuatan kita. Saya yakin Roh Kudus akan menolong kita untuk
benar-benar memiliki hati yang murni demi kemuliaan Allah. Dan saya yakin, ketika kemuliaan Allah itulah
yang menjadi hasrat dan tujuan utama dalam setiap perbuatan kita, ada damai
sejahtera yang luar biasa. Biarkan moto
hidup kita selamanya adalah Soli Deo Gloria, Segala kemuliaan hanya bagi
Allah.
Amin
Terima kasih, sdr. Sangat menerangi hati saya yang penuh dengan penghargaan diri. Oh Tuhan Yesus, betapa saya menjadi orang yang sering melakukan sandiwara agar terlihat baik. Mohon kiranya Tuhan merahmati saya, memurnikan motivasi saya, dan menjaga komitmen saya bahwa segala yang saya kerjakan adalah untuk kemuliaanNya. Praise the Lord!
BalasHapus