Pengakuan Dosa yang Mendatangkan Pemulihan
Oleh Sepridel
Pendahuluan
Saudara-saudara,
ketika pertama masuk Sekolah Tinggi Teologi, ada tiga kata penting yang saya catat untuk selalu diucapkan. Tiga kata ajaib ini adalah “tolong” “maaf”
dan “terimakasih”. Kalau kita mau
meminta bantuan orang lain, selayaknyalah kita mengucapkan kata “tolong” Kita juga harus berterima kasih jika
seseorang telah melakukan sesuatu sekecil apapun. Sedangkan kita harus mengucapkan “maaf” jika
kita telah melakukan sesuatu yang salah,. Atau ketika kita mengucapkan sesuatu atau
melakukan sesuatu yang menyinggung perasaan bahkan menyakiti hati seseorang.
Saudara,
budaya minta maaf ini merupakan suatu kebiasaan yang baik. Ketika kita menyadari bahwa kita telah
melakukan sesuatu yang kurang tepat, kita harus meminta maaf. Bahkan kita berusaha membereskan masalah itu
sehingga hati kita tidak terus-menerus merasa gelisah karena memikirkan permasalahan
tersebut. Kita tentunya ingin supaya
relasi kita dengan orang tersebut kembali baik sehingga hidup kita juga menjadi
lebih tenang. Kita tidak lagi dikuasai
oleh rasa bersalah, gelisah, bahkan kita
tidak bisa berkonsentrasi dalam melakukan segala aktifitas kita. Kalau dalam berelasi dengan sesama saja harus
seperti itu, terlebih lagi dalam relasi kita dengan Tuhan. Saudara, kalau kita mau jujur, bukankah
seringkali kita juga melakukan apa yang tidak berkenan kepada Tuhan? Bukankah kita pun masih sering jatuh ke dalam
dosa? Apakah kita juga merasa bersalah
ketika kita telah melakukan sesuatu yang melanggar perintah Tuhan? Sadarkah kita bahwa dosa yang kita lakukan
merupakan pemberontakan kita kepada Tuhan? Setiap dosa yang dilakukan haruslah
kita akui di hadapan Tuhan. Pengakuan dosa yang jujur di hadapan Allah mendatangkan
pemulihan dari Allah. Kebenaran
inilah yang diajarkan dalam Mazmur 51 ini.
I.
Pengakuan
dosa dan permohonan pengampunan dari Allah (ay. 1-9, 11)
Penjelasan
Saudara,
Mazmur 51 ini merupakan Mazmur pengakuan dosa yang paling terkenal dari 7
Mazmur pengakuan dosa yang ada. Mazmur
ini merupakan mazmur pengakuan dosa Daud.
Daud bukan hanya telah melakukan perzinahan, tetapi juga merancang
pembunuhan Uria, suami Batsyeba untuk menutupi dosanya. Dosa Daud yang tampak wajar untuk dilakukan
oleh seorang raja pada masa itu ditegur oleh Tuhan melalui nabi Natan.
Dalam
2 Samuel 12:1-7 kita dapat menemukan bahwa ketika nabi Natan datang kepada raja
Daud, ia tidak langsung menegur Daud.
Natan menggunakan kisah orang kaya dan orang miskin. Orang kaya ini merampas satu-satunya anak domba
yang dimiliki oleh si miskin. Kisah yang
menggambarkan ketidakadilan ini membuat Daud sangat marah! Secara spontan ia mengatakan bahwa orang kaya
ini harus dihukum mati. Orang kaya ini juga
harus mengganti anak domba itu empat kali lipat! Pada saat itulah nabi Natan mengatakan:
“Engkaulah orang itu!” Nabi Natan
“membongkar” dosa Daud yang selama ini berusaha ia tutupi. Lalu apa respons Daud? Apakah ia berusaha membela diri? Tidak saudara. Daud berkata: “Aku telah berdosa kepada TUHAN.” Kesadaran inilah yang menuntun Daud pada
pengakuan dosa yang jujur di hadapan Tuhan.
Daud datang dengan jiwa yang hancur, hati yang patah dan remuk seperti
yang digambarkan di ayat 19, “Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang
hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.” Hal
ini menggambarkan
suatu kondisi dukacita atau kesedihan yang mendalam karena telah berdosa serta
rasa gentar seseorang yang berdosa karena ia menyadari akan kehadiran Allah
yang kudus.
Pengakuan dosa ini dimulai dengan
pernyataan yang jujur mengenai kesadaran pribadi tentang dosa pada ay 5: “Sebab
aku
sendiri sadar akan pelanggaranku”.
Bahasa Ibrani yang dipakai ialah כִּי־פְשָׁעַי אֲנִי אֵדָע
(ki pesaʿay ʿani
ʿeda). Kalau kita perhatikan, ada kata
ganti orang ʿani sebelum
kata kerja ʿeda. Dalam kata kerja ʿeda, sudah tercakup subjek orang pertama tunggal. Namun, ada penambahan kata ʿani yang berarti “saya”. Hal ini mau menunjukkan penekanan pada
subyek. Pada ay 5b juga dicatat “, aku senantiasa bergumul dengan dosaku” Kedua
kalimat ini
mau menyatakan suatu kesadaran terus-menerus akan keberdosaannya bukan sekedar
suatu kesadaran yang muncul kadang-kadang atau sekali-sekali saja.
Pusat dari pengakuan dosa ini ada di
ayat 6a “Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah
berdosa” Dalam konsep orang Israel, dosa yang
dilakukan kepada sesama manusia dipercaya sebagai dosa yang menentang Allah. Pelanggaran terhadap perintah-perintah Allah
dimaknai sebagai dosa yang menentang pribadi Allah. Jadi, melakukan dosa berarti
melakukan sesuatu yang buruk, tidak menyenangkan, bahkan jahat di mata Tuhan!
Kesadaran akan betapa seriusnya dosa
ini membuat Daud sungguh-sungguh memohon pengampunan Allah. Kalimat “kasihanilah
aku, ya Allah” pada ay 3 mengekspresikan keinginan yang begitu kuat untuk
meminta kemurahan Allah yang sebenarnya tidak pantas diterima oleh Daud. Dalam ketidaklayakannya inilah Daud berani
meminta pengampunan dari Allah karena ia tahu bahwa Allah tidak pernah berubah. Belas kasihan, kasih setia (hesed), dan rahmat Allah yang tidak
pernah berubah inilah yang memungkinkan pengampunan dosa itu terjadi.
Ada 3 kata kerja dan 3
kata benda yang menggambarkan keseriusan permohonan pengampunan dosa Daud. Pertama,
“hapuskanlah pelanggaranku” מְחֵה
פְשָׁעָי (meheh
pesaʿay).
Kata “hapuskanlah” berasal dari bahasa Ibrani meheh (to blot
out/ to obliterate) Kata ini seringkali dikaitkan dengan menghapuskan
nama yang tertulis dalam suatu kitab pada masa itu. Sedangkan kata “pelanggaran” berasal dari
kata Ibrani pesaʿ yang
dapat diterjemahkan sebagai suatu pemberontakan, ketidaktaatan, penyimpangan,
serta dengan sengaja menentang Allah. Jadi,
Daud sungguh memohon supaya kesalahan-kesalahannya dihapuskan oleh Tuhan.
Kedua,
“bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku” כַּבְּסֵנִי מֵעֲוֹנִי
(kabeseni meʿawoni). Kata “bersihkanlah” berasal dari bahasa
Ibrani כבס kabas (to wash away). Kata kabas ini menggambarkan kegiatan mencuci
baju kotor dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam proses mencuci ini, biasanya orang menginjak-injak atau
memukul-mukul pakaian kotor itu di dalam air supaya bersih. Sedangkan kata “kesalahan” berasal dari
bahasa Ibrani awon yang berarti salah
jalan atau menyimpang dari jalan yang benar.
Daud ingin supaya dirinya yang kotor oleh dosa dibersihkan seluruhnya
oleh Tuhan sama seperti seseorang yang mencuci pakaian kotor.
Ketiga,
“tahirkanlah aku dari dosaku” וּמֵחַטָּאתִי טַהֲרֵנִי
(umehatati tahareni). Kata “tahirkanlah”
berasal dari bahasa Ibrani טהר (to
cleanse) yang biasanya
menggambarkan pemurnian secara fisik seperti pentahiran dari penyakit
(2Raj.5:10), pemurnian logam (Mal.3:3), dan pentahiran hal-hal yang najis di
Bait Allah (2Taw. 29:15). Kata tahar ini seringkali dipakai dalam
konteks pentahiran dalam acara seremonial (Im. 11:32). Hal ini disebabkan karena ketidaktahiran (uncleaness) adalah suatu hal esensial
yang bisa mediskualifikasi seseorang dari partisipasinya dalam ibadah. Orang yang tidak tahir tidak diperkenankan untuk
datang ke hadirat Allah yang maha kudus.
Kemudian, kata “dosa” berasal dari bahasa Ibrani חטאת hatat
(sin) yang berarti melanggar standar. Kata hatat ini yang paling sering digunakan untuk menggambarkan pelanggaran
manusia terhadap perintah Allah sebagai standar hidup. Jadi, Daud, sebagai seorang yang tidak tahir
di hadapan Allah memohon supaya Allah mentahirkan dirinya dari kenajisan
dosanya sehingga ia bisa layak untuk datang ke hadirat Allah.
Dari semua penjelasan ini, kita
dapat menemukan suatu penekanan yang mau ditunjukkan oleh penulis. Bahkan, kata-kata ini diulang lagi dalam ayat
9 dan 11. Ketiga kata benda ini
merupakan kata yang umum dipakai di PL untuk menggambarkan pemikiran dan
tindakan yang jahat (Yes. 59:12). Hal
ini menunjukkan bahwa dosa dilihat secara komprehensif dalam PL sebagai suatu
tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk menyimpang dari jalan yang
dikehendaki Allah. Ketiga kata kerja ini
menunjukkan betapa seriusnya dosa sehingga harus Allah sendiri yang membereskan
dosa itu. Hanya Allah yang bisa
menghapus, membasuh, dan mentahirkan manusia dari dosa! Oleh karena itu, Daud sungguh-sungguh memohon
supaya Allah menyucikan dia dari dosa-dosanya.
Saudara-saudara dalam Yesaya 1: 18 dikatakan
bahwa “Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti
salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti
bulu domba.” Selain itu, 1 Yohanes 1: 9 juga mencatat “Jika kita mengaku dosa
kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa
kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” Bagian firman Tuhan ini
menujukkan bahwa ada jaminan pengampunan dosa dari Allah ketika kita datang
mengaku dosa di hadapan Allah. Jaminan
pengampunan dosa ini menjadi suatu hal yang pasti karena pengorbanan Kristus
yang sempurna di kayu salib. Pengorbanan
Kristus yang sempurna telah meredakan murka Allah atas manusia berdosa. Pengorbanan Kristus telah membuka pintu
pengampunan Allah bagi manusia berdosa.
Aplikasi
Saudara,
dalam perjalanan kita mengikut Tuhan, bukankah kita masih sering jatuh bangun dalam
dosa? Saya tidak tahu, apa yang menjadi
pergumulan kita. Mungkin ada yang
bergumul dengan dosa kekuatiran, ketakutan, kecemasan, kemalasan, atau kemarahan. Mungkin ada yang bergumul dengan dosa iri
hati, kesombongan atau kemurnian hati dalam pelayanan. Bahkan mungkin ada diantara kita yang
bergumul dengan pikiran-pikiran negatif terhadap orang lain atau pikiran yang
kotor yang muncul dalam khayalan kita. Saudara,
mungkin dosa ini tidak diketahui oleh orang-orang di sekitar kita. Namun, satu hal yang pasti Tuhan tahu akan
hal itu. Dosa kita adalah sesuatu yang
jahat dan menjijikkan di hadapan Tuhan yang maha kudus. Dosa kita adalah suatu penghinaan kepada
pribadi Tuhan! Kesadaran ini seharusnya
membuat kita datang merendahkan diri di hadapan Tuhan, mengakui dosa-dosa kita
dengan jujur, dan memohon pengampunan Allah.
Biarlah dengan hati yang hancur dan penyesalan yang mendalam kita
berkata kepada Tuhan: “Tuhan, terhadap Engkau, terhadap Engkau saja aku telah
berdosa dan melakukan apa yang Kau anggap jahat. Kasihanilah aku yang berdosa ini” Ingatlah bahwa dosa selalu membawa kecemasan
dan kegelisahan dalam hidup kita. Namun,
pengakuan yang jujur di hadapan Allah membawa kelegaan dan kebebasan. Pengakuan dosa ini menjadi langkah awal bagi
kita untuk dipulihkan oleh Allah.
Setelah Daud mengakui
dosanya, ia memohon pemulihan dari Allah.
II.
Permohonan
pemulihan dari Allah (ay. 10, 12-21)
Penjelasan
Daud memohon supaya
Allah, Sang Pencipta itu merestorasi hidupnya.
“Biarlah aku mendengar kegirangan dan sukacita, biarlah tulang yang
Kauremukkan bersorak-sorak kembali!” (ay. 10). Pada ayat 10, kita bisa melihat bahwa proses pemulihan ini dimulai dengan
suatu permohonan supaya ia bisa mendengarkan sukacita dan kegirangan, juga
supaya tulang yang telah Allah remukan bersorak-sorai kembali. Ungkapan “tulang yang Kau remukan”
menggambarkan penderitaan atau kesukaran serta kegelisahan secara mental dan
spiritual yang disebabkan oleh rasa bersalah karena dosa yang telah dilakukan. Daud sungguh
merindukan supaya ia bisa kembali merasakan sukacita dalam bersekutu dengan
Allah. Saudara, mari kita memperhatikan
ayat 12-13: “Jadikanlah hatiku tahir, ya
Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan
janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!”
Pada
ayat 12, Daud memohon supaya Allah menjadikan hatinya tahir dan memperbaharui
batinnya dengan roh yang teguh. Kata “jadikanlah”
dalam ay 12a memakai kata Ibrani בָּרָא (bara’) dimana kata kerja ini hanya
dipakai jika Allah sebagai Subjek. Kata
bara’ ini mengacu pada tindakan Allah yang
menciptakan dan menjadikan sesuatu yang baru.
Kata ini dipakai untuk menekankan suatu permohonan transformasi hidup yang
hanya bisa dilakukan oleh kuasa Allah. Jadi,
hanya Allah yang bisa memperbaharui hati manusia. Hati di sini menggambarkan pusat dari emosi,
kehendak, dan hidup seseorang. Hati yang
telah menyimpang dari jalan Tuhan harus diperbaharui supaya bisa kembali
melangkah di jalan yang benar.
Ayat 13 dilanjutkan dengan permohonan
supaya Allah tidak membuang Daud dari
hadirat-Nya dan mengambil Roh Kudus dari padanya. Dalam konsep PL, Roh Kudus hanya diberikan
kepada orang-orang yang mempunyai jabatan khusus, misalnya hakim-hakim, raja,
atau nabi. Hal ini menunjukkan bahwa Roh
Kudus yang akan memampukan orang tersebut untuk melaksanakan tugas
tertentu. Roh Kudus tidak tinggal
menetap dalam diri seseorang seperti konsep Roh Kudus yang diam dalam diri
orang percaya di PB. Jadi, ketika Roh
Kudus meninggalkan seseorang maka itu berarti ia telah kehilangan perkenanan
Allah. Daud sungguh-sungguh memohon
supaya Allah mengampuni dan memulihkan dirinya sehingga ia bisa terus merasakan
hadirat Allah dan ia bisa kembali berjalan di jalan kebenaran.
Setelah Daud mengalami pemulihan
dari Allah, ia berkomitmen untuk memuji Allah karena segala perbuatan-Nya. Daud juga berjanji untuk mengajar para
pemberontak tentang “jalan” Allah. Jalan
Allah di sini mengacu pada perintah atau hukum Allah yang menjadi pedoman hidup
umat Tuhan. Pengajaran ini juga meliputi tentang kemurahan Allah, pengampunan,
dan pemulihan Allah. Daud ingin supaya
pengalamannya mengalami pengampunan Allah dan pemulihan dari Allah juga kelak
akan menjadi pelajaran bagi orang lain yang pernah jatuh ke dalam dosa. Dengan demikian, orang-orang berdosa ini bisa
mengalami pengampunan dan pemulihan sehingga mereka bisa kembali ke jalan
Allah.
Dalam Kisah Para Rasul 13:22, ketika
Paulus berkhotbah di Antiokhia di Pisidia, Paulus berkata: “Tentang Daud Allah
telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di
hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku.”
Bagaimana mungkin Daud yang pernah jatuh ke dalam dosa disebut sebagai
seorang yang berkenan kepada Tuhan? Daud
bukanlah manusia yang sempurna sama seperti kita. Namun dia mempunyai hati yang lentur, lembut dan teachable
ketika ditegur oleh Tuhan. Ia datang
merendahkan diri di hadapan Tuhan untuk mengakui dosa-dosanya. Ia memohon pengampunan dan pemulihan dari
Allah. Hidup Daud kembali berpaut pada
Tuhan. Itulah sebabnya Daud tetap
disebut sebagai orang yang berkenan di hati Tuhan.
Ilustrasi
Saudara,
saya teringat akan pengalaman saya ketika saya mengerjakan skripsi dulu. Hari Rabu bagi saya adalah hari skripsi
sedunia sehingga saya akan off dari
kerja part time di kampus dan segala
aktifitas di kampus. Sekitar 1,5 bulan
sebelum deadline pengumpulan skripsi,
saya berencana untuk mempercepat penyelesaian skripsi saya apalagi pada waktu
itu saya juga sedang sibuk dengan Paskah Universitas dan mempersiapkan retreat untuk regenerasi pelayanan di
kampus. Saat teduh saya pada hari itu
agak berbeda dengan biasanya Kalau
biasanya sate memakan waktu 1 jam, maka pada hari itu saya beri diskon 50%
menjadi setengah jam saja. Saya ingin
cepat-cepat mengerjakan skripsi supaya cepat selesai. Namun, entah apa yang terjadi dengan laptop
saya hari itu, semua hasil analisa data bab 3 yang saya kerjakan tidak
tersimpan di laptop. Saya ketik lagi, di
save, tetapi filenya tidak ada juga.
Kepala saya jadi pusing saudara!
Hari
Kamis jam 9 pagi adalah jadwal saya bertemu dengan dosen pembimbing. Rupanya hari itu juga kacau. Mulai dari file di USB yang error
sehingga ga bisa nge-print, sampai
gagal ketemu dosen karena ia sedang keluar kota! Lengkaplah penderitaan saya saudara! Seketika itu juga saya merasa Tuhan sedang
menegur saya. Tuhan seperti berkata
kepada saya: “Lihat, semua yang kamu perjuangkan dari kemarin sia-sia
bukan? Apakah kamu pikir, waktu yang
kamu berikan kepada-Ku akan mengurangi keefektifanmu dalam menulis
skripsi? Memangnya siapa yang memberikan
hikmat? Sia-sialah setiap usahamu tanpa
bergantung kepada-Ku!”
Saudara, tanpa saya
sadar saya telah mengandalkan diri sendiri dan akhirnya menomor duakan
Tuhan. Waktu pribadi bersama Tuhan
seolah-olah hanya akan mengurangi keefektifan saya dalam mengerjakan skripsi di
hari itu. Saya bersyukur bahwa Tuhan
menegur dosa saya yang telah mengabaikan Tuhan dan mengandalkan diri sendiri. Saya mengakui kesalahan saya di hadapan Tuhan. Saya memohon supaya Tuhan mengampuni dosa
saya. Saya berkomitmen bahwa saya akan
terus belajar untuk tidak mengorbankan waktu-waktu pribadi saya dengan Tuhan
walaupun kerjaan saya banyak atau deadline
tugas-tugas semakin mendekat. Waktu
bersama dengan Tuhan bukanlah penghambat keefektifan saya dalam melakukan
sesuatu. Justru hal inilah yang membuat
saya lebih efektif dalam belajar atau melakukan sesuatu. Jadi, tidak boleh ada alasan yang serasional
apapun untuk mengabaikan waktu pribadi bersama Tuhan!
Aplikasi
Saudara,
kita bersyukur bahwa Roh Kudus yang ada di dalam diri kita tidak keluar masuk
dari hidup kita ketika kita berdosa. Justru
Roh Kudus inilah yang akan mengingatkan kita ketika kita melakukan sesuatu yang
kurang tepat. Peringatan maupun teguran
atas dosa kita itu mungkin melalui hati nurani kita, melalui orang-orang di
sekitar kita, melalui peristiwa yang kita alami, atau justru melalui firman
Tuhan yang kita baca atau renungkan. Setiap
hari kita berinteraksi dengan kebenaran firman Tuhan, baik melalui saat teduh
maupun perkuliahan. Pertanyaannya adalah
apakah kebenaran itu menjadi cermin yang mengoreksi segala ketidakberesan dalam
hidup kita? Ataukah semua hal itu cuma
menambah wawasan kita tanpa menyentuh hati kita? Mari kita berdoa supaya kita diberikan hati
yang rela dikoreksi oleh Tuhan melalui berbagai sarana yang Ia pakai untuk
menegur kita. Jangan sampai kita
memiliki hati yang bebal sehingga kita menjadi kebal dan mengabaikan teguran
Tuhan! Jangan sampai hati nurani kita
menjadi dingin dan beku sehingga kita tidak bisa lagi mendengar suara
Tuhan. Mari kita memohon supaya Tuhan
memperbaharui hati kita setiap hari sehingga kita bisa hidup dalam
kebenaran. Supaya apa yang kita lakukan
adalah sesuatu yang diperkenan oleh Tuhan dan yang menyenangkan hati-Nya. Saudara, ingatlah bahwa dosa yang masih kita sembunyikan
dan yang belum kita akui di hadapan Tuhan hanya akan membawa kegelisahan bahkan
rasa frustasi yang mendalam di hidup kita.
Hanya setelah kita mengakui di hadapan Tuhan kita akan akan merasa lega
dan kembali merasakan sukacita yang sejati.
Hanya setelah kita mengaku barulah kita bisa meminta Tuhan memperbaharui
hati kita sehingga kita sungguh bersukacita berjalan kembali di jalan Tuhan.
Penutup
Saudara,
kita perlu menyadari bahwa sebagai anak-anak Tuhan kita tidak kebal terhadap
dosa. Dalam proses pengudusan yang terus
berlangsung seumur hidup, kita masih bisa jatuh ke dalam dosa. Kita masih bisa melakukan apa yang jahat di
mata Tuhan. Setiap dosa yang kita
lakukan merupakan pemberontakan kita kepada Tuhan. Fakta inilah yang harus selalu kita sadari
dan waspadai. Kalaupun kita jatuh ke
dalam dosa, marilah kita datang dengan hati yang hancur dan berduka di hadapan
Tuhan serta mengakuinya dengan jujur.
Marilah kita memohon pengampunan Tuhan.
Tuhan yang penuh rahmat dan belas kasihan itu akan mengampuni dan
menyucikan kita dari segala dosa kita. Marilah
kita memohon supaya Tuhan memperbaharui hati dan pikiran kita sehingga kita
bisa kembali menikmati sukacita dalam berelasi dengan Tuhan. Hanya dengan hati yang terus menerus
diperbaharui dan dimurnikan oleh Tuhan kita bisa hidup di jalan Tuhan dan tidak
menyimpang dalam dosa. Biarlah apa yang
tercatat dalam mazmur 119:11 menjadi doa kita :“Dalam hatiku aku menyimpan
janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau” Kalaupun kita terpeleset atau jatuh ke dalam
dosa, kita harus ingat bahwa tangan Tuhan selalu terbuka untuk memberikan
pengampunan dan pemulihan bagi kita. Dengan
demikian kita hidup sebagai anak-anak Tuhan bahkan hamba-hamba Tuhan yang
memperkenan Tuhan.
Amin